I.Pengertian
Ulkus mole adalah penyakit menular seksual (PMS) yang akut, ulseratif, dan biasanya terlokalisasi di genitalia atau anus dan sering disertai pembesaran kelenjar di daerah inguinal (bubo). Ulkus mole diketahui menyebar dari satu orang ke orang lain melalui hubungan seksual. Sinonim ulkus mole adalah chancroid, soft chancre, atau soft sore.
Ulkus mole lebih sering menyerang pria terutama yang sering melakukan prostitusi dibanding wanita.Perbandingan antara laki-laki dan perempuan yang berpotensi adalah 10 : 1, dan lebih banyak pada laki-laki heterosexual, di dapat dari penderita yang asimtomatik, biasanya pada wanita pekerja seks.
Penyebaran infeksi ulkus mole dari kontak seksual dengan wanita pekerja seks yang memiliki ulkus genital. Kemungkinan penyebaran ulkus mole setelah seseorang berhubungan seksual adalah 0,35%, dan wanita yang terinfeksi tanpa pengobatan tetap menularkan penyakit ini sampai 45 hari dimana gejala klinis berupa lesi mulai terlihat.
II. Etiologi
Ulkus mole merupakan penyakit menular seksual yang disebabkan oleh basil gram negatif Haemophilus ducreyi.
Ulkus mole merupakan penyakit menular seksual yang disebabkan oleh basil gram negatif Haemophilus ducreyi.
Bassereau memisahkan ulkus mole dan sifilis tahun 1852. ‘Mix chancre’ dimana ulkus mole dan sifilis terjadi bersamaan dijelaskan pertama kali oleh Rollet tahun 1859. Ducreyi mengidentifikasi bakteri H. ducreyi tahun 1889.
H. ducreyi merupakan bakteri gram negatif, fakultatif anaerob dan membutuhkan hemin (faktor X) untuk bertumbuh. Organisme ini berukuran kecil, tidak memiliki motil, dan tidak membentuk spora.
III. Patogenesis
H. ducreyi menghasilkan toksin sitoletal, faktor virulensi penting pada patogenesis ulkus mole. Diduga toksin ini yang meyebabkan prognosis ulkus pada genitalia sulit untuk sembuh.Penyebaran ulkus mole melalui virus yang menyerang sistem imun manusia yang menurun. Reseptor berupa simokin CCR5 dan CXCR4 yang termasuk kelas 7 transmembran G-protein-reseptor, dan ikatan alami yang menyerang sel imun pada satu tempat dan terbentuk inflamasi. CCR5 dan 2 co-reseptor penting, esensial keluar menjadi HIV. Makrofag dalam lesi dari cancroid berpeluang besar meningkatkan ekspresi dari CCR5 dan CXCR4 bersama dengan sel darah perifer, sel CD4 T berpeluang menurunkan regulasi dari CCR5. Beta-simokin RANTES (mengaktifkan regulasi, sel T normal dan sekretnya) dalam ikatan yang penting untuk CCR5. RANTES menimbukan papul dan pustul dari infeksi ulkus mole tetapi tidak menyebabkan infeksi pada kulit. Bersama dengan mukosa dan barier kulit, muncul sel dengan regulasi yang menurun dari HIV-1 co-reseptor dalam lesi infeksi H ducreyi dengan lingkungan yang fasilitasnya buruk dan menyebabkan infeksi HIV-1. Pengobatan yang mudah dan efektif dari ulserasi genital, dan ulkus mole dari partikuler, bagian yang penting dari beberapa strategi untuk mengontrol perkembangan dari infeksi HIV di negara-negara tropis.
Pada pemeriksaan biopsi dari ulkus mole dikalsifikasikan menjadi 3 daerah inflamasi dibawah ulkus. Daerah pertama terdiri dari daerah yang nekrotik, fibrin, dan neutropil. Daerah tengah adalah daerah dengan jaringan granulasi dan zona yang paling bawah terdiri dari limfosit dan plasma sel. Gram-negatif dari basil hanya daapt ditemukan dengan menggunakan pewarnaan Gram atau Giemsa dan dapat dilhat baik dengan Smears.
Awalnya, mikroorganisme melakukan penetrasi pada defek pertahanan epidermis. Bakteri yang masuk memberi rangsangan inflamasi sehingga terjadi infiltrasi limfosit, makrofag, granulosit dengan mediator utama TH-1 sebagai respon imun dan inflamasi pyogenik. Perkembangan ulkus mole disertai juga limfadenitis akibat inflamasi pyogenik.
IV. Gambaran klinis
Masa inkubasi bakteri 3-10 hari.Setelah melewati masa inkubasi, pasien mengeluh muncul papul eritematous yang nyeri pada daerah kontak seks. Papul kemudian menjadi pustul kemudian ruptur dan mudah berdarah. Biasanya terbentuk 1-3 ulkus yang nyeri. Pria cenderung memiliki gejala nyeri pada lesi atau nyeri inguinal. Kebanyakan gejala pada wanita asimtomatik walalupun kadang muncul gejala yang kurang jelas, seperti disuria, dispareunia, sekret vagina, nyeri defekasi, atau perdarahan rektal. Gejala konstitusi seperti malaise dan demam ringan kadang-kadang terlihat.
Pada pria, daerah yang paling sering terkena ulkus adalah prepusium, sulkus koronalis, frenulum, dan jarang pada anus. Pada wanita, daerah yang paling sering terkena ulkus adalah labia, frenulum labiorum pudendi, klitoris, atau anus. Sangat jarang lesi terdapat pada orifisium vagina, serviks, atau intrauretra. Ekstensi lokal terdapat pada abdomen, perineum, atau paha. Ulkus ekstragenital dapat terjadi di tangan, dada, bibir, atau mulut.
Secara klinis, ulkus mole ditandai dengan ulserasi kronik dan nyeri, dekstruktif yang dimulai di prepusium atau glans dan menyebar langsung sepanjang penis. Sering kali menyerang skrotum atau pubis. Tepi yang ulserasi cenderung meninggi dan tegang.Dasar granulasi yang gampang berdarah ditutupi oleh jaringan nekrotik yang tipis, eksudat purulen dan kotor.Jaringan disekitarnya bisa juga udem dan berwarna kemerahan serta jaringan limpa dapat juga membengkak. Meskipun tidak khas untuk menandai gambaran klinisnya.
V. Pemeriksaan Penunjang
H. ducreyi merupakan mikroorganisme yang sulit dikultur. Untuk mengkultur bakteri tersebut diperlukan teknik dan keterampilan khusus. Pemeriksaan kultur merupakan gold standard untuk mendeteksi H. ducreyi.H. Ducreyi tumbuh pada suhu terbaik 33oC kelembaban atmosfer yang mengandung karbondioksida 5%. Untuk mendapatkan sensitivitas yang tinggi pada isolasi primer, dirokemendasikan penggunaan 2 media sekaligus yang ditambahkan dengan hemoglobin dan serum. Beberapa media yang dapat digunakan adalah media selektif Chocolate Agar ditambah 1% isovitalex yang mengandung 3 ìg/ml vancomycin, Heart Infusion Agar (HIA agar) dengan 5% defibrinasi darah kecil atau 10% serum fetal calf serum dan Chocolate Mueller Hinton agar dengan 5% darah kuda. Pada biakan nampak koloni kecil, non mukoid, abu-abu kuning, semi opak atau translusen dapat digeser pada permukaan agar dalam keadaan utuh, nampak 2-4 hari, tetapi biasa 7 hari setelah inokulasi.
Apusan kapas digunakan untuk mengambil spesimen dari dasar ulkus, kemudian digaris pada kaca gelas. Organisme hanya bertahan hidup 2-4 jam pada swab jika tidak ditempatkan dalam lemari pendingin. Tidak ada sistem transpor yang memuaskan. Jumlah H.ducreyi pada eksudat ulkus antara 107-108/ml pus. Pada pus kelenjar ingunal yang meradang tidak didapatkan mikroorganisme tetapi terdapat pada abses inguinal. Gambaran mikroskopis yang muncul adalah segumpal basil gram negatif menyerupai ‘school of fish’ dan merupakan diagnosis pasti ulkus mole pada pemeriksaan kultur.Pemeriksaan langsung ini dapat dilakukan dengan pewarnaan gram, giemsa 8 atau mikroskop elektron. Identifikasi yang cepat dapat dengan pewarnaan methylgreenpyronine pappenheim dan Unna, juga dapat dilaksanakan dengan pewarnaan blue dan wright. Namun pemeriksaan langsung tersebut dapat menyesatkan oleh karena banyaknya flora polimikrobial ulkus genital.
Selain pemeriksaan kultur, pemeriksaan lain dapat dilakukan yaitu PCR (polymerase chain reaction), M-PCR (multiplex polymerase chain reaction), antibodi monoklonal, biopsi jaringan, dan pewarnaan gram.
VI. Diagnosis
Jika pemeriksaan kultur tidak dapat atau sulit dilakukan, diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan eliminasi mikroorganisme lain penyebab ulkus genitalia, seperti sifilis atau herpes genitalia. Juga dari data epidemiologi dan respon terhadap terapi.
VII. Diagnosis Banding
Etiologi primer ulkus genitalia adalah H. Ducreyi, Treponema pallidum, dan Herpes simpleks.Granuloma inguinale dan limfogranuloma venerum (LGV) sangat jarang menyebabkan ulkus genitalia.(16) Untuk membedakan ketiganya adalah sebagai berikut:
VIII. Terapi
Pasien dengan ulkus genitalia sebaiknya diterapi dengan pengobatan sifilis dan ulkus mole. Terapi pada granuloma inguinale diberikan pada area endemik dan terapi limfogranuloma venerum sebaiknya diberikan jika ada pembesaran kelenjar getah bening inguinal (bubo) . Berikut adalah tabel pemberian obat pada ulkus mole
A. Terapi Sistemik
Antimikroba
Dosis Frekuensi Durasi Rute Rekomendasi
Eritromisin 500 mg 3 x 1 7 hari Oral WHO
Eritromisin 500 mg 4 x 1 7 hari Oral CDC, CEG
Azitromisin 1 g Dosis tunggal - Oral CDC, CEG
Seftriaksone 250 mg Dosis tunggal - IM WHO, CDC, CEG
Siprofloksasin 500 mg Dosis tunggal - Oral WHO, CEG
Siprofloksasin 500 mg 2 x 1 3 hari Oral CDC, CEG
Spectinomisin 2 g Dosis tunggal - IM WHO
Table 2. Rekomendasi terapi pada ulkus mole berdasarkan World Health Organization (WHO), Centers for Disease Control and Prevention (CDC), United Kingdom Clinical Effectiveness Group (CEG).*
Eritromisin diekskresi terutama melalui hati. Hanya 2-5% obat ini dieksresi dalam bentuk aktif melalui urin. Efek samping yang berat akibat pemakaian eritromisin jarang terjadi. Reaksi alergi mungkin timbul dalam bentk demam, eosinofilia, dan eksantem yang cepat hilang bila terapi dihentikan.(18)
Seftriaksone merupakan golongan sefalosporin generasi ketiga yang aktif terhadap kuman gram posif dan gram negatif. Kebanyakan sefalosporin diekskresi dalam bentuk utuh melalui ginjal. Karena itu dosisnya harus dikurangi pada penderita insufisiensi ginjal. Reaksi alergi merupakan efek samping yang sering terjadi. Reaksi mendadak yaitu anafilaksis dengan spasme bronkus dan urtikaria dapat terjadi.
Siprofloksasin termasuk obat golongan florokuinolon yang menghambat kerja enzim DNA girase pada kuman dan bersifat bakterisidal. Florokuinolon diserap dengan cepat melalui saluran cerna. Efek samping yang terpenting ialah pada susunan saraf pusat berupa sakit kepala, vertigo, insomnia dan saluran cerna, seperti mual dan hilang nafsu makan.
Spektinomisin diserap dengan cepat dari tempat suntikan. Dalam darah praktis tidak terikat oleh protein plasma dan diekskresi melalui urin dalam bentuk aktif. Efek samping relatif jarang terjadi.
B. Terapi Topikal
Terapi lokal dilakukan dengan membersihkan dan mengkompres bubo untuk mengurangi edema. Pemberian antiseptik seperti povidon yodium. Limfadenitis tidak boleh diinsisi. Bila perlu diaspirasi untuk mencegah rupture spontan. Pasien dengan bubo yang tidak berfluktuasi dan berespon baik terhadap antibiotik tidak perlu dilakukan drainase pada lesinya.
IX. Prognosis
Prognosis ulkus mole adalah baik jika penyakit diterapi dengan tepat dan tidak ditemukan infeksi HIV. Pasien sebaiknya disarankan untuk tidak melakukan aktivitas seksual sampai lesi sembuh sempurna. Kontak seksual sebaiknya diperiksa dan diterapi. Tetapi, tanpa pengobatan, ulkus genital dan abses inguinal dilaporkan kadang-kadang menetap
X. Komplikasi
Fimosis, balanopostitis, dan ruptur bubo dengan formasi fistula dan jaringan parut dilaporkan pernah terjadi sebagai komplikasi ulkus mole.
DAFTAR PUSTAKA
1. Eichmann AR. Chancroid. In: Fitzpatrick TB, Eisen AZ, Wolff K, Freedberg IM, Austen KF, eds. Dermatology in general medicine. Volume 2. New York: McGraw-Hill; 1993. p. 2749-53.
2. Madkan VK, Giancola AA, Sra KK, Tyring SK. Sex difference in the transmission, prevention, and disease manifestations of sexually transmitted diseases. Arch Dermatol. [Serial Online]. 2006 March [Cited 2008 January 21]:Volume 142. 365-70. Available from: URL: http://www.archderm.ama-assn.org/cgi/content/full/42/3/365
3. Stary A. Sexually transmitted diseases. In: Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP, eds. Dermatology. Spain: Elsevier science; 2003. p. 1287-90.
4. Chancroid. [Online]. 2003. [Cited 2008 January 15]:[4 screens]. Available from: URL: http://www.njdhss.org/case/2003/chancroid.pdf
5. Habif TP, Campbell JL, Chapman MS, Dinulos JGH, Zug KA, eds. Skin disease diagnosis and treatment. 2nd ed. China: Elsevier science; 2005. p. 170-171.
6. Bruisten SM, Cairo J, Fennema H, Pijl A, Buimer M, Peerbooms PGH et al. Diagnosing genital ulcer disease in a clinic for sexually transmitted diseases in Amsterdam, The Netherlands. J Clin Microbiol. [Serial Online] 2001 February {Cited 2008 January 16]:Volume 39/2. 601-5. Available from: URL: http://jcm.asm.org
7. Roy-Leon JE, Lauzon WD, Toye B, Singhal N, Cameron DW. In vitro in in vivo activity of combination antimicrobial agents on Haemophilus ducreyi. J Antimicrobiol Chemotherap. [Serial Online] 2005 July 26 {Cited 2008 January 15]:Volume 56. 552-8. Available from: URL: http://jac.oxfordjournals.org/cgi/reprint/11/3/552.pdf
8. 2007 national guideline for the management of chancroid. [Online]. 2007. [Cited 2008 January 15]:[22 screens]. Available from: URL: http://www.bashh.org/guideline/2007/chancroid_draft_sept07.pdf
9. Crowe MA. Chancroid. [Online]. 2007 [Cited 2008 Jan 15]:[11 screens]. Available from: URL:
http://www.emedicine.com/derm/fulltopic/topic71.html
10. Chancroid. [Online]. 2007 [Cited 2008 January 15]:[3 screens]. Available from: URL: http://en.wikipedia.org/wiki/Chancroid
11. Highet AS, Hay RJ, Roberts SOB. Bacterial infections. In: Champion RH, Burton JL, Ebling FJG, eds. Textbook of dermatology. Italy: Blackwell scientific publications; 1992. p. 999-1000.
12. Steen R. Eradiating chancroid. Bulletin of the World Health Organization. [serial online]. 2001 [Cited 2008 Jan 15]:Volume 79. 818-26.
13. Brazin SA. Nontreponemal veneral infections. In: Moschella SL, Hurley HJ, eds. Dermatology. Volume 1. 2nd ed. Canada: W. B. Saunders company; 1985. p. 876-9.
14. Lewis DA. Chancroid: clinical manifestations, diagnosis, and management. Sex Transm Inf. [Serial Online]. 2002 September 2 [Cited 2008 January 15]:Volume 79. 68-71. Available from: URL: http://sti.bmj.com/cgi/content/full/79/1/68
15. Usatine RP. Painful genital ulcers. J Fam Pract. [Serial Online]. 2003 December. [Cited 2008 January 16]:Volume 52/12. 951-4. Available from: URL: http://jfp.oxfordjournals.org
16. Hartanto H, ed. Atlas berwarna saripati penyakit kulit. Jakarta: EGC; 2002. p. 302-9.
17. Ganiswarna SG, Setiabudy R, Suyatna FD, Purwantyastuti, Nafrialdi, eds. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: FKUI; 2004. p. 639-41, 676, 682-3.
Pertama.. n_n
BalasHapusMaterinya bermanfaat sekali kanda..
Hal ini harus diwaspadai oleh semua kalangan masyarakat terutama generasi muda sekarang,,sukses truss ya..
Blognya cool..
By : Aris.P
Makasih..
BalasHapusTerus berkunjung y..