Tekanan udara tinggi membuat oksigen lebih leluasa memasuki jaringan  tubuh. Oksigen, zat yang dibutuhkan tubuh untuk metabolisme, digunakan  untuk perbaikan sel yang rusak. Prinsip tersebut digunakan pada terapi  hiperbarik oksigen untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit.
  Salah satu penyakit yang diupayakan sembuh dengan terapi hiperbarik  adalah diabetes melitus (penyakit kencing manis). Diabetes yang ditandai  dengan peningkatan kadar gula darah merupakan penyebab kematian nomor 6  di Indonesia dengan proporsi kematian 5,8 persen setelah stroke,  tuberkulosis, hipertensi, cedera, dan perinatal (Kementerian Kesehatan  2007). Jumlah diabetes di Indonesia 8,4 juta penderita dan diperkirakan  terus meningkat sampai 21,3 juta orang di tahun 2030.
 Gangguan  kesehatan ini timbul karena tubuh kekurangan insulin atau reseptor  insulin tubuh tidak berfungsi baik. Insulin adalah hormon yang  diproduksi sel beta di pankreas yang mengatur metabolisme glukosa  menjadi energi serta mengubah kelebihan glukosa menjadi glikogen yang  disimpan pada hati dan otot. Dalam jangka panjang, kadar glukosa darah  yang tinggi akan menaikkan kadar kolesterol dan trigliserida darah.  Selanjutnya akan terjadi aterosklerosis (penyempitan pembuluh darah)  yang membuat aliran darah tidak lancar sehingga tubuh kekurangan  oksigen.
 Penderita diabetes, terutama tipe II (gangguan pada  reseptor insulin), telah banyak tertolong oleh terapi ini. Mayor Laut  (K) Titut Harnanik, dokter dan Kepala Subdepartemen Faal Penyelaman TNI  AL Armada Timur, mengatakan, terapi hiperbarik oksigen (HBO) mampu  mempercepat kesembuhan dan mengurangi dosis obat yang diminum penderita  diabetes.
 Tahun 2008, Titut melakukan penelitian atas biaya  Kementerian Kesehatan. Sebanyak 13 pasien diabetes diterapi memakai  oksigen 100 persen dan tekanan 2,4 atmosfir (setara kedalaman 14 meter  di bawah permukaan laut). Selama lima hari berturut-turut, para  penderita diabetes tanpa luka terbuka diberi perlakuan ini selama 2 jam.
  ”Selama menjalani terapi HBO, pasien tetap mengonsumsi obat. Setelah  menjalani HBO, terjadi penurunan gula darah secara signifikan. Jika  biasanya tak pernah kurang dari 200 miligram per desiliter (mg/dl),  kadar gula darah mereka bisa sampai 60 mg/dl. Maka dosis obat harus  diturunkan,” kata Titut.
 Di luar penelitian itu, Titut punya  pasien diabetes tipe I (mengalami kerusakan pada fungsi pankreas  sehingga tak bisa menghasilkan insulin). Setelah menjalani HBO beberapa  waktu, pasien yang harus disuntik insulin itu bisa lepas dari  ketergantungan pada insulin dari luar. ”HBO mengembalikan fungsi  pankreas sebab sifat antioksidan pada oksigen,” ujarnya. Namun, pasien  wajib diterapi HBO 3-5 kali per bulan, seumur hidup. Hal ini guna  menjamin pasokan oksigen ke pankreas.
 Menurut Suyanto Sidik,  dokter spesialis penyakit dalam dari RS TNI AL dr Mintohardjo, HBO  bersifat memperbaiki jumlah oksigen di dalam tubuh. Diabetes, tutur  Suyanto, membuat kondisi pembuluh darah penderitanya buruk sehingga  aliran darah tak lancar. Contohnya, ada pasien diabetes dengan luka  terbuka yang tak sembuh atau tak kunjung kering. Hal itu terjadi karena  pembuluh darah tak mendapat pasokan oksigen sehingga tak berfungsi  normal dalam memperbaiki kerusakan sel.
 Oksigen sebagai  obat
 Terapi HBO modern diperkenalkan peneliti Belanda,  Ite Boerema, dalam artikel penelitian Life without blood tahun 1956.  Dalam hal ini, molekul oksigen diberi tekanan tinggi sehingga mampu  masuk ke pembuluh darah yang tersumbat atau peredaran darahnya  terganggu. Oksigen lalu memicu metabolisme jaringan tubuh dan  memperbaiki sel yang rusak.
 ”HBO merupakan pengobatan, seperti  halnya dengan obat. Bedanya, ini memasukkan oksigen ke tubuh,” kata  Suyanto.
 Di RS Mintohardjo, ruang hiperbarik (ruang dengan udara  bertekanan tinggi) berdaya tampung 12 orang, termasuk seorang perawat.  Dalam ruangan mirip kapsul kapal selam itu, pasien diberi oksigen lewat  selang di hidung, kemudian tekanan udara diatur oleh operator di luar  kapsul.
 Dokter di Pusat Hiperbarik RS TNI AL dr Mintohardjo  Jakarta, Susan Manungkalit, mengatakan, HBO mampu meningkatkan kandungan  oksigen pada plasma darah. Pada kondisi oksigen normal di udara bebas  (20 persen) dengan tekanan normal (1 atmosfir), jumlah oksigen pada  hemoglobin 20,1 persen dan plasma darah 0,32 persen. Jika diberi oksigen  100 persen dan tekanan normal 1 atmosfir, oksigen hemoglobin tetap 20,1  persen dan oksigen plasma darah jadi 2,14 persen. Ketika tekanan  oksigen 100 persen dinaikkan jadi 3 atmosfir, jumlah oksigen dalam  plasma darah jadi tiga kali lipat (6,42 persen).
 ”Jumlah oksigen  sangat cukup untuk bertahan hidup meski tanpa kehadiran hemoglobin  darah,” tulis peneliti Catherine A Heyneman, dalam jurnal Critical Care  Nurse (2002), yang juga melakukan penelitian hiperbarik oksigen.
  Meningkatnya tekanan dan volume oksigen menimbulkan oksigenasi pada  jaringan yang mengalami kekurangan pasokan oksigen (hipoksia). Dampak  lain, terjadinya pembaruan pembuluh darah, mendorong perkembangbiakan  sel, dan meningkatkan ”kemampuan tempur” sel darah putih (leukosit).
  Susan merekomendasikan agar pasien sebelum menjalani terapi hiperbarik  oksigen harus menjalani scan kepala untuk mendeteksi kemungkinan ada  kelainan pada tengkorak. Jika ada kelainan, bisa membahayakan pasien,  misalnya bisa terjadi stroke. Syarat lain menjalani terapi HBO mirip  dengan persyaratan umum menyelam, yaitu tidak boleh ada sinusitis  (radang di hidung), dan tekanan darah normal. Karena itu, terapi ini  juga disebut selam kering.
Sumber : Kompas.com
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan bijak, Semoga dapat memberi wawasan yang lebih bermanfaat!