Senin, 28 Februari 2011

Puskesmas & RS Swasta Harus Punya Perawatan Paliatif


Pengobatan paliatif selama ini hanya ada di kota-kota dan rumah sakit besar saja padahal tempat pelayanan kesehatan terdekat warga adalah puskesmas. Maka itu puskesmas dan rumah sakit swasta juga harus punya pelayanan paliatif.

Perawatan paliatif artinya meringankan penderitaan si pasien yang sudah sakit parah dan tidak dapat disembuhkan seperti kanker, AIDS, diabetes atau gagal organ. Tujuannya agar penderita kanker dapat menjalani hari-hari terakhirnya dalam keadaan senang.

Perawatan paliatif
merupakan metode yang ampuh dalam membantu pasien lepas dari penderitaannya, baik nyeri berkepanjangan ataupun keluhan lain. Kondisi ini akan membantu meningkatkan kualitas hidup pasien dan juga keluarganya.

Sejak tahun 1992-2010 pelayanan perawatan paliatif baru ada di 6 ibukota besar yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali dan Sulawesi Selatan.

Perawatan paliatif kebanyakan terdapat di rumah sakit pemerintah seperti RS Hasan Sadikin Bandung, RSCM, RSK Dharmais, RSU Dr Soetomo Surabaya, RS Sanglah Bali, RS Dr Wahidin Sudirohusodo Makassar dan RSUP Dr Sardjito Yogyakarta.

"Puskesmas atau rumah sakit swasta merupakan tempat pelayanan kesehatan yang paling mudah diakses oleh masyarakat dan perawatan paliatif seharusnya juga harus ada disana," jelas Dr Maria Astheria Witjaksono, MPALLC (FU), Kepala Unit Paliatif RS Kanker Dharmais, dalam acara Seminar World Hospice and Palliative Care Day 2010 di RS Kanker Dharmais, Jakarta, Kamis (28/10/2010).

Menurut Dr Maria, bila tenaga kesehatan mampu menyediakan pelayanan peliatif sendiri, maka pasien dengan penyakit yang tidak bisa disembuhkan tidak perlu dirujuk ke rumah sakit besar.

"Kami sangat terbantu bila tenaga kesehatan di Puskesmas bisa memberikan pelayanan paliatif. Tapi kendalanya, masih banyak dokter yang belum tertarik dengan paliatif," jelas Dr Maria.

Untuk mewujudkan hal tersebut, Prof Dr dr Angela Bibiana Maria Tulaar, SpKFR(K), Guru Besar FKUI, menuturkan ada organisasi Masyarakat Paliatif Indonesia(MPI) yang bekerjasama dengan Yayasan Kanker Indonesia (YKI) bertugas untuk menyebarluaskan informasi paliatif seperti melalui seminar dokter dan tenaga kesehatan lainnya.

MPI juga menyiapkan pedoman untuk memulai suatu perawatan paliatif, baik untuk Puskesmas, rumah sakit swasta dan layanan kesehatan lainnya.

"Kami harap ada follow up yang positif setelah seminar ini agar baik Puskesmas maupun rumah sakit swasta bisa menyediakan pelayanan paliatif," tutup Prof Angela


Sumber : Detikhealth.com


Asuhan Persalinan Normal (APN) 58 Langkah


Persalinan merupakan proses fisiologis yang tidak akan habis sejalan dengan kelangsungan hidup manusia di muka bumi ini. Asuhan Persalinan Normal (APN) disusun dengan tujuan terlaksananya persalinan dan pertolongan pada persalinan normal yang baik dan benar, target akhirnya adalah penurunan angka motalitas ibu dan bayi di Indonesia. Pada awalnya APN terdiri dari 60 Langkah, namun setelah direvisi menjadi 58 Langkah, sebagai berikut :




  1. Mendengar dan melihat adanya tanda persalinan kala dua.
  2. Memastikan kelengkapan alat pertolongan persalinan termasuk mematahkan ampul oksitosin dan memasukan alat suntik sekali pakai 2½ ml ke dalam wadah partus set.
  3. Memakai celemek plastik.
  4. Memastikan lengan tidak memakai perhiasan, mencuci tangan degan sabun dan air mengalir.
  5. Menggunakan sarung tangan DTT pada tangan kanan yang akan digunakan untuk pemeriksaan dalam.
  6. Mengambil alat suntik dengan tangan yang bersarung tangan, isi dengan oksitosin dan letakan kembali ke dalam wadah partus set.
  7. Membersihkan vulva dan perineum dengan kapas basah dengan gerakan vulva ke perineum.
  8. Melakukan pemeriksaan dalam (pastikan pembukaan sudah lengkap dan selaput ketuban sudah pecah).
  9. Mencelupkan tangan kanan yang bersarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5%, membuka sarung tangan dalam keadaan terbalik dan merendamnya dalam larutan klorin 0,5%.
  10. Memeriksa denyut jantung janin setelah kontraksi uterus selesai (pastikan DJJ dalam batas normal (120 – 160 x/menit)).
  11. Memberi tahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik, meminta ibu untuk meneran saat ada his apabila ibu sudah merasa ingin meneran.
  12. Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk meneran (pada saat ada his, bantu ibu dalam posisi setengah duduk dan pastikan ia merasa nyaman.
  13. Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan yang kuat untuk meneran.
  14. Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit.
  15. Meletakan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut ibu, jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5 – 6 cm.
  16. Meletakan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian bawah bokong ibu
  17. Membuka tutup partus set dan memperhatikan kembali kelengkapan alat dan bahan,
  18. Memakai sarung tangan DTT pada kedua tangan.
  19. Saat kepala janin terlihat pada vulva dengan diameter 5 – 6 cm, memasang handuk bersih untuk mengeringkan janin pada perut ibu.
  20. Memeriksa adanya lilitan tali pusat pada leher janin
  21. Menunggu hingga kepala janin selesai melakukan putaran paksi luar secara spontan.
  22. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparental. Menganjurkan kepada ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan lembut gerakan kepala ke arah bawah dan distal hingga bahu depan muncul di bawah arkus pubis dan kemudian gerakan arah atas dan distal untuk melahirkan bahu belakang.
  23. Setelah bahu lahir, geser tangan bawah ke arah perineum ibu untuk menyanggah kepala, lengan dan siku sebelah bawah. Gunakan tangan atas untuk menelusuri dan memegang tangan dan siku sebelah atas.
  24. Setelah badan dan lengan lahir, tangan kiri menyusuri punggung ke arah bokong dan tungkai bawah janin untuk memegang tungkai bawah (selipkan jari telunjuk tangan kiri di antara kedua lutut janin)
  25. Melakukan penilaian selintas : (a) Apakah bayi menangis kuat dan atau bernafas tanpa kesulitan? (b) Apakah bayi bergerak aktif ?
  26. Mengeringkan tubuh bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya kecuali bagian tangan tanpa membersihkan verniks. Ganti handuk basah dengan handuk/kain yang kering. Membiarkan bayi di atas perut ibu.
  27. Memeriksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi dalam uterus.
  28. Memberitahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitosin agar uterus berkontraksi baik.
  29. Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikan oksitosin 10 unit IM (intramaskuler) di 1/3 paha atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi sebelum menyuntikan oksitosin).
  30. Setelah 2 menit pasca persalinan, jepit tali pusat dengan klem kira-kira 3 cm dari pusat bayi. Mendorong isi tali pusat ke arah distal (ibu) dan jepit kembali tali pusat pada 2 cm distal dari klem pertama.
  31. Dengan satu tangan, pegang tali pusat yang telah dijepit (lindungi perut bayi), dan lakukan pengguntingan tali pusat di antara 2 klem tersebut.
  32. Mengikat tali pusat dengan benang DTT atau steril pada satu sisi kemudian melingkarkan kembali benang tersebut dan mengikatnya dengan simpul kunci pada sisi lainnya.
  33. Menyelimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan memasang topi di kepala bayi.
  34. Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5 -10 cm dari vulva
  35. Meletakan satu tangan di atas kain pada perut ibu, di tepi atas simfisis, untuk mendeteksi. Tangan lain menegangkan tali pusat.
  36. Setelah uterus berkontraksi, menegangkan tali pusat dengan tangan kanan, sementara tangan kiri menekan uterus dengan hati-hati ke arah dorsokrainal. Jika plasenta tidak lahir setelah 30 – 40 detik, hentikan penegangan tali pusat dan menunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan mengulangi prosedur.
  37. Melakukan penegangan dan dorongan dorsokranial hingga plasenta terlepas, minta ibu meneran sambil penolong menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai dan kemudian ke arah atas, mengikuti poros jalan lahir (tetap lakukan tekanan dorsokranial).
  38. Setelah plasenta tampak pada vulva, teruskan melahirkan plasenta dengan hati-hati. Bila perlu (terasa ada tahanan), pegang plasenta dengan kedua tangan dan lakukan putaran searah untuk membantu pengeluaran plasenta dan mencegah robeknya selaput ketuban.
  39. Segera setelah plasenta lahir, melakukan masase (pemijatan) pada fundus uteri dengan menggosok fundus uteri secara sirkuler menggunakan bagian palmar 4 jari tangan kiri hingga kontraksi uterus baik (fundus teraba keras)
  40. Periksa bagian maternal dan bagian fetal plasenta dengan tangan kanan untuk memastikan bahwa seluruh kotiledon dan selaput ketuban sudah lahir lengkap, dan masukan ke dalam kantong plastik yang tersedia.
  41. Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Melakukan penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan.
  42. Memastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan pervaginam.
  43. Membiarkan bayi tetap melakukan kontak kulit ke kulit di dada ibu paling sedikit 1 jam.
  44. Setelah satu jam, lakukan penimbangan/pengukuran bayi, beri tetes mata antibiotik profilaksis, dan vitamin K1 1 mg intramaskuler di paha kiri anterolateral.
  45. Setelah satu jam pemberian vitamin K1 berikan suntikan imunisasi Hepatitis B di paha kanan anterolateral.
  46. Melanjutkan pemantauan kontraksi dan mencegah perdarahan pervaginam.
  47. Mengajarkan ibu/keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai kontraksi.
  48. Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah.
  49. Memeriksakan nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit selama 1 jam pertama pasca persalinan dan setiap 30 menit selama jam kedua pasca persalinan.
  50. Memeriksa kembali bayi untuk memastikan bahwa bayi bernafas dengan baik.
  51. Menempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas peralatan setelah di dekontaminasi.
  52. Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai.
  53. Membersihkan ibu dengan menggunakan air DDT. Membersihkan sisa cairan ketuban, lendir dan darah. Bantu ibu memakai memakai pakaian bersih dan kering.
  54. Memastikan ibu merasa nyaman dan beritahu keluarga untuk membantu apabila ibu ingin minum.
  55. Dekontaminasi tempat persalinan dengan larutan klorin 0,5%.
  56. Membersihkan sarung tangan di dalam larutan klorin 0,5% melepaskan sarung tangan dalam keadaan terbalik dan merendamnya dalam larutan klorin 0,5%
  57. Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir.
  58. Melengkapi partograf.

 Sumber Referensi :
- http://belibis-a17.com/2010/04/23/asuhan-persalinan-normal-apn-58-llangkah/


Perawat Setengah Dokter

Perawat masa depan

Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam masyarakat umum atau bahkan Anda sendiri beranggapan bahwa perawat sudah memiliki kemampuan mendekati dokter, ada yang berpikir perawat sebagai asisten dokter, atau perawat yang sudah mau naik peringkat jadi dokter atau bahkan ada yang tidak mengerti perbedaan perawat dengan dokter. Kita telah mendeklarasikan profesi kita sejajar dengan profesi lain seperti halnya dokter, apoteker, analisi dan ahli gizi dan sebagainya.

Tetapi pada kenyataannya masih banyak masyarakat yang masih memanggil kita dengan sebutan "dokter". Sebagian perawat mungkin senang dipanggil seperti itu, bahkan (dibeberapa Balai Pengobatan Umum)ada juga yang malah mengaku-ngaku sebagai dokter, sehingga muncullah istilah setengah dokter.

Inilah salah satu alasan mengapa profesi perawat tidak kunjung muncul kepermukaan. Perawat yang pintar, cerdas, cepat tanggap kalau dipanggil dengan sebutan dokter malah senang. Seharusnya kita memperkenalkan diri sebagai diri sendiri, sehingga masyarakat mengetahui ternyata perawat berbeda dengan dokter dan sejajar dengan profesi lainnya.

Komunikasi yang baik dalam perkenalan dengan masyarakat ataupun pasien haruslah jelas sehingga tidak lagi muncul analogi yang tidak pada tempatnya, perawat juga harus memberikan arahan yang jelas tentang perbedaan antara dokter dengan perawat agar masyarakat atau pasien tidak salah kaprah. Sehingga demikian profesi perawat lebih jelas dan lebih menguntungkan bagi perawat itu sendiri.

Berbagai cara sekarang telah diterapkan agar kualitas dan kuantitas seorang perawat  terbentuk secara alami dan menetap agar dapat memenuhi standar yang telah ditetapkan sebagai perawat profesional. Sehingga arah sebagai salah satu profesi (perawat) dapat menjadi acuan untuk masa depan perawat yang lebih baik. 

Perawat sekarang sudah jauh lebih canggih, pintar, dan dilengkapi dengan skill yang tinggi. Sudah saatnya kita menghargai diri kita secara layak.  

Penulis        : Hendi
Modifikasi   : Zainal. A






Hepatitis B Lebih Menular Dari Pada HIV

HEPATITIS B adalah salah satu infeksi virus paling sering terjadi di dunia, dan merupakan jenis virus hepatitis yang paling banyak tersebar. Sekitar dua miliar orang di dunia terinfeksi virus ini, 350 juta di antaranya hidup dengan hepatitis B kronis. Padahal, 40 persen orang yang mengidap hepatitis B kronis akan mengalami penyakit hati lanjut.Virus hepatitis B (VHB) termasuk virus yang “bandel? karena dapat bertahan hingga satu minggu di permukaan pada suhu kamar. Virus ini juga sangat mudah menular-100 kali lebih mudah menular dibandingkan HIV. VHB hidup dalam darah orang yang telah terinfeksi. Namun jika jumlahnya dalam tubuh sudah sangat banyak, virus ini juga bisa ditemukan pada sperma, cairan vagina dan air liur. Walaupun sangat jarang, virus ini juga bisa ditemukan di air seni, kotoran manusia, keringat, air mata, dan air susu ibu.
Proses penularan hepatitis B bisa terjadi melalui berbagai jalan. Sebagai contoh pada proses persalinan. Jika seorang ibu yang telah terinfeksi melahirkan, kemungkinan besar bayi yang dilahirkannya akan tertular pada saat atau sesaat setelah persalinan.
Hidup bersama orang yang telah terinfeksi VHB juga dapat meningkatkan risiko penularan. Potensi lainnya adalah pada hubungan seks berisiko tinggi atau tidak aman, khususnya bagi mereka yang bergantiganti pasangan atau pria homoseksual.


Mengingat VHB umumnya hidup dalam darah, patut diwaspadai risiko penularan melalui transfusi, jangan sampai Anda terpapar darah atau produk darah yang sudah terinfeksi VHB. Menurut Prof Dr H Ali Sulaiman SpPD-KGEH, peningkatan kasus hepatitis juga terkait maraknya penggunaan jarum suntik secara bergantian, misalnya pada pengguna narkoba suntik (penasun). Media lainnya adalah jarum akupunktur atau alat tato yang tidak disterilisasi atau dibersihkan sebagaimana mestinya dan digunakan berulang.

Sama halnya VHB, virus hepatitis C (VHC) menyebar melalui kontak langsung dengan darah atau produk darah. Virus ini dapat memperbanyak diri dengan sangat cepat, mencapai 10 triliun virus per hari.

Jalur utama infeksi virus hepatitis C di dunia adalah melalui transfusi darah yang tidak ditapis dan pemakaian jarum suntik yang tidak steril secara bergantian. Sekalipun jarang, hepatitis C bisa juga menular melalui aktivitas seksual dan dari ibu kepada anaknya selama proses persalinan.

Di banyak negara berkembang, di mana darah dan produk darah masih belum diproses dengan prosedur penapisan yang benar, jalur penularan utama adalah melalui penggunaan alat-alat suntik yang tidak steril dan transfusi dengan darah yang tidak ditapis. Mereka yang melakukan praktik sirkumsisi (sunat) tradisional, tato, serta tindik (telinga, hidung, bagian tubuh lain) menggunakan alat yang tidak disterilisasi juga berisiko tertular.


Sumber : diar33.wordpress.com
 

Elektrokardiogram (EKG)

1. Definisi
Elektrokardiogram (EKG) merupakan suatu grafik yang dihasilkan oleh suatu elektrokardiograf. Alat ini merekam aktivitas listrik jantung pada waktu tertentu (saat pemeriksaan). Secara harafiah didefinisikan : “elektro” = berkaitan dengan elektronika, dan “kardio” = berasal dari bahasa Yunani yang artinya jantung, kemudian “gram”, berarti tulis / menulis. Analisis sejumlah gelombang dan vektor normal depolarisasi dan repolarisasi menghasilkan informasi diagnostik yang penting. Elektrokardiogram tidak menilai kontraktilitas jantung secara langsung, namun dapat memberikan indikasi menyeluruh atas naik-turunya kontraktilitas jantung.

2. Tujuan
Kegunaan/ keuntungan menggunakan EKG antara lain :
  • Merupakan standar emas untuk diagnosis aritmia jantung
  • EKG memandu tingkatan terapi dan risiko untuk pasien yang dicurigai ada infark otot jantung akut
  • EKG digunakan sebagai alat tapis penyakit jantung iskemik selama uji stres jantung
  • EKG kadang-kadang berguna untuk mendeteksi penyakit bukan jantung (mis. emboli paru atau hipotermia)
  • EKG membantu menemukan gangguan elektrolit (mis. hiperkalemia dan hipokalemia)
  • EKG memungkinkan penemuan abnormalitas konduksi (mis. blok cabang berkas kanan dan kiri)
3. Komponen EKG
Bagian dari alat EKG :
1. 4 (empat) buah sadapan ekstremitas, yaitu;
  • Tangan kiri (LA)
  • Tangan kanan (RA)
  • Kaki kiri (LL)
  • Kaki kanan (RL)
2. 6 (enam)  buah sadapan dada yaitu V1, V2, V3, V4, V5, V6
3. Kabel sadapan yang terdiri dari 10 elektroda (4 buah unruk elektroda ekstremitas, dan 6 buahuntuk elektroda dada)
4. Kertas grafik EKG
Sebuah elektrokardiograf khusus berjalan di atas kertas dengan kecepatan 25 mm/s, meskipun kecepatan yang di atas daripada itu sering digunakan. Setiap kotak kecil kertas EKG berukuran 1 mm². Dengan kecepatan 25 mm/s, 1 kotak kecil kertas EKG sama dengan 0,04 s (40 ms). 5 kotak kecil menyusun 1 kotak besar, yang sama dengan 0,20 s (200 ms). Karena itu, ada 5 kotak besar per detik. 12 sadapan EKG berkualitas diagnostik dikalibrasikan sebesar 10 mm/mV, jadi 1 mm sama dengan 0,1 mV. Sinyal “kalibrasi” harus dimasukkan dalam tiap rekaman. Sinyal standar 1 mV harus menggerakkan jarum 1 cm secara vertikal, yakni 2 kotak besar di kertas EKG.


Monitor EKG modern memiliki banyak penyaring untuk pemrosesan sinyal. Yang paling umum adalah mode monitor dan mode diagnostik. Dalam mode monitor, penyaring berfrekuensi rendah (juga disebut penyaring bernilai tinggi karena sinyal di atas ambang batas bisa lewat) diatur baik pada 0,5 Hz maupun 1 Hz dan penyaring berfrekuensi tinggi (juga disebut penyaring bernilai rendah karena sinyal di bawah ambang batas bisa lewat) diatur pada 40 Hz. Hal ini membatasi EKG untuk pemonitoran irama jantung rutin. Penyaring bernilai tinggi membantu mengurangi garis dasar yang menyimpang dan penyaring bernilai rendah membantu mengurangi bising saluran listrik 50 atau 60 Hz (frekuensi jaringan saluran listrik berbeda antara 50 dan 60 Hz di sejumlah negara). Dalam mode diagnostik, penyaring bernilai tinggi dipasang pada 0,05 Hz, yang memungkinkan segmen ST yang akurat direkam. Penyaring bernilai rendah diatur pada 40, 100, atau 150 Hz. Sebagai akibatnya, tampilan EKG mode monitor banyak tersaring daripada mode diagnostik, karena bandpassnya lebih sempit.

4. Sadapan pada EKG
Kata sadapan memiliki 2 arti pada elektrokardiografi yaitu bisa merujuk ke kabel yang menghubungkan sebuah elektrode ke elektrokardiograf, atau ke gabungan elektrode yang membentuk garis khayalan pada badan di mana sinyal listrik diukur. Lalu, istilah benda sadap longgar menggunakan arti lama, sedangkan istilah 12 sadapan EKG menggunakan arti yang baru. Nyatanya, sebuah elektrokardiograf 12 sadapan biasanya hanya menggunakan 10 kabel/elektroda. Definisi terakhir sadapan inilah yang digunakan di sini.
Sebuah elektrokardiogram diperoleh dengan menggunakan potensial listrik antara sejumlah titik tubuh 
menggunakan penguat instrumentasi biomedis. Sebuah sadapan mencatat sinyal listrik jantung dari gabungan khusus elektrode rekam yang itempatkan di titik-titik tertentu tubuh pasien.
  • Saat bergerak ke arah elektrode positif, muka gelombang depolarisasi (atau rerata vektor listrik) menciptakan defleksi positif di EKG di sadapan yang berhubungan.
  • Saat bergerak dari elektrode positif, muka gelombang depolarisasi menciptakan defleksi negatif pada EKG di sadapan yang berhubungan.
  • Saat bergerak tegak lurus ke elektrode positif, muka gelombang depolarisasi (atau rerata vektor listrik) menciptakan kompleks equifasik (atau isoelektrik) di EKG, yang akan bernilai positif saat muka gelombang depolarisasi (atau rerata vektor listrik) mendekati (A), dan kemudian menjadi negatif saat melintas dekat (B).
Ada 2 jenis sadapan, yaitu unipolar dan bipolar. EKG lama memiliki elektrode tak berbeda di tengah segitiga Einthoven (yang bisa diserupakan dengan ‘netral’ stop kontak dinding) di potensial nol. Arah sadapan-sadapan ini berasal dari “tengah” jantung yang mengarah ke luar secara radial dan termasuk sadapan (dada) prekordial dan sadapan ekstremitas (VL, VR, dan VF). Sebaliknya, EKG baru memiliki kedua elektrode itu di beberapa potensial dan arah elektrode yang berhubungan berasal dari elektrode di potensial yang lebih rendah ke tinggi, mis., di sadapan ekstremitas I, arahnya dari kiri ke kanan, yang termasuk sadapan ekstremitas adalah I, II, dan III.

a. Sadapan Ekstremitas
Sadapan bipolar standar (I, II, dan III) merupakan sadapan asli yang dipilih oleh Einthoven untuk merekam potensial listrik pada bidang frontal. Elektroda-elektroda diletakkan pada lengan kiri ( LA = Left Arm), lengan kanan (RA = Right Arm), dan tungkai kiri (LL = Left Leg). Sifat kontak dengan kulit harus dibuat dengan melumuri kulit dengan gel elektroda. Sadapan LA, RS, dan LL kemudian dilekatkan pada elektroda masing-masing. Dengan memutar tombol pilihan pada alat perekam pada 1, 2, dan 3, akan terekam sadapan standar ( I, II, dan III).

Alat elektrokardiografi juga mempunyai elektroda, tungkai kanan (RL = Right Leg), dan sadapan yang bertindak sebagai “arde” (ground) dan tidak mempunyai peranan dalam pembentukan EKG.
Sadapan bipolar menyatakan selisih potensial listrik antara 2 tempat tertentu.
  • Hantaran I  = Selisih potensial antara lengan kiri dan lengan kanan (LA-RA)
  • Hantaran II = Selisih potensial antara tungkai kiri dan lengan kanan (LL-RA)
  • Hantaran III = Selisih potensial antara tungkai kiri dan lengan kiri (LL-LA)
-
b. Sadapan Dasar
Sebuah elektrode tambahan (biasanya hijau) terdapat di EKG 4 dan 12 sadapan modern, yang disebut sebagai sadapan dasar yang menurut kesepakatan ditempatkan di kaki kiri, meski secara teoritis dapat ditempatkan di manapun pada tubuh.
-
c. Sadapan Prekordial
Penempatan sadapan prekordial yang benar.
Sadapan prekordial V1 (merah), V2 (kuning), V3 (hijau), V4 (coklat), V5 (hitam), dan V6 (ungu) ditempatkan secara langsung di dada. Karena terletak dekat jantung, 6 sadapan itu tak memerlukan augmentasi. Terminal sentral Wilson digunakan untuk elektrode negatif, dan sadapan-sadapan tersebut dianggap unipolar. Sadapan prekordial memandang aktivitas jantung di bidang horizontal. Sumbu kelistrikan jantung di bidang horizontal disebut sebagai sumbu Z.

Sadapan V1, V2, dan V3 disebut sebagai sadapan prekordial kanan sedangkan V4, V5, dan V6 disebut sebagai sadapan prekordial kiri.


Kompleks QRS negatif di sadapan V1 dan positif di sadapan V6. Kompleks QRS harus menunjukkan peralihan bertahap dari negatif ke positif antara sadapan V2 dan V4. Sadapan ekuifasik itu disebut sebagai sadapan transisi. Saat terjadi lebih awal daripada sadapan V3, peralihan ini disebut sebagai peralihan awal. Saat terjadi setelah sadapan V3, peralihan ini disebut sebagai peralihan akhir. Harus ada pertambahan bertahap pada amplitudo gelombang R antara sadapan V1 dan V4. Ini dikenal sebagai progresi gelombang R. Progresi gelombang R yang kecil bukanlah penemuan yang spesifik, karena dapat disebabkan oleh sejumlah abnormalitas konduksi, infark otot jantung, kardiomiopati, dan keadaan patologis lainnya.

  • Sadapan V1 ditempatkan di ruang intercostal IV di kanan sternum.
  • Sadapan V2 ditempatkan di ruang intercostal IV di kiri sternum.
  • Sadapan V3 ditempatkan di antara sadapan V2 dan V4.
  • Sadapan V4 ditempatkan di ruang intercostal V di linea (sekalipun detak apeks berpindah).
  • Sadapan V5 ditempatkan secara mendatar dengan V4 di linea axillaris anterior.
  • Sadapan V6 ditempatkan secara mendatar dengan V4 dan V5 di linea midaxillaris.
Yang harus diperhatikan dalam melaksanakan perekaman EKG antara ;ain :
  1. EKG sebaiknya direkam pada pasien yang berbaring di tempat tidur yang nyaman atau pada meja yang cukup lebar untuk menyokong seluruh tubuh. Pasien harus istirahat total untuk memastikan memperoleh gambar yang memuaskan. Hal ini paling baik dengan menjelaskan tindakan terlebih dahulu kepada pasien yang takut untuk menghilangkan ansietas. Gerakan atau kedutan otot oleh pasien dapat merubah rekaman.
  2. Kontak yang baik harus terjadi antara kulit dan elektroda. Kontak yang jelek dapat mengakibatkan rekaman suboptimal.
  3. Alat elektrokardiografi harus distandarisasi dengan cermat sehingga 1 milivolt (mV) akan menimbulkan defleksi 1 cm. Standarisasi yang salah akan menimbulkan kompleks voltase yang tidak akurat, yang dapat menimbulkan kesalahan penilaian.
  4. Pasien dan alat harus di arde dengan baik untuk menghindari gangguan arus bolak-balik.
  5. Setiap peralatan elektronik yang kontak dengan pasien, misalnya pompa infus intravena yang diatur secara elektrik dapat menimbulkan artefak pada EKG.
-
5. Irama Normal Pada EKG
Rekaman EKG biasanya dibuat pada kertas yang berjalan dengan kecepatan standard 25mm/ detik dan defleksi 10mm sesua dengan potensial 1mV
Gambaran EKG normal menunjukkan bentuk dasar sebagai berikut :
  1. Gelombang P : Gelombang ini pada umumnya berukuran kecil dan merupakan hasil depolarisasi atrium kanan dan kiri.
  2. Segmen PR : Segmen ini merupakan garis iso-elektrik yang menghubungkan antara gelombang P dengan Kompleks QRS
  3. Kompleks QRS : Kompleks QRS merupakan suatu kelompok gelombang yang merupakan hasil depolarisasi ventrikel kanan dan kiri.Kompleks QRS pada umumnya terdiri dari gelombagn Q yang merupakan gelombang defleksi negatif pertama, gelombang R yang merupakan gelombang defleksi positif  pertama, dan gelombang S yang merupakan gelombang defleksi negatif pertama setelah gelombang R.
  4. Segmen ST : Segmen ini merupakan garis iso-elektrik yang menghubungkan kompleks QRS dengan gelombang T
  5. Gelombang T : Gelombang T merupakan pontesial repolarisasi dari ventrikel kiri dan kanan
  6. Gelombang U : Gelombang in berukuran kecil dan sering tidak ada. Asal gelombang ini masih belum jelas

Dalam melaporkan hasil EKG sebaiknya mencakup hal-hal beikut :
  1. Frekuensi (heart rate)
  2. Irama jantung (Rhyme)
  3. Sumbu jantung (Axis)
  4. Ada /tidaknya tanda tanda hipertrofi (atrium/ventrikel)
  5. Ada/tidaknya tanda tanda kelainan mikard (iskhemi/ injuri/infark)
  6. Ada/tidaknya tanda tanda akibat gangguan lain (efek obat obatan, gangguan keseimbangan elektrolit, gangguan fungsi pacu jantung )
-
Silahkan Download Contoh gambaran EKG pada beberapa keadaan :
-
Sumber Referensi :
  • Buku Panduan Kursus Banruan Hidup Jantung Lanjul (BHJL). ACLS Indonesia. PERKI : 2010
  • Dharma S. Pedoman Praktis Interpretasi EKG. Jakarta : EGC. 2010
  • http://id.wikipedia.org/wiki/Elektrokardiogram
  • http://www.ecglibrary.com
  • http://belibis-a17.com/2010/07/30/elektrokardiogram-ekg/?like=1&_wpnonce=2467082b36

Membaca Hasil EKG


1. Irama jantung
- Lihat di lead II
- Lihat gel. P : (+); (-); (tidak ada)
- Lihat komplek QRS (sempit atau lebar)

  1. Irama Sinus
- Gelombang P defleksi (+) positif/cembung keatas.
- QRS sempit <= 3 kotak kecil
- Frekwensi normal 60-100 x/m, disebut sinur ritme
- Bila HR <> 100 x/m disebut sinus takikardi

  1. Irama Junction
- Gel P defleksi (-) negatif/cekung kebawah
- QRS sempit <= 3 kotak kecil
- Frekwensi 40-60 x/m

  1. Irama Ventrikel
- Gelombang P Tidak ada/lurus
- QRS lebar > 3 kotak kecil
- Frekwensi 20-40 x/m

2. Menghitung Frekwensi (x/menit)
- Bagi 1500 dengan jarak R-R (kotak kecil) atau
- Bagi 300 dengan jarak R-R (kotak sedang)
- Hitung gel R dalam 6 detik kalikan dengan 10.

3. Menentukan Adanya Gangguan Konduksi

            A. Blok AV
                  Hitung panjang interval PR, dimana panjang PR lebih dari 0,2 detik atau 5 kotak kecil
1) AV blok derajat I
- Interval PR memanjang > 5 kotak kecil secara konstan.
- Durasi/panjang Interval PR satu dengan interval PR berikutnya sama
- Setiap P diikuti Kompleks QRS

                  2) AV blok derajat II Mobitz type I (Wenckebach)
- Durasi/panjang Interval PR satu ke Interval PR berikutnya makin panjang.
- Ada gelombang P yang tidak diikuti Kompleks QRS.

                 3) AV blok derajat II Mobitz type II
- Durasi/panjang Interval PR normal.
- Ada gelombang P yang tidak diikuti Kompleks QRS.

                 4) AV blok derajat III/ Total AV Blok (TAVB)
- Gelombang P lebih banyak daripada Kompleks QRS hampir dua kali lipat
- Gelombang P tidak diikuti oleh Kompleks QRS.
- Kompleks QRS terbentuk dari depolarisasi Ventrikel

                 B.
Blok Cabang Berkas/ Bundle Branch Block (BBB)
- Identifikasi adanya bentuk komplek QRS seperti huruf M dengan lebar lebih dari 0,12 detik.
- Tentukan pada sadapan berapa Komplek QRS seperti hurup M tersebut
- Bila Kompleks QRS yang menyerupai huruf M ada di V1-V3 diidentifikasi sebagai RBBB, Bila terdapat di lead V4-V6 disebut LBBB

4. Menentukan Adanya Ganguan Perfusi
- Identifikasi adanya T inversi, ST depresi dan elevasi, dan Q pathologi.
- Q patologi bermakna kematian jaringan otot jantung/old infark
- ST Elevasi dan depresi bermakna infark akut
- T inverted artinya iskemi

5. Menentukan aAdanya Hipertropi
- Jumlahkan gel S di V1 dengan R di V5/V6, BILA > 35 KK menggambarkan LVH
- Identifikasi perbandingan antara S dengan R di V1



Sumber : http://perawatgawatdarurat.blogspot.com 



Rumah Sakit Bermutu Bisa Dilihat dari UGD

img
 
Banyak faktor untuk menilai seberapa bagus rumah sakit dalam menangani pasiennya. Kemampuan Unit Gawat Darurat (UGD) adalah salah satunya, karena dari sini biasanya pasien mendapat pertolongan pertama sebelum dirawat.

"UGD (Unit Gawat Darurat) yang tanggap, akurat dan cepat menghindarkan salah diagnosis sehingga pasien tidak meninggal dalam waktu 24 jam setelah masuk rumah sakit," jelas Prof Hasbullah Thabrany, Guru Besar FKM UI saat dihubungi detikHealth, Senin (7/2/2011).

Pasien yang masuk UGD ini mempunyai penyakit beragam mulai dari pencernaan, jantung hingga kecelakaan yang perlu penanganan cepat. Maka itu di UGD dituntut memiliki kemampuan dokter yang bisa mendiagnosa tepat dalam waktu cepat.

Karena yang tinggi seperti itu, maka dokter yang berjaga di instalasi gawat darurat harus memiliki kemampuan yang baik. Dokter tersebut harus bisa membuat rujukan yang efektif kemana pasien akan dirujuk setelah itu.

Selain UGD menurut Prof Thabrany, yang bisa dijadikan alat ukur kualitas rumah sakit adalah:
  1. Jumlah pasien yang meninggal setelah 48 jam dirawat di rumah sakit.
  2. Jumlah pasien yang dirawat di ruangan atau klinik
  3. Waktu kesembuhan penyakit tertentu, seperti tipes dan demam berdarah yang tidak melalui UGD.
  4. Jumlah pasien yang kembali ke rumah sakit dalam waktu 2 minggu dengan keluhan penyakit yang sama
  5. Jumlah pasien yang mengalami infeksi nosokomial, yaitu infeksi yang terjadi pada pasien selama di rumah sakit.

"Jadi memang ada banyak indikator yang digunakan untuk mengukur kualitas rumah sakit," jelas Prof Thabrany.

Karena banyaknya indikator kualitas ini, lanjut Prof Thabrany, maka seharusnya pemerintah secara berkala menetapkan ranking indikator rumah sakit.

"Kalau kayak bank itu kan ada peringkatnya masing-masing. Sayangnya, di Indonesia belum ada rangking kualitas untuk rumah sakit. Diukur dan dipantau saja belum, adanya cuma akreditasi yang baru 30 persen dan hanya penyerahkan kertas-kertas," ungkap Prof Thabrany yang pernah menjabat sebagai Dekan FKM UI.

Prof Thabrany sangat menyayangkan hingga kini belum adanya ranking indikator kualitas rumah sakit tersebut. Menurutnya, rumah sakit merupakan tempat pasien mempercayakan kesehatan dan kesembuhan, sehingga perlu adanya ranking kualitas, layaknya Bank.

Belum adanya ranking indikator kualitas rumah sakit, diakui Prof Thabrany menyulitkan masyarakat awam untuk menilai secara mudah rumah sakit mana yang memiliki kualitas yang baik.

"Dan yang perlu diperhatikan, masyarakat jangan hanya menilai kualitas rumah sakit dari gedung atau peralatan canggih yang diiklankan sebuah rumah sakit. Masyarakat jangan mau tertipu. Justru rumah sakit yang mengiklankan seperti itu adalah rumah sakit yang jelek karena berusaha menutupi kualitasnya dengan iklan alat-alat canggih," jelas Prof Thabrany.
 
 
Sumber : Detikhealth.com

Belatung Bersihkan Luka Lebih Cepat Daripada Perawatan Normal


Menaruh belatung pemakan daging di dalam luka menganga mungkin bukan gagasan yang baik sama sekali, tapi hewan itu benar-benar membersihkan luka jauh lebih cepat dibandingkan dengan perawatan normal, meskipun itu tak mengarah kepada kesembuhan lebih cepat.

Hasil ujicoba klinik yang diawasi untuk pertama di dunia mengenai penggunaan belatung sebagai obat pekan lalu memperlihatkan bagi sebagian pasien, terapi itu juga lebih menyakitkan.

Menurut studi yang disiarkan di dalam British Medical Journal, kedengarannya gagasan itu mengerikan, karena belatung memiliki sejarah panjang dalam bidang pengobatan.

Ahli bedah petempuran Napoleon sangat tertarik pada belatung, dan hewan tersebut dimanfaatkan selama Perang Saudara Amerika dan di dalam parit perlindungan dalam Perang Dunia I.

Yang paling belakangan, para ahli medis kembali telah berpaling kepada kemampuan penyembuhan hewan kecil itu, termasuk potensinya untuk mencegah infeksi berbahaya seperti "methicillin-resistant Staphylococcus ausreus (MRSA)."

Untuk mengetahui lebih banyak, para peneliti di University of York, Inggris, merekrut 267 pasien dengan borok yang berhubungan dengan urat darah halus di kaki dan merawat mereka dengan menggunakan belatung atau "hydrogel", produk standard pembersih luka.

Mereka tak menyaksikan perbedaan mencolok dalam hasil atau biaya.

"Kelihatannya tidak layak untuk melanjutkan penelitian pada kelompok pasien khusus ini, jika apa yang anda tuju ialah kesembuhan yang lebih cepat," kata peneliti Nicky Cullum dalam suatu wawancara telefon.

Belatung mungkin memiliki manfaat bagi beberapa bidang khusus, seperti menyiapkan pasien bagi operasi pemindahan kulit, kondisi pembersihan luka yang lebih cepat berarti pasien dapat dipindahkan ke ruang operasi lebih cepat pula.

Namun, pengukuhan cara itu akan memerlukan studi klinik lebih lanjut.

Terapi dengan menggunakan belatung berhasil karena belatung hanya memakan jaringan yang mati dan membusuk, sehingga luka jadi bersih. Hewan itu tak menggali jauh ke dalam daging yang sehat, dan memilih untuk saling memangsa ketika mereka kehabisan makanan.


Sumber: republika


Dasar - Dasar Elektrokardiogram (EKG)

I. Kelistrikan Jantung


Pencetus impuls listrik jantung muncul dari SA Node terus menjalar ka AV Node, Berkas His, Cabang Berkas Kiri dan Kanan, Serabut Purkinje dan akhirnya sampai ke otot ventrikel jantung.
Arus listrik yang menjalar dari SA Node ke Berkas His membentuk Interval PR (lihat garis merah pada gambar diatas), dan arus listrik dari Cabang berkas sampai serabut purkinje membentuk Kompleks QRS (lihat garis hijau pada gambar diatas).

Durasi normal Interval tidak lebih dari 5 kotak kecil (kk), dan Kompleks QRS tidak lebih dari 3 kk. Untuk menghitung frekwensi detak jantung digunakan rumus : 1500: Interval R-R ( jarak R satu ke R berikutnya dalam kotak kecil).

II. Irama Jantung
Irama jantung terdiri dari 3 macam yaitu Irama Sinus, Irama Junction, dan Irama Ventrikel. Masing-masing irama dinamai sesuai dengan asal impuls listrik yang keluar. Bila pencetus impuls listrik keluar dari SA Node maka irama yang muncul disebut Irama Sinus, dari SA Node muncul Irama Junction dan dari Ventrikel disebut Irama Idioventrikuler (baca: Irama Ventrikel).

A. Irama Sinus
Asal impuls dari SA Node, kalau diibaratkan listrik di rumah pencetus SA Node ini adalah PLN sehingga dia mempunyai daya yang kuat mampu menghasilkan impuls 60-100x/menit. Ciri irama sinus adalah :
1. Gelombang P (+) (membentuk gambar cembung seperti bukit)
2. Kompleks QRS sempit tidak lebih dari 3 kotak kecil atau 0,12 detik.
Bila denyutan jantung normal 60-100 x/menit disebut irama sinus ritme, lebih dari 100x/menit disebut irama sinus takikardi, dan bila kurang dari 60x/menit disebut irama sinus bradikardi.
 
B. Irama Junction
Asal impuls dari area junction, impuls ini muncul bila SA Node gagal mengeluarkan impuls karena berbagai sebab. SA Node diibaratkan Genset dia tidak bisa menghasilkan daya sekuat listrik dari PLN hanya mampu menghasilkan impuls 40-60x/menit. Ciri irama junction adalah:
1. Gelombang P (-) (membentuk gambar cekung seperti lembah)
2. Kompleks QRS sempit tidak lebih dari 3 kotak kecil atau 0,12 detik.

Contoh Irama Junction takikardi







C. Irama Ventrikel
Asal impuls dari area Ventrikel, ibarat lampu templok dayanya kecil sekali hampir tidak bisa menerangi rumah, seperti itulah kira-kira irama ventrikel daya pompa jantung sudah sangat lemah, menghasilkan impuls 20-40 x/menit.
1. Gelombang P tidak ada
2. Kompleks QRS lebar lebih dari 3 kotak kecil atau 0,12 detik.

Bila denyut jantung lebih dari 40x/menit disebut Irama Ventrikel Takikardi. Bila sahabat menemui kasus seperti ini, segera raba denyut karotis pasien. Irama Ventrikel Takikardi dengan nadi tidak teraba perlu segera terapi kejut listrik (DC Shock).









Bila daya listrik jantung terus menurun, dia akan menunjukkan irama Ventrikel Fibrilasi seperti gambar dibawah ini :









III. Blok Jantung
Blok jantung merupakan hambatan pada jalur listrik jantung, ibarat kabel listrik dia sudah mulai berkarat sehingga konduksi listrik jadi melambat/terhalang.

A. AV Blok
AV Blok terjadi bila jalur SA Node ke AV Node (yang membentuk interval PR pada EKG) terhambat, maka Interval PR menjadi lebih panjang. Ibarat jalan tol macet, maka jarak tempuh ke tempat tujuan menjadi lebih lama. AV Blok dibagi menjadi 3 derajat sesuai tengan tingkat keparahan.

1. AV Blok derajat I
a. Interval PR memanjang > dari 5 kotak kecil
b. Durasi Interval PR setiap beat adalah sama.




Pada contoh gambar diatas menunjukkan interval PR lebih panjang dari normal yaitu 7 kk, dan setiap beat panjangnya sama.
2. AV Blok derajat 2 type mobitz I
a. Interval PR makin panjang dari 1 beat ke beat berikutnya.
b. Ada gelombang P yang tidak diikuti Kompleks QRS.

Pada contoh gambar diatas interval PR makin panjang yaitu 4kk, 9kk, 11kk, kemudian kompleks QRSnya tidak ada/menghilang.

3. AV Blok derajat 2 type mobitz II
a. Interval PR bisa normal, bisa panjang, tetapi tidak seperti mobitz 2 yang makin panjang.
b. Ada gelombang P yang tidak diikuti Kompleks QRS.
Pada contoh gambar diatas interval PR normal, tetapi ada gelombang P yang tidak diikuti kompleks QRS.

4. AV Blok derajat 3 / Total AV Blok (TAVB)
a. Gelombang P bisa 2 kali lebih banyak dari kompleks QRS.
b. Gelombang P dan kompleks QRS membentuk pola irama sendiri-sendiri.



B. Bundle Branch Block/Blok Cabang Berkas
Hambatan terjadi di jalur Cabang Berkas, karena cabang berkas terletak di area Ventrikel maka terjadi perubahan pada Kompleks QRS.
Ciri-ciri Rigth Bundle Branch Block (RBBB):
  1. 1. Kompleks QRS melebar lebih dari 3 kk
  2. 2. Kompleks QRS menyerupai huruf M (M Shape) di lead V1 dan V2.
Pada contoh gambar diatas Kompleks QRS mempunyai dua R, r pertama lebih kecil dan R kedua lebih besar yang mirip huruf M.

Ciri-ciri Left Bundle Branch Block sama dengan RBBB yaitu Kompleks QRS melebar dan membentuk seperti huruf M. Perbedaannya terletak pada kemunculan M Shape yang pada LBBB terlihat di lead-lead kiri yaitu I, aVL, V5 dan V6.



Sumber : http://perawatgawatdarurat.blogspot.com





Elektro Enselografi (EEG)

1. Pengertian
Elektroenchelpalograph/Elektro Enselo Grafi (EEG) adalah suatu alat yang mempelajari gambar dari rekaman aktifitas listrik di otak, termasuk teknik perekaman EEG dan interpretasinya. Neuron-neuron di korteks otak mengeluarkan gelombang-gelombang listrik dengan voltase yang sangat kecil (mV), yang kemudian dialirkan ke mesin EEG untuk diamplifikasi sehingga terekamlah elektroenselogram yang ukurannya cukup untuk dapat ditangkap oleh mata pembaca EEG sebagai gelombang alfa, beta, theta dan sebagainya.

 Pemeriksaan Elektroenchepalograph (EEG)

2. Tujuan
Kalangan kedokteran menggunakan sinyal EEG untuk diagnosa penyakit yang berhubungan dengan kelainan otak dan kejiwaan. Walaupun penggunaan teknik modern seperti CT Scan dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) dapat memeriksa otak, namun EEG tetap berguna mengingat sifatnya yang non-destruktif, dapat digunakan secara on line dan sangat murah harganya dibandingkan kedua metoda. Disamping keunggulan lain, sinyal EEG dapat mengidentifikasi kondisi mental dan pikiran, serta menangkap persepsi seseorang terhadap rangsangan luar

3. Cara Kerja
Transformasi sinyal EEG menjadi suatu model, merupakan suatu cara yang sangat efektif dalam membantu klasifikasi sinyal EEG, mengidentifikasi serta mengestimasi spektrum sinyal EEG. Sinyal EEG mengandung komponen-komponen tertentu, yang dikenal sebagai gelombang alfa (8-13 Hz), beta (14-30 Hz), teta (4-7 Hz), dan delta (0.5-3 Hz), sehingga transformasi sinyal EEG menjadi daerah-daerah frekuensi merupakan hal yang sangat berguna, terutama dalam identifikasi gelombang-gelombang di otak.

- Alfa 8 – 13 Hz Relaks, mata tertutup
- Beta > 14 Hz Aktifitas/ berfikir
- Teta 4 – 7 Hz Tidur ringan/ stres emosional
- Delta 0,5 – 3 Hz Tidur nyenyak

4. Persiapan Pasien
- Identitas penderita harus dicatat lengkap
- Tingkat kesadaran penderita harus dicatat, untuk menghindari salah interpretasi EEG.
-Obat-obatan yang dikonsumsi oleh pasien harus diidentifikasi, oleh karena beberapa obat-obatan tertentu yang dapat mempengaruhi frekuensi maupun bentuk gelombang otak. -Saat terbaik perekaman adalah pada saat bebas obat sehingga gelombang otak yang didapat adalah gelombang otak yang bebas dari pengaruh obat.
- Premedikasi, dosis dan berapa lama sebelum perekaman harus diidentifikasi dengan jelas.
- Tidak hipoglikemia
- Pasien dalam keadaan tenang dan rileks.
- Kulit kepala dalam keadaan bersih, bebas kotoran, debu, minyak dan kulit yang mati.
- Perhatikan adanya bekas luka, bekas kraniotomi.
- Penyuluhan penderita sebelum perekaman tentang tujuan dilakukannya EEG, apa yang dilakukan teknisi terhadap dirinya sebelum dan saat perekaman, apa yang harus dilakukan penderita saat perekaman dan apa yang akan dirasakan oleh penderita saat perekaman.
- Identifikasi hasil neuroimaging yang sudah dilakukan.

5. Prosedur Kerja



- Sebelum melakukan prosedur perekaman EEG sebaiknya diketahui Standard Minimal
- Perekaman EEG menurut The American EEG Society Guidelines in EEG, yaitu memakai minimal 16 channel yang bekerja secara simultan. Setiap area di otak bisa memberikan pola yang sama atau berbeda pada waktu yang bersamaan, dan menurut pengalaman diperlukan perekaman pada minimal 8 area di otak secara simultan untuk mendapatkan distribusi pola EEG. Perekaman dengan 8 channel secara simultan diperkirakan cukup mencakup permukaan otak untuk menghindari misinterpretasi.

Memakai minimal 17 elektrode pencatat. Semua elektroda ini harus mencakup area frontal, central, parietal, oksipital, temporal, auricular atau mastoid, vorteks dan elektroda ground.

- Kedua system monopolar (referensial) dan bipolar (diferensial) harus digunakan secara rutin. Setiap system montage mempunyai keunggulan dan kekurangan, sehingga penggunaan kedua system sekaligus adalah esensial untuk mendapatkan informasi yang akurat.
- Harus ada prosedur buka tutup mata. Aktifitas alfa dapat memberi informasi tentang fungsi abnormal otak. Aktifitas paroksismal dapat pula dicetuskan oleh prosedur ini.
- Mesin EEG harus dikalibrasi di awal dan di akhir rekaman. Perubahan setting alat selama perekaman harus dicatat.
- Lama perekaman minimal 15-20 menit pada penderita sadar. Bila ada prosedur stimulasi fotik, hiperventilasi dan tidur maka lama perekaman harus ditambah. EEG adalah sample waktu dari kehidupan seseorang, dan waktu 20 menit adalah waktu yang sangat singkat untuk menarik suatu kesimpulan dari suatu kerja atau suatu fungsi otak seseorang. Oleh karena itu semakin lama perekaman maka semakin besar kemungkinan kita untuk menemukan abnormalitasnya.
- Keadaan pasien harus selalu dipantau dan dicatat.
6. Pembacaan Hasil
Mendapatkan rekaman EEG yang baik dan benar adalah salah satu dari tujuan utama dari pemeriksaan EEG selain interpretasi yang benar. EEG adalah alat untuk menunjang tegaknya diagnosa, selama kita dapat memperoleh rekaman yang baik dan benar. Rekaman yang tidak baik justru akan menyesatkan tegaknya diagnosa. Ada pepatah yang mengatakan “Bad EEG is worse than no EEG at all”.

Pembacaan EEG oleh dokter dijadikan acuan untuk tindakan dan penanganan selanjutnya kepada pasien.

Hasil Pemeriksaan EEG
 

Sumber Referensi :
- http://ainkobra.wordpress.com/2008/11/14/elektoenchepalograph-eeg
- http://elektromedik.blogspot.com/2008/04/eeg-elektro-encelografi.html


Efek Samping Mengejutkan Dari Antibiotik

Antibiotik telah banyak digunakan untuk menyembuhkan berbagai jenis penyakit yang disebabkan oleh bakteri. Tapi ada beberapa efek samping antibiotik yang mengejutkan dan belum banyak diketahui orang. 

 Antibiotik

Antibiotik merupakan senyawa atau kelompok obat yang dapat mencegah perkembangbiakan berbagai bakteri dan mikroorganisme berbahaya dalam tubuh. Selain itu, antibiotik juga digunakan untuk menyembuhkan penyakit menular yang disebabkan oleh protozoa dan jamur.
Tapi belum banyak orang yang tahu bahwa antibiotik juga dapat menyebabkan efek samping yang cukup membahayakan. Dilansir dari Ehow, Jumat (17/9/2010), berikut beberapa efek samping antibiotik:

1. Gangguan pencernaan
Salah satu efek samping antibiotik yang paling umum adalah masalah pencernaan, seperti diare, mual, kram, kembung dan nyeri.

2. Gangguan fungsi jantung dan tubuh lainnya
Beberapa orang yang mengonsumsi antibiotik mengalami jantung berdebar-debar, detak jantung abnormal, sakit kepala parah, masalah hati seperti penyakit kuning, masalah ginjal seperti air kecing berwarna gelap dan batu ginjal dan masalah saraf seperti kesemutan di tangan dan kaki.

3. Infeksi
Efek samping yang paling rentan dirasakan perempuan adalah infeksi jamur pada organ reproduksi yang dapat menyebabkan keputihan, gatal dan vagina mengeluarkan bau serta cairan.

4. Alergi
Orang yang mengonsumsi antibiotik juga sering mengalami alergi, bahkan hingga bertahun-tahun. Alergi yang sering terjadi adalah gatal-gatal dan pembengkakan di mulut atau tenggorokan.

5. Resistensi (kebal)
Orang yang keseringan minum antibiotik bisa mengalami resistensi atau tidak mempan lagi dengan antibiotik. Ketika seseorang resisten terhadap antibiotik, ada beberapa penyakit dan infeksi yang tidak dapat lagi diobati, sehingga memerlukan antibiotik dengan dosis lebih tinggi. Semakin tinggi dosis maka akan semakin menimbulkan efek samping yang serius dan mengancam jiwa.

6. Gangguan serius dan mengancam nyawa
Penggunaan antibiotik dosis tinggi dan dalam jangka lama dapat menimbulkan efek sampaing yang sangat serius, seperti disfungsi atau kerusakan hati, tremor (gerakan tubuh yang tidak terkontrol), penurunan sel darah putih, kerusakan otak, kerusakan ginjal, tendon pecah, koma, aritmia jantung (gangguan irama jantung) dan bahkan kematian.

Untuk menghindari efek samping antibiotik yang berbahaya tersebut, maka sangat dianjurkan untuk menggunakan antibiotik sesuai dengan dosis dan aturan pemakaian.  


Sumber : detikHealth



Minggu, 27 Februari 2011

Jenis Luka Berdasarkan Penyebab

1. Pengertian
Luka (Vulnus) adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh

 Salah satu jenis luka : Vulnus Scissum
 
2. Etiologi
a. Mekanis / traumatis
b. Perubahan suhu
c. Zat kimia
d. Ledakan
e. Sengatan listrik
f. Gigitan hewan

3. Tipe Luka (Vulnus)
1). Vulnus Laceratum (Laserasi/Robek)
Jenis luka ini disebabkan oleh karena benturan dengan benda tumpul, dengan ciri luka tepi luka tidak rata dan perdarahan sedikit luka dan meningkatkan resiko infeksi.

2). Vulnus Excoriasi (Luka Lecet)
Penyebab  luka karena kecelakaan atau jatuh yang menyebabkan lecet pada permukaan kulit merupakan luka terbuka tetapi yang terkena hanya daerah kulit.

3). Vulnus Punctum (Luka Tusuk)
Penyebab adalah benda runcing tajam atau sesuatu yang masuk ke dalam kulit, merupakan luka terbuka dari luar tampak kecil tapi didalam mungkin rusak berat, jika yang mengenai abdomen/thorax disebut vulnus penetrosum(luka tembus).

4). Vulnus Contussum (Luka Kontusio)
Penyebab : benturan benda yang keras. Luka ini      merupakan luka tertutup, akibat dari kerusakan pada soft tissue dan ruptur pada pembuluh darah menyebabkan nyeri dan berdarah  (hematoma) bila kecil maka akan diserap oleh jaringan di sekitarya jika organ dalam terbentur dapat menyebabkan akibat yang serius

5). Vulnus Scissum/Insivum (Luka Sayat)
Penyebab dari luka jenis ini adalah sayatan benda tajam atau jarum merupakan luka terbuka akibat dari terapi untuk dilakukan tindakan invasif, tepi luka tajam dan licin.

6). Vulnus  Schlopetorum (Lika Tembak)
Penyebabnya adalah tembakan, granat. Pada pinggiran luka  tampak kehitam-hitaman, bisa tidak teratur kadang ditemukan corpus alienum.

7). Vulnus Morsum (Luka Gigitan)
Penyebab adalah gigitan binatang atau manusia, kemungkinan infeksi besar bentuk luka tergantung dari bentuk gigi.

8). Vulnus Perforatum (Luka Tembus)
Luka jenis ini merupakan luka tembus atau luka  jebol. Penyebab oleh karena panah, tombak atau proses infeksi yang meluas hingga melewati selaput serosa/epithel organ jaringan.

9). Vulnus Amputatum (Luka Terpotong)
Luka potong, pancung dengan penyebab benda tajam ukuran besar/berat, gergaji. Luka membentuk lingkaran sesuai dengan organ yang dipotong. Perdarahan hebat, resiko infeksi tinggi, terdapat gejala pathom limb.

10). Vulnus Combustion (Luka Bakar)
Penyebab oleh karena thermis, radiasi, elektrik ataupun  kimia  Jaringan kulit rusak dengan berbagai derajat mulai dari lepuh (bula – carbonisasi/hangus). Sensasi nyeri dan atau anesthesia. 


 Sumber Referensi :
- http://honey72.wordpress.com/2010/02/14/jenis-%E2%80%93-jenis-luka
- http://dr-suparyanto.blogspot.com/2010/05/luka-vulnus.html