Tampilkan postingan dengan label Gawat Darurat. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Gawat Darurat. Tampilkan semua postingan

Kamis, 05 Januari 2012

Obat Gawat Darurat (Drugs Management)


1. Tujuan
Untuk mengembalikan fungsi sirkulasi dan mengatasi keadaan gawat darurat lainnya dengan menggunakan obat-obatan

Perhatian !
  • Pemberian obat-obatan adalah orang yang kompeten di bidangnya (dokter atau tenaga terlatih di bidang gawat darurat)
  • Mengingat banyaknya jenis-jenis kegawatdaruratan, maka pemberian obat yang disebutkan di bawah ini untuk mengatasi kegawatdaruratan secara umum sedangkan dalam menghadapi pasien, kita harus melihat kasus per kasus.
2. Jenis-jenis Obat

a. Epinephrin
  • Indikasi : henti jantung (VF, VT tanpa nadi, asistole, PEA) , bradikardi, reaksi atau syok anfilaktik, hipotensi.
  • Dosis 1 mg iv bolus dapat diulang setiap 3–5 menit, dapat diberikan intratrakeal atau transtrakeal dengan dosis 2–2,5 kali dosis intra vena. Untuk reaksi reaksi atau syok anafilaktik dengan dosis 0,3-0,5 mg sc dapat diulang setiap 15-20 menit. Untuk terapi bradikardi atau hipotensi dapat diberikan epinephrine perinfus dengan dosis 1mg (1 mg = 1 : 1000) dilarutka dalam 500 cc NaCl 0,9 %, dosis dewasa 1 μg/mnt dititrasi sampai menimbulkan reaksi hemodinamik, dosis dapat mencapai 2-10 μg/mnt
  • Pemberian dimaksud untuk merangsang reseptor α adrenergic dan meningkatkan aliran darah ke otak dan jantung
b. Lidokain (Lignocaine, Xylocaine)
  • Pemberian ini dimaksud untuk mengatasi gangguan irama antara lain VF, VT, Ventrikel Ekstra Sistol yang multipel, multifokal, konsekutif/salvo dan R on T
  • Dosis 1 – 1,5 mg/kg BB bolus i.v dapat diulang dalam 3 – 5 menit sampai dosis total 3 mg/kg BB dalam 1 jam pertama kemudian dosis drip 2-4 mg/menit sampai 24 jam
  • dapat diberikan intratrakeal atau transtrakeal dengan dosis 2–2,5 kali dosis intra vena
  • Kontra indikasi : alergi, AV blok derajat 2 dan 3, sinus arrest dan irama idioventrikuler
c. Sulfas Atropin
  • Merupakan antikolinergik, bekerja menurunkan tonus vagal dan memperbaiki sistim konduksi AtrioVentrikuler
  • Indikasi : asistole atau PEA lambat (kelas II B), bradikardi (kelas II A) selain AV blok derajat II tipe 2 atau derajat III (hati-hati pemberian atropine pada bradikardi dengan iskemi atau infark miokard), keracunan organopospat (atropinisasi)
  • Kontra indikasi : bradikardi dengan irama EKG AV blok derajat II tipe 2 atau derajat III.
  • Dosis 1 mg IV bolus dapat diulang dalam 3-5 menit sampai dosis total 0,03-0,04 mg/kg BB, untuk bradikardi 0,5 mg IV bolus setiap 3-5 menit maksimal 3 mg.
  • dapat diberikan intratrakeal atau transtrakeal dengan dosis 2–2,5 kali dosis intra vena diencerkan menjadi 10 cc
d. Dopamin
  • Untuk merangsang efek alfa dan beta adrenergic agar kontraktilitas miokard, curah jantung (cardiac output) dan tekanan darah meningkat
  • Dosis 2-10 μg/kgBB/menit dalam drip infuse. Atau untuk memudahkan 2 ampul dopamine dimasukkan ke 500 cc D5% drip 30 tetes mikro/menit untuk orang dewasa
e. Magnesium Sulfat
  • Direkomendasikan untuk pengobatan Torsades de pointes pada ventrikel takikardi, keracunan digitalis.Bisa juga untuk mengatasi preeklamsia
  • Dosis untuk Torsades de pointes 1-2 gr dilarutkan dengan dektrose 5% diberikan selama 5-60 menit. Drip 0,5-1 gr/jam iv selama 24 jam
f. Morfin
  • Sebagai analgetik kuat, dapat digunakan untuk edema paru setelah cardiac arrest.
  • Dosis 2-5 mg dapat diulang 5 – 30 menit
g. Kortikosteroid
Digunakan untuk perbaikan paru yang disebabkan gangguan inhalasi dan untuk mengurangi edema cerebri

h. Natrium bikarbonat
Diberikan untuk dugaan hiperkalemia (kelas I), setelah sirkulasi spontan yang timbul pada henti jantung lama (kelas II B), asidosis metabolik karena hipoksia (kelas III) dan overdosis antidepresi trisiklik.

Dosis 1 meq/kg BB bolus dapat diulang dosis setengahnya.Jangan diberikan rutin pada pasien henti jantung.

i. Kalsium gluconat/Kalsium klorida
  • Digunakan untuk perbaikan kontraksi otot jantung, stabilisasi membran sel otot jantung terhadap depolarisasi. Juga digunakan untuk mencegah transfusi masif atau efek transfusi akibat darah donor yang disimpan lama
  • Diberikan secara pelahan-lahan IV selama 10-20 menit atau dengan menggunakan drip
  • Dosis 4-8 mg/Kg BB untuk kalsium glukonat dan 2-4 mg/Kg BB untuk Kalsium klorida. Dalam tranfusi, setiap 4 kantong darah yang masuk diberikan 1 ampul Kalsium gluconat
j. Furosemide
  • Digunakan untuk mengurangi edema paru dan edema otak
  • Efek samping yang dapat terjadi karena diuresis yang berlebih adalah hipotensi, dehidrasi dan hipokalemia
  • Dosis 20 – 40 mg intra vena
k. Diazepam
  • Digunakan untuk mengatasi kejang-kejang, eklamsia, gaduh gelisah dan tetanus
  • Efek samping dapat menyebabkan depresi pernafasan
  • Dosis dewasa 1 amp (10 mg) intra vena dapat diulangi setiap 15 menit.

3. Dosis Pada Anak-anak

Epinephrin Dosis 0,01/Kg BB dapat diulang 3-5 menit dengan dosis 0,01 mg/KgBB iv (1:1000)
Atropin Dosis 0,02 mg/KgBB iv (minimal 0,1 mg) dapat diulangi dengan dosis 2 kali maksimal 1mg
Lidokain Dosis 1 mg/KgBB iv
Natrium Bikarbonat Dosis 1 meq/KgBB iv
Kalsium Klorida Dosis 20-25 mg/KgBB iv pelan-pelan
Kalsium Glukonat Dosis 60–100 mg/KgBB iv pelan-pelan
Diazepam Dosis 0,3-0,5 mg/Kg BB iv bolus
Furosemide Dosis 0,5-1 mg/KgBB iv bolus

Kamis, 11 Agustus 2011

Pertolongan Pertama Pada Orang yang Alami Serangan Jantung

Heart attacks can strike anyone, anywhere. If you suspect or see someone who had a heart attack, act quickly to help save his life. Consider the steps of this first aid.

Quoted by the BBC, a heart attack is a condition in which one of the arteries that carry blood vessels blocked, usually this is caused by blood clots. The major risk of this condition will make the heart beat abnormally and even stopped.

American Heart Association (AHA) noted more than 1 million people have heart attacks each year and half of these died of a heart attack. Therefore, it is important for everyone to know how to rescue people who had a heart attack, as quoted from detikhealth.com .

1. Sit or lie down. If men, open belt he was wearing, if women opened her bra so she could breathe more easily.

2. Give aspirin if he did not have allergies. Aspirin helps thin the blood to clot and helps keep blood flowing to the arteries. Chewing aspirin during a heart attack can reduce the risk of death by 25 percent.

3. Direct telephone number or hospital emergency and explain the symptoms experienced a brief and clear, like "the patient experienced severe chest pain and difficulty breathing. "

4. Try not to waste time. 1 hour and 90 minutes since the heart attack until the trip to the hospital is expected to still be able to give relief to people affected by heart attacks.

1 hour is considered critical because according to doctors who handle patients experience a heart attack, most people are not helped in 1 hour first heart attack. Average heart attack patients died because delays in aid, weighing attack happened and the problem the ability of patients to surgery.


Source :
- Health tips
- Beauty tips education love family
- Entertainment


Rabu, 11 Mei 2011

Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Pada Neonatus


Neonatus adalah organisme yang berada pada periode adaptasi kehidupan intrauterin ke ekstrauterin. Masa neonatus adalah periode selama satu bulan tepat 4 minggu atau 28 hari setelah lahir).

Kondisi neonatus yang memerlukan resusitasi :
1. Sumbatan jalan napas akibat lendir / darah, mekonium atau akibat dah yang jatuh ke posterior.
2. Kondisi depresi pernapasan akibat obat – obatan yang diberikan kepada ibu. Misalnya, obat anestesik, analgetik lokal, narkotik, diazepam, magnesium sulfat, dan sebagainya.
3. Kerusakan neurologis.
4. Kelainan / kerusakan saluran napas atau kardiovaskular atau susunan saraf pusat, dan / atau kelainan kongenital yang dapat menyebabkan gangguan pernapasan / sirkulasi.
5. Syok hipovolemik, misalnya akibat kompresi tali pusat atau perdarahan.

Penyebab kematian yang paling cepat pada neonatus adalah asfiksia dan perdarahan. Asfiksia perinatal merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas yang penting. Akibat jangka panjang, asfiksia perinatal dapat diperbaiki secara bermakna jika gangguan ini diketahui sebelum kelahiran (misal, pada keadaan gawat janin) sehingga dapat diusahakan memperbaiki sirkulasi / oksigenasi janin intrauterin atau segera melahirkan janin untuk mempersingkat masa hipoksemia janin yang terjadi.

Asfiksia yang terdeteksi sesudah lahir, prosesnya berjalan dalam beberapa fase / tahapan.
1. Janin bernapas megap-megap (gasping), diikuti dengan
2. Masa henti napas (fase henti napas primer).
3. Jika asfiksia berlanjut terus, timbul pernapasan megap-megap yang kedua selama 4 – 5 menit (fase gasping kedua) diikuti masa henti napas kedua (henti napas sekunder).

Semua neonatus dalam keadaan apapun mempunyai kesukaran untuk beradaptasi dengan suhu lingkungan yang dingin. Neonatus yang mengalami asfiksia khususnya, mempunyai sistem pengaturan suhu yang lebih tidak stabil dan hipotermia ini dapat memperberat / memperlambat pemulihan keadaan asidosis yang terjadi.

Keadaan bayi pada menit ke-1 dan ke-5 sesudah lahir dinilai dengan skor Apgar (apparance, pulse, grimace, activity, respiration). Nilai pada menit pertama untuk menentukan seberapa jauh diperlukan tindakan resusitasi. Nilai ini berkaitan dengan keadaan asidosis dan kelangsungan hidup. Nilai pada menit kelima untuk menilai prognosis neurologis.

Afiksia berat (nilai Apgar 0-3) diatasi dengan memperbaiki ventilasi paru dengan memberi oksigen tekanan langsung dan berulang. Ada pembatasan dalam penilaian Apgar ini.
1. Resusitasi segera dimulai jika diperlukan dan tidak menunggu sampai ada penilaian pada menit pertama.
2. Keputusan perlu tidaknya resusitasi maupun penilaian respons resusitasi cukup dengan menggunakan evaluasi frekuensi jantung, aktivitas respirasi, dan tonus neuromuskular, bukan dengan nilai Apgar total. Hal ini untuk menghemat waktu.

Perencanaan berdasarkan perhitungan nilai Apgar.
1. Nilai Apgar menit pertama 7 – 10, biasanya bayi hanya memerlukan tindakan pertolongan berupa pengisapan lendir / cairan dari orofaring. Tindakan ini harus dilakukan secara hati – hati, karena pengisapan yang terlalu kuat / traumatik dapat menyebabkan stimulasi vagal dan bradikardia sampai henti jantung.

2. Nilai Apgar menit pertama 4 – 6, hendaknya orofaring cepat diisap dan diberikan oksigen 100%. Bayi diberi stimulasi sensorik dengan tepukan atau sentilan di telapak kaki dan gosokan selimut kering ke punggung. Frekuensi jantung dan respirasi terns dipantau ketat. Jika frekuensi jantung menurun atau ventilasi tidak adekuat, harus diberikan ventilasi tekanan positif dengan kantong resusitasi dan sungkup muka. Jika tidak ada alat bantu ventilasi, gunakan teknik pernapasan buatan dari mulut ke hidung mulut.

3. Nilai Apgar menit pertama 3 atau kurang menunjukkan bayi mengalami depresi pernapasan yang berat dan orofaring harus cepat diisap. Ventilasi tekanan positif dengan oksigen 100% sebanyak 40-50 kali per menit harus segera dilakukan. 

Kecukupan ventilasi dinilai dengan memerhatikan gerakan dinding dada dan auskultasi bunyi napas. Jika frekuensi jantung tidak meningkat sesudah 5-10 kali napas, kompresi jantung harus dimulai. Frekuensi 100-120 kali per menit dengan 1 kali ventilasi setiap 5 kali kompresi (5:1).

Penyulit yang mungkin terjadi selama resusitasi meliputi hipotermia, pneumotoraks, trombosis vena, atau kejang. Hipotermia dapat memperberat keadaan asidosis metabolik, sianosis, gawat napas, depresi susunan saraf pusat, dan hipoglikemia. Pneumotoraks diatasi dengan pemberian ventilasi tekanan positif dengan inflasi yang terlalu cepat dan tekanan yang terlalu besar dapat menyebabkan komplikasi ini. 

Jika bayi mengalami kelainan membran hialin atau aspirasi mekonium, risiko penumotoraks lebih besar karena komplians jaringan paru lebih lemah. Tombosis vena diatasi dengan pemasangan infus / kateter intravena dapat menimbulkan lesi trauma pada dinding pembuluh darah, potensial membentuk trombus. 

Selain itu, infus larutan hipertonik melalui pembuluh darah tali pusat juga dapat mengakibatkan nekrosis hati dan trombosis vena.

Pencegahan hipotermia merupakan komponen asuhan neonatus dasar agar bayi baru lahir tidak mengalami hipotermia. Hipotermia terjadi jika suhu tubuh di bawah 36,5°C (suhu normal pada neonatus adalah 36,5 37,5°C) pada pengukuran suhu melalui ketiak. Bayi baru lahir mudah sekali terkena hipotermia. Hal ini disebabkan oleh hal – hal berikut :

1. Pusat pengaturan suhu tubuh pada bayi belum berfungsi dengan sempurna.
2. Permukaan tubuh bayi relatif luas.
3. Tubuh bayi terlalu kecil untuk memproduksi dan menyimpan panas.
4. Bayi belum mampu mengatur posisi tubuh dan pakaiannya agar ia tidak kedinginan.

Hipotermia pada bayi baru lahir timbul karena ada penurunan suhu tubuh yang dapat terjadi akibat :
1. Radiasi, yaitu panas tubuh bayi memancar ke lingkungan di sekitar bayi yang lebih dingin. Misalnya, bayi baru lahir diletakkan di tempat yang dingin.

2. Evaporasi, yaitu cairan ketuban yang membasahi kulit bayi menguap. Misalnya, bayi lahir tidak langsung dikeringkan dari air ketuban.

3. Konduksi, yaitu pindahnya panas tubuh bayi karena kulit bayi langsung kontak dengan permukaan yang lebih dingin, Misalnya, popok/ celana bayi basah yang tidak langsung diganti.

4. Konveksi, yaitu hilangnya panas tubuh bayi karena aliran udara sekeliling bayi. Misalnya, bayi diletakkan dekat pintu / jendela terbuka.

Tindakan pencegahan hipotermia meliputi ibu melahirkan di ruangan yang hangat, segera mengeringkan tubuh bayi yang lahir, segera meletakkan bayi di dada ibu dan kontak langsung kulit ibu dan bayi, dan menunda memandikan bayi baru lahir sampai suhu tubuh stabil.


Pustaka
Kebidanan Komunitas, Oleh Safrudin, SKM, M.Kes & Hamidah, S.Pd, M.Kes, EGC.




 

Rabu, 13 April 2011

Airways Positioning

 Airways Positioning

1. Tujuan
• Untuk mempertahankan dan memelihara kepatenan jalan napas.
• Untuk menghilangkan obstruksi parsial maupun total akibat kesalahan letak dimana lidah jatuh kebelakang pharynx dan/atau epiglotis setingkat larynx.

2. Indikasi
Diinsikasikan untuk klien tidak sadar dimana jalan napasnya tidak adekuat.

3. Kontraindikasi dan Perhatian
• Pada pasien trauma yg tidak sadar atau pasien yang diketahui atau dicurigai mengalami cedera/trauma leher, maka kepala dan leher harus dipertahankan dalam posisi netral tanpa hiperekstensi leher. Gunakan jaw thrust atau chin-lift utk membuka jalan napas pd situasi tsb.
• Positioning saja mungkin belum/tidak mencukupi untuk mencapai, mempertahankan dan memelihara jalan napas agar tetap terbuka. Intervensi tambahan, seperti suction atau intubasi, mungkin diperlukan.

4. Macam Airway Positioning
1. Head-tilt, chin-lift
2. Jaw thrust
3. Chin-lift
4. Sniffing position

a. Prosedur Airway Positioning ”Head-tilt, chin-lift”
1. Letakan/tempatkan pasien dalam posisi supine/terlentang.
2. Angkat dagu ke depan untuk memindahkan mandibula ke depan sementara gerakan kepala pasien ke belakang dengan satu tangan yang berada di dahi (lihat gbr. 1). Manuver ini mengakibatkan hiperekstensi leher dan (kontraindikasi jika diketahui/dicurigai adanya trauma leher)

b. Prosedur Airway Positioning ”Jaw thrust” dan “Chin lift”
1. Jika manuver head-tilt, chin-lift tidak berhasil atau tidak dapat digunakan, maka lakukan jaw thrust atau chin lift.

c. Prosedur jaw thrust
a. Letakan/tempatkan pasien dalam posisi supine/terlentang.
b. Angkat mandibula ke depan dengan jari telunjuk sambil mendorong melawan arkus zigomatik dengan ibu jari (lihat gbr. 2). Ibu jari memberikan tekanan berlawanan untuk mencegah pergerakan kepala saat mandibula didorong ke depan.

d. Prosedur chin lift
a. Letakan satu lengan (lengan kiri anda) pada dahi untuk menstabilkan kepala dan leher pasien.
b. Pegang/tangkaplah mandibula pasien dengan ibu jari dan jari lainnya (lengan kanan anda), kemudian angkat mendibula ke arah depan (ligar gbr. 3).
c. Keji kembali (kaji ulang) kepatenan jalan napas setelah dilakukan tindakan.

5. Pertimbangan Untuk Usia Tertentu

1). Untuk tindakan head-tilt, chin-lift pada bagi (infant), tempatkan satu lengan pada dahi bayi dan angkat kepala secara hati-hati ke belakang dalam suatu posisi netral. Leher akan sedikit ekstensi. Ini disebut sebagai sniffing position (lihat gbr. 4). Hiperekstensi pada leher bayi dapat menyebabkan gangguan atau obstruksi jalan napas. Tempatkan jari-jari di bawah bagian tulang dagu bawah, kemudian angkat mandibula ke atas dan ke luar. Perhatikan agar mulut tidak tertutup atau terdorong pada jaringan lunak di bawah dagu, karena dapat mengobstruksi jalan napas

2). Pada anak yang memperlihatkan gejala epiglottitis, seperti demam tinggi, drolling, distres pernapasan, dsb, jangan dipaksa pada posisi supine, yang akan menyebabkan obstruksi komplit jalan napas. Biarkan anak untuk memelihara/mempertahankan posisi nyaman sampai tindakan definitif pada jalan napas tersedia.

6. Komplikasi
• Jika jalan napas terteap terobstruksi, suction perlu dilakukan, dan kemudian lakukan pemasangan OPA (oropharyngeal airway, misal: gudel) atau nasopharyngeal airway.
• Cedera pada spinal dapat terjadi jika dilakukan pergerakan pada kepala dan/atau leher pada pasien dengan cedera servical.
• Jika jari-jari anda menekan terlalu dalam jaringan lunak di bawah dagu, maka jalan napas akan terobstruksi.


Daftar Pustaka
- Proehl, J.A. (1999). Eemergency nursing procedures. (2nd ed.). Philadelphia: W.B. Saunder Company.
Further Reading:
- American Academy of Pediatrics & American College of Emergency Physicians. (1993). Advanced pediatric life support: The pediatric emergency medicine course. Dallas: Author.
- American Heart Association. (1994). Basic life support for healthcare providers. Dallas: Author.
- Emergency Nursing Association. (1993). Trauma nursing core course: Provider manual. (4th ed.). Park Ridge: Author


Minggu, 27 Maret 2011

Prosedur CPR / RJP berubah !! (Bukan ABC, Tapi CAB)

Tanggal 18 obtober 2010 lalu AHA (American Hearth Association) mengumumkan perubahan prosedur CPR (Cardio Pulmonary Resuscitation) atau dalam bahasa Indonesia disebut RJP (Resusitasi Jantung Paru) yang berbeda dari prosedur sebelumnya yang sudah dipakai dalam 40 tahun terakhir. Perubahan tersebut ada dalam sistematikanya, yaitu sebelumnya menggunakan A-B-C (Airway-Breathing-Circulation) sekarang menjadi C-A-B (Circulation – Airway – Breathing).  Namun perubahan yang ditetapkan AHA tersebut hanya berlaku pada orang dewasa, anak, dan bayi. Perubahan tersebut tidak berlaku pada neonatus. 

Perubahan tersebut menurut AHA adalah mendahulukan pemberian kompresi dada dari pada membuka jalan napas dan memberikan napas buatan pada penderita henti jantung. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa teknik kompresi dada lebih diperlukan untuk mensirkulasikan sesegera mungkin oksigen keseluruh tubuh terutama organ-organ vital seperti otak, paru, jantung dan lain-lain.

Menurut penelitian AHA, beberapa menit setelah penderita mengalami henti jantung masih terdapat oksigen pada paru-paru dan sirkulai darah. Oleh karena itu memulai kompresi dada lebih dahulu diharapkan akan memompa darah yang mengandung oksigen ke otak dan jantung sesegera mungkin. Kompresi dada dilakukan pada tahap awal selama 30 detik sebelum melakukan pembukaan jalan napas (Airway) dan pemberian napar buatan (bretahing) seperti prosedur yang lama.

AHA selalu mengadakan review “guidelines” CPR setiap 5 tahun sekali. Perubahan dan review terakhir dilakukan pada tahun 2005 dimana terjadi perubahan perbandingan kompresi dari 15 : 2 menjadi 30 : 2.

Dengan perubahan ini AHA merekomendasikan agar segera mensosialisasikan perubahan ini kepada petugas medis, instruktur pelatihan, petugas P3K dan masayarakat umum.


Sumber : http://www.proemergency.com

Minggu, 20 Maret 2011

Cara Tepat Beri Napas Buatan pada Korban Henti Jantung

Ketika ada orang tenggelam atau mengalami henti jantung tiba-tiba di tempat umum, Anda sebaiknya mampu memberikan bantuan pertama untuk menyelamatkan nyawanya, yaitu dengan napas bantuan dan kompresi dada. Bagaimana cara tepat untuk memberikan bantuan napas buatan dan kompresi dada?

"Napas buatan dan kompresi dada adalah hal yang utama dilakukan untuk menyelamatkan nyawa orang yang mengalami henti jantung," jelas dr Agung Bintharto, Sp.An, spesialis anestesi FKUI/RSCM.

Pemberian napas buatan dan kompresi dada merupakan langkah-langkah utama melakukan Bantuan Hidup Dasar (BHD).

Bantuan Hidup Dasar adalah suatu usaha menjaga potensi jalan napas dan memberikan bantuan napas serta sikulasi darah, tanpa menggunakan alat bantu selain alat proteksi diri. BHD adalah dasar dari usaha untuk menyelamatkan nyawa bila terjadi henti jantung.

"59 sampai 65 persen kasus henti jantung dapat diselamatkan bila mendapatkan pertolongan BHD dengan cepat dan tepat," ungkap dr Agung.

1. Siapa yang Memerlukan BHD?
Orang yang mengalami henti jantung, dengan ciri :
  1. Tidak sadar
  2. Napas berhenti atau tidak normal
  3. Tidak ada respons
Belum ada Tanda Kematian Pasti, seperti:
  1. Kaku mayat
  2. Lebam mayat
  3. Pembusukan
3. Langkah-langkah BHD adalah sebagai berikut :
  1. Memastikan keamanan lingkungan tempat dilakukan BHD
  2. Memeriksa kesadaran
  3. Membuka jalan napas dengan mendongakkan kepala dan dagu
  4. Menilai pernapasan dengan memastikan korban bernapas normal atau tidak
  5. Panggil bantuan atau telepon ambulans
  6. Resusitasi Jantung Paru (RJP) dengan kompresi dada dan napas buatan
3. Cara Tepat Memberikan Napas Buatan
  1. Pencet hidung korban
  2. Penolong tarik napas normal
  3. Bibir penolong menutupi mulut korban dengan erat
  4. Tiupkan udara napas sampai dada korban bergerak terangkat
  5. 1 tiupan = 1 detik
  6. Biarkan dada korban mengempis spontan
  7. Ulangi langkah di atas bila korban belum menunjukkan respons apapun
4. Cara Tepat Melakukan Kompresi Dada
  1. Letakkan pangkal telapak tangan di pertengahan dada
  2. Letakkan tangan yang lain di atas punggung tangan yang satunya
  3. Kompresi atau tekan dada dengan laju kompresi minimal 100 kali per menit, kedalaman 5 cm dan kompresi konstan diselingi relaksasi.
  4. Jika mungkin, bergantian kompresi setiap 2 menit.





Jumat, 04 Maret 2011

Mengatasi Pendarahan Gawat Darurat


1. Definisi
Yang dimaksud dengan pendarahan adalah peristiwa keluarnya darah dari pembuluh darah karena pembuluh tersebut mengalami kerusakan. Kerusakan ini bisa disebabkan oleh benturan fisik, sayatan, atau pecahnya pembuluh darah yang tersumbat.

 2. Klasifikasi 
Berdasarkan letak keluarnya darah, pendarahan dibagi menjadi 2 macam, yaitu pendarahan terbuka dan pendarahan tertutup. Pada pendarahan terbuka, darah keluar dari dalam tubuh. Tekanan dan warna darah pada saat keluar tergantung dari jenis pembuluh darah yang rusak. Jika yang rusak adalah pembuluh arteri (pembuluh nadi), maka darah memancar dan berwarna merah terang. Jika yang rusak adalah pembuluh vena (pembuluh balik), maka darah mengalir dan berwarna merah tua. Jika yang rusak adalah pembuluh kapiler (pembuluh rambut), maka darah merembes seperti titik embun dan berwarna merah terang.

Pada pendarahan tertutup, darah keluar dari pembuluh darah dan mengisi daerah di sekitarnya, terutama dalam jaringan otot. Pendarahan ini dapat diidentifikasi dengan adanya memar pada korban.

Bentuk lain dari pendarahan tertutup adalah pendarahan dalam. Pada pendarahan dalam, darah yang keluar dari pembuluh darah mengisi rongga dalam tubuh, seperti rongga dalam perut. 

Pendarahan ini dapat diidentifikasi dari tanda-tanda pada korban, seperti :
a. Setelah cidera korban mengalami syok, tapi tidak ada tanda-tanda pendarahan
b. Tempat cidera mungkin terlihat memar yang terpola
c. Lubang tubuh mungkin mengeluarkan darah

 
3. Bentuk Penanganan pada Pendarahan
Pengendalian pendarahan bisa bermacam-macam, tergantung pada jenis dan tingkat pendarahannya. 

- Untuk pendarahan terbuka, pertolongan yang bisa diberikan antara lain :
a. Tekan langsung pada cidera
Penekanan ini dilakukan dengan kuat pada pinggir luka. Setelah beberapa saat, sistem peredaran darah akan menutup luka tersebut. Teknik ini dilakukan untuk luka kecil yang tidak terlalu parah (luka sayatan yang tidak terlalu dalam).

b. Elevasi
Teknik dilakukan dengan mengangkat bagian yang luka (tentunya setelah dibalut) sehingga lebih tingggi dari jantung. Apabila darah masih merembes, diatas balutan yang pertama bisa diberi balutan lagi tanpa membuka balutan yang pertama.

c. Tekan pada titik nadi
Penekanan titik nadi ini bertujuan untuk mengurangi aliran darah menuju bagian yang luka. Pada tubuh manusia terdapat 9 titik nadi, yaitu temporal artery (di kening), facial artery (di belakang rahang), common carotid artery (di pangkal leher, dekat tulang selangka), brachial artery (di lipatan siku), radial artery (di pergelangan tangan), femoral artery (di lipatan paha), popliteal artery (di lipatan lutut), posterior artery (di belakang mata kaki), dan dorsalis pedis artery (di punggung kaki).

d.  Immobilisasi
Immobilisasi bertujuan untuk meminimalkan gerakan anggota tubuh yang luka. Dengan sedikitnya gerakan diharapkan aliran darah ke bagian yang luka tersebut menurun.

e. Tourniquet
Teknik ini hanya dilakukan untuk menghentikan pendarahan di tangan atau kaki saja, merupakan pilihan terakhir, dan hanya diterapkan jika ada kemungkinan amputasi. Bagian lengan atau paha atas diikat dengan sangat kuat sehingga darah tidak bisa mengalir. Dahi korban yang mendapat tourniquet harus diberi tanda silang sebagai penanda dan korban harus segera dibawa ke rumah sakit untuk mendapat penanganan lebih lanjut. Jika korban tidak segera mendapat penanganan, bagian yang luka bisa membusuk.

Berbeda dengan pendarahan terbuka, pertolongan yang bisa diberikan pada korban yang mengalami pendarahan dalam adalah sebagai berikut:

f. Rest (Istirahat)
Korban diistirahatkan dan dibuat senyaman mungkin.

g. Ice (Pemberian Es pada Luka)
Bagian yang luka dikompres es hingga darahnya membeku. Darah yang membeku ini lambat laun akan terdegradasi secara alami melalui sirkulasi dan metabolisme tubuh.

h. Commpression (Pemberian Kompres)
Bagian yang luka dibalut dengan kuat untuk membantu mempercepat proses penutupan lubang/bagian yang rusak pada pembuluh darah.

i. Elevation
Kaki dan tangan korban ditinggikan sehingga lebih tinggi dari jantung. 


 
Sumber Referensi :
- http://fuzoneku.blogspot.com/2011/02/pengendalian-pendarahan.html


Rabu, 02 Maret 2011

Keracunan Makanan

 
Kontaminasi makanan dengan zat kimia di Indonesia sampai saat ini amat sukar didiagnosa, karena fasilitas leboratorium yang belum memadai untuk maksud tersebut. Jenis makanan yang sering menimbulkan keracunan di Indonesia adalah jengkol, singkong, atau jamur.

1. Pengertian
Keadaan di mana seseorang itu mengalami mual dan muntah, sakit perut, bahkan demam akibat mengkomsumsi makanan yang beracun.
 
Keracunan karena mikroorganisme dapat berupa keracunan makanan (food intoxication) dan infeksi (food infection) karena makanan yang terkontaminasi oleh parasit atau bakteri patogen. Keracunan makanan (food intoxication) dapat terjadi karena makanan tercemar toksin. Toksin bisa berupa eksotoksin yaitu toksin yang dikeluarkan oleh mikroorganisme yang masih hidup; enterotoksin yaitu toksin yang spesifik bagi lapisan lendir usus seperti tahan terhadap enzim tripsin dan stabil terhadap panas; aflatoksin/toksoflavin seperti pada kasus keracunan tempe bongkrek.

Keracunan makanan oleh eksotoksin dapat terjadi karena makanan nonasam dalam kaleng (sayuran, buah-buahan, daging) yang diproses kurang sempurna sehingga bakteri Clostridium botulinum atau sporanya masih dapat tumbuh.  

2. Penyebab
Keracunan makanan dapat disebabkan oleh :
• Makanan yang tercemar zat kimia seperti peptisida, lapisan logam dari kaleng makanan atau akibat fumigasi ruangan.
• Mikroba yang mencemari makanan (Salmonela, Clostridium botulinum dan lain-lain).
• Zat kimia tertentu yang ditambahkan pada makanan sebagai penyedap, pemanis dan pengawet.
• Makanan itu sendiri secara alamiah sudah mengandung zat kimia, misalnya asam jengkolat, jamur Aspergilus flavus mengandung aflatoksin dan jamur Amanita muscaria mengandung muskarin.
 
3. Gejala Klinis
Gejala klinis keracunan makanan antara lain muntah, penglihatan ganda, kelumpuhan otot, terkadang diare, sakit perut, nyeri otot, pupil membesar, sukar menelan, dan lemah. Gejala ini timbul dalam waktu 8 jam sampai 8 hari.
 
4.  Penanganan
Berikut langkah yang dapat dilakukan untuk menanganinya:
  • Usahakan muntah dengan diberi karbon aktif atau natrium bikarbonat. Jika tidak terjadi diare, lakukan pengurasan lambung dengan memberikan air hangat 1-2 L atau larutan garam 5-10 ml/kg BB untuk anak-anak lalu dilanjutkan dengan pemberian karbon aktif. Kemudian lakukan pembersihan usus dengan obat laksan senyawa garam seperti Mg-sulfat atau Na-sulfat.
  • Lakukan pemeriksaan darah untuk menentukan jenis toksin.
  • Jika terjadi depresi pernapasan, berikan pernapasan buatan.

5. Jenis Keracunan Makanan

1). Keracunan Singkong
Singkong (manihot utilissima) merupakan bahan makanan yang mengandung kalori seperti beras. Perbedaannya adalah singkong mengandung protein 1 % sedangkan beras mengandung protein 7,5 %. Singkong mengandung linamarin, yaitu suatu glikosida yang mengikat sianida. Linamarin dapat mempengaruhi “enzym” yang biasanya terdapat dalam jaringan tumbuh-tumbuhan sehingga melepaskan sianida bebas yang dapat menguap jika dipanaskan. Tiap jenis singkong mengandung jenis HCN berbede-deda, yang dapat dibagi dalam dua golongan :
1. Singkong tidak beracun, dimana kadar HCN 50 - 100 mg / kg berat singkong segar.
2. Singkong sangat beracun, dimana kadar HCN lebih dari 100 mg / kg berat singkong segar.

Kadar HCN paling tinggi adalah pada bagian paling luar ubi. Daum singkong juga mengandung HCN. Untuk mgnhindari keracunan singkong dapat dilakukan dengan :
1. Memilih parietas singkong yang mengandung sedikit HCN.
2. Mempersiapkan singkong sebelum dimasak, misalnya dengan mengiris-iris lebih dahulu kemudian direndam atau dialiri air selama 12 jam. Cara ini akan menghilangkan HCN sebanyak 67 % dari umbinya. Merebus daun singkong akan menghilangkan 95 % HCN.

Gejala keracunan akut singkong adalah sebagai berikut :
1. Gangguan saluran cerna seperti mual, muntah dan diare
2. Sesak napas dan sianois
3. Apatis, kemudian lambat laun mengalami koma dan
4. Renjatan (shock)

Pengobatan dalam menanggulangi keracunan singkong ialah :
1. Mencuci lambung, membuat pasien muntah, bila makanan diperkirakan masih ada dalam lambung (kurang dari 4 jam sesudah makan singkong)
2. Berikan natrium nitrat dan natrium sulfat (lihat antidotum)
3. Berikan oksigen
4. Natrium nitrat dan natrium tiosulfat merupakan antidotum keracunan sianida yang secara dramatis akan menghilangkan gejala-gejala keracunan singkong dalam waktu singkat.
 
 
2). Keracunan Jengkol
Keracunan jengkol paling sering dilaporkan diantara penyebab keracunan makanan di Indonesia. Salah satu sebab dari keadaan ini adalah karena jengkol termasuk sayuran yang banyak digemari oleh kalangan tertentu masyarakat Indonesia. Biji jengkol (Pithelobium lobatum) mengandung asam amino (asam jengkolat) dengan rumus bangun sebagai berikut :

 S -- CH3 --- CHNH2 --- COOH
CH 2
 S --CH3 --- CHNH2 --- COOH

Menurut VAN VEEN dan HYMAN yang dikutib oleh R. WIRATMAJA, dkk. jengkol mengandung 2 % asal jengkolat.
Untuk mendiagnosis keracunan jengkol tidak sulit, biasanya sesudah makan jengkol timbul sakit perut, muntah, kolik, disuria, oliguria, sampai anuria, hematuria, uremia (gagal ginjal akut); serta bau jengkol yang berasal dari mulut, hawa napas dan urine. Kristal asam jengkol dapat menyumbat uretra yang menimbulkan adanya infiltrat dan abses di penis, skrotinum, perineum dan sekitarnya. Terjadinya kristal (hablur) akibat asal jengkolat pada saluran kemih diduga karena pH urin bersifat asam. Rupa-rupanya terjadi kristal-kristal pada saluran kemih inilah yang menjadi sebab sebagian besar gejala tersebut di atas.

Pengobatan keracunan jengkol

1. Jika gejala penyakit ringan (muntah, sakit perut / pinggang saja) pasien tidak perlu dirawat, dan cukup dinasehati untuk banyak minum serta memberikan natrium bikarbonat saja.
 Bila gejala penyakit berat (oliguria, hematuria, anuria, tidak dapat minum) maka pasien perlu dirawat dengan diberikan infus natrium bikarbonat dalam larutan Glukosa 5 %.
2. Anjuran yang dapat diberikan untuk mencegah timbulnya keracunan jengkol adalah dengan dilarang makan jengkol
3. Mengusahakan cara pengolahan yang baik (dimasak, digoreng, dibakar, ditanam lebih dahulu sebelum dimakan)
 Cara ini sukar dilaksanakan mengingat tidak mudahnya mengubah kebiasaan makan seseorang.
 
 
3.) Keracunan Tempe Bongkrek
Keracunan ini biasanya dari tempe bongkrek maupun ampasnya (bahan sisa minyak kelapa), umumnya jari jamur golongan rhizopus (kurang beracun), namun kemudian mengalami superkontaminasi jamur : “ Pseudomonas cocovenans” yang membentuk racun toksoflavin (dari gliserin) dan asam bongkrek (dari asam lemak) yang tahan terhadap pemanasan.

Gambaran klinik
• Inkubasi 1 - 4 jam
• Sakit kepala
• Muntah / mual
• Depressi napas dan
• Coma

Terapi :
• Atasi gejala yang ada
• Sulfas atropin mungkin berguna karena antidotum spesifik belum ada


4). Keracunan Makanan kaleng
• Pada kaleng yang sudah rusak / menggelembung kemasannya.
• Inkubasi beberapa jam
• Racun berasal dari bakteri Clostridium Perfrigens
 
 
 
Daftar Pustaka
Brunner / Suddart, Textbook of Medical -Surgical Nursing, Fourth Edition, 2..B. Lippiocott Company, Philadelphia, Toronto. 1980

Naek L. Tobing, Ectasy dan Seks, Kompas, Sabtu 19 Oktober 1996, hal 4.

Puernawan Zunadi, et all, Kapita Selekta Kedokteran, edisi ke -2, Media Aesculapius, FKUI, 1982, hal 748 - 749. 
 
 
Sumber Referensi :
- http://atharfarid.blogspot.com/2009/01/keracunan-ectasy.html
- http://piogama.ugm.ac.id/index.php/2009/02/mengenal-penyebab-dan-gejala-keracunan-makanan-untuk-penanggulangan-yang-tepat

Rabu, 02 Februari 2011

Kegawatdaruratan Elektrokardiografi

Gangguan hemodinamika dapat disebabkan gangguan pada irama jantung, gangguan pada pompa jantung dan gangguan pada volume darah / cairan yang mengisi pembuluh darah. Gangguan hemodinamika dapat bermanifestasi klinis berupa hipotensi, sianosis, kesadaran menurun dan lain-lain. Pada topik ini akan kita bahas mengenai gangguan irama jantung dan gangguan pompa  jantung yang dapat kita ketahui dari gambaran elektrokardiografi (EKG).
Dari Advance Cardiac Life Supports (ACLS), kegawatan irama jantung (aritmia / disritmia) dibagi menjadi tiga yaitu henti jantung, bradikardi dan takikardi.

1.Henti Jantung, tidak ada nadi atau heart rate. gambaran EKG yang mungkin terlihat pada henti jantung antara lain :
Asistol image
Kriteria : tidak ada aktivitas listrik, paling sering ditemukan pada kasus henti jantung. Sering timbul setelah Ventrikel Fibrilasi  (VF) dan Pulseless Electrical Actifity (PEA)

Pulseless Electrical Actifity (PEA)image
Kriteria : ada aktvitas listrik jantung tetapi tidak terdeteksi pada saat pemeriksaan arteri (nadi tidak teraba)



 

Ventrikel takikardi (VT) image tanpa nadi
Kriteria :
Irama : Ventrike Takikardi,
Heart Rate : > 100 kali/menit (250-300 kali/menit)
Gelombang P : tidak terlihat
Interval PR : tidak terukur
Gelombang QRS : lebar > 0,12 detik

Ventrikel Fibrilasi (VF)image
Kriteria :
Irama : ventrikel fibrilasi
Heart Rate : tidak dapat dihitung
Gelombang P : tidak terlihat
Interval PR : tidak terukur
Gelombang QRS : tidak teratur, tidak dapat dihitung

2. Takikardi, yaitu  heart rate lebih dari 150 kali /menit. Gambaran EKG dapat dikelompokan menjadi 2 yaitu QRS sempit dan QRS lebar
QRS sempit, gambaran EKG-nya bisa berupa

Sinus takikardi image
Kriteria :
Irama :  sinus takikardi
Heart Rate : > 100 kali/menit
Gelombang P : 0,04
Interval PR : 0,12
Gelombang QRS : 0,04-0,08 detik


Atrial takikardi image
Kriteria :
Irama :  atrial takikardia/supraventrikel takikardi
Heart Rate : > 150 kali/menit
Gelombang P : kecil atau tidak terlihat
Interval PR : tidak dapat dihitung
Gelombang QRS : 0,04-0,08 detik


Atrial Flutter (gelepar atrial) image
Kriteria :
Irama : atrial flutter
Heart Rate : bervariasi
Gelombang P : banyak bentuk seperti gergaji,perbandingan dengan komplek QRS bisa 3 atau 4 atau 5 dan seterusnya : 1
Interval PR : tidak dapat dihitung
Gelombang QRS : 0,04-0,08 detik







Atrial Fibrilasi image(AF)

Kriteria :
Irama : tidak teratur
Heart Rate : bervariasi, dapat dibagi respon ventrikel cepat (HR > 100),, respon ventrikel normal (HR 60 –100), respon ventrikel lambat (< 60)
Gelombang P : tidak dapat diidentifikasikan
Interval PR : tidak dapat dihitung
Gelombang QRS : 0,04-0,08 detik
QRS lebar, gambaran EKG-nya bisa berupa :
Ventrikel Takikardi atau Atrial Fibrilasi dengan aberan. Kedua gambarannya sama dengan di atas (henti jantung), hanya saja secara klinis pasien tampak sadar dan nadi atau heart rate masih dapat diperiksa.

3. Bradikardi, yaitu heart rate < 60 kali/ menit, dapat berupa :

sinus bradikardia image
Kriteria :
Irama : sinus
Heart Rate : < 60 kali/menit
Gelombang P : 0,04 detik
Interval PR : 0,12-0,20 detik
Gelombang QRS : 0,04-0,08 detik


Atrio-Ventrikuler (AV) blok derajat 1 image
Kriteria :
Irama : sinus
Heart Rate : biasanya 60-100 kali/menit
Gelombang P : normal (0,04 detik)
Interval PR : memanjang > 0,20 detik
Gelombang QRS : normal (0,04-0,08 detik)

AV blok derajat 2 tipe Mobitz 1 (Wenchenbach) image
Kriteria :
Irama : sinus
Heart Rate : biasanya < 60 kali/menit
Gelombang P : normal, ada gelombang P yang tidak diikuti QRS
Interval PR : semakin lama semakin panjang kemudian blok
Gelombang QRS : normal

AV blok derajat 2 tipe Mobitz 2image
Kriteria :
Irama : sinus
Heart Rate : biasanya < 60 kali/menit
Gelombang P : normal, ada gelombang P yang tidak diikuti QRS
Interval PR : normal atau memanjang secara konstan diikuti blok
Gelombang QRS : normal

Total AV blokimage
image




Kriteria :
Irama : sinus
Heart Rate : biasanya < 60 kali/menit, dibedakan heart rate gelombang P dan kompleks QRS
Gelombang P : normal, tapi gelombang P dan QRS berdiri sendiri
Interval PR : berubah-ubah/tidak ada
Gelombang QRS : normal
dari bradikardi, yang biasanya menimbulkan kegawatan adalah AV blok derajat 2 dan 3

Gangguan pompa jantung dapat diakibatkan oleh gangguan pada otot jantung. Salah satu yang menyebabkan otot jantung terganggu adalah iskemik miokardium atau infark miokardium akibat tersumbatnya pembuluh darah koroner. Berikut ini gambaran perubahan/evolusi infark miokardium :

EVOLUSI MI EKG

Iskemik Miokard ditandai dengan adanya depresi ST atau gelombang T terbalik, injuri ditandai dengan adanya ST elevasi. Infark miokard ditandai adanya gelombang Q patologis.
Pada fase awal terjadinya infark ditandai gelombang T yang tinggi sekali (hiperakut T) kemudian pada fase sub akut ditandai T terbalik lalu pada fase akut ditandai ST elevasi. Pada fase lanjut (old) ditandai dengan terbentuknya gelombang Q patologis

Lokasi infark :
Anterior : V2 – V4
Anteroseptal : V1 – V3
Anterolateral : V5, V6, I dan aVL
Ekstensive anterior : V1 – V6, I dan aVL
Inferior : II, III, aVF
Posterior : V1, V2 (resiprokal/seperti cermin)
Contoh infark miokard
Infark miokard (IM) akut inferior (ST elevasi di II, III, aVF) + iskemik ekstensif anterior (ST depresi di I, aVL, V1 s/d V6)
Ventrikel kanan : V1, V3R, V4R

image

Gambaran EKG yang harus diwaspadai
Ventrikel ekstrasistol
image

Survei Sekunder (Secondary Survey)

Pengertian : Mencari perubahan-perubahan yang dapat berkembang menjadi lebih gawat dan mengancam jiwa apabila tidak segera diatasi dengan pemeriksaan dari kepala sampai kaki (head to toe)

Tujuan : Untuk mendeteksi penyakit atau trauma yang diderita pasien sehingga dapat ditangani lebih lanjut 

Peralatan : Stetoskop, tensi meter, jam, lampu pemeriksaan/senter, gunting, thermometer, catatan, alat tulis
Prosedur :

Anamnesis :
Riwayat “AMPE” yang harus diingat yaitu :
A : Alergi
M : Medikasi (obat yang diminum sebelumnya)
P : Past illness (penyakit sebelumnya)/Pregnancy (hamil)
E : Event/environment (lingkungan yang berhubungan dengan kegawatan)

Pemeriksaan fisik :
1. Pemeriksaan kondisi umum menyeluruh
a. Posisi saat ditemukan
b. Tingkat kesadaran
c. Sikap umum, keluhan
d. Trauma, kelainan
e. Keadaan kulit

2. Periksa kepala dan leher
a. Rambut dan kulit kepala
Perdarahan, pengelupasan, perlukaan, penekanan
b. Telinga
Perlukaan, darah, cairan
c. Mata
Perlukaan, pembengkakan, perdarahan, reflek pupil, kondisi kelopak mata, adanya benda asing, pergerakan abnormal
d. Hidung
Perlukaan, darah, cairan, nafas cuping hidung, kelainan anatomi akibat trauma
e. Mulut
Perlukaan, darah, muntahan, benda asing, gigi, bau, dapat buka mulut/ tidak
f. Bibir
Perlukaan, perdarahan, sianosis, kering
g. Rahang
Perlukaan, stabilitas, krepitasi
h. Kulit
Perlukaan, basah/kering, darah, suhu, warna
i. Leher
Perlukaan, bendungan vena, deviasi trakea, spasme otot, stoma, stabilitas tulang leher

3. Periksa dada
Flail chest, nafas diafragma, kelainan bentuk, tarikan antar iga, nyeri tekan, perlukaan (luka terbuka, luka mengisap), suara ketuk/perkusi, suara nafas

4. Periksa perut
Perlukaan, distensi, tegang, kendor, nyeri tekan, undulasi

5. Periksa tulang belakang
Kelainan bentuk, nyeri tekan, spasme otot

6. Periksa pelvis/genetalia
Perlukaan, nyeri, pembengkakan, krepitasi, inkontinensia

7. Periksa ekstremitas atas dan bawah
Perlukaan, angulasi, hambatan pergerakan, gangguan rasa, bengkak, denyut nadi, warna luka

Perhatian !
1. Perhatikan tanda-tanda vital (sesuai dengan survei primer)
2. Pada kasus trauma, pemeriksaan setiap tahap selalu dimulai dengan pertanyaan adakah : D-E-C-A-P-B-L-S

D : Deformitas
E : Ekskoriasi
C : Contusio
A : Abrasi
P : Penetrasi
B : Bullae/Burn
L : Laserasi
S : Swelling/Sembab

3. Pada dugaan patah tulang selalu dimulai dengan pertanyaan adakah : P-I-C

P : Pain
I : Instabilitas
C : Crepitasi


Survei Primer (Primary Survey)

Pengertian : Deteksi cepat dan koreksi segera terhadap kondisi yang mengancam

Tujuan : Untuk mengetahui kondisi pasien yang mengancam jiwa dan kemudian dilakukan tindakan life saving.

Cara pelaksanaan (harus berurutan dan simultan)

Jalan nafas (airway)
  • Lihat, dengar, raba (Look, Listen, Feel)
  • Buka jalan nafas, yakinkan adekuat
  • Bebaskan jalan nafas dengan proteksi tulang cervical dengan menggunakan teknik Head Tilt/Chin Lift/Jaw Trust, hati-hati pada korban trauma
  • Cross finger untuk mendeteksi sumbatan pada daerah mulut
  • Finger sweep untuk membersihkan sumbatan di daerah mulut
  • Suctioning bila perlu
Pernafasan (breathing)
  • Lihat, dengar, rasakan udara yang keluar dari hidung/mulut, apakah ada pertukaran hawa panas yang adekuat, frekuensi nafas, kualitas nafas, keteraturan nafas atau tidak
Perdarahan (circulation)
  • Lihat adanya perdarahan eksterna/interna
  • Hentikan perdarahan eksterna dengan Rest, Ice, Compress, Elevation (istirahatkan lokasi luka, kompres es, tekan/bebat, tinggikan)
  • Perhatikan tanda-tanda syok/ gangguan sirkulasi : capillary refill time, nadi, sianosis, pulsus arteri distal
Susunan Saraf Pusat (disability)
  • cek kesadaran
  • Adakah cedera kepala?
  • Adakah cedera leher?
  • perhatikan cedera pada tulang belakang
Kontrol Lingkungan (Exposure/ environmental )
  • Buka baju penderita lihat kemungkinan cedera yang timbul tetapi cegah hipotermi/kedinginan 
     
     

Pengelolaan Sirkulasi (Circulation Management)

Pengertian : Tindakan yang dilakukan untuk mengembalikan fungsi sirkulasi tubuh yang tadinya terhenti atau terganggu

Tujuan : agar sirkulasi darah kembali berfungsi normal

Diagnosis :
Gangguan sirkulasi yang mengancam jiwa terutama jika terjadi henti jantung dan syok
  • Diagnosis henti jantung ditegakkan dengan tidak adanya denyut nadi karotis dalam waktu 5 – 10 detik. Henti jantung dapat disebabkan kelainan jantung (primer) dan kelainan di luar jantung (sekunder) yang harus segera dikoreksi
  • Diagnosis syok secara cepat dapat ditegakkan dengan tidak teraba atau melemahnya nadi radialis/nadi karotis, pasien tampak pucat, ekstermitas teraba dingin,berkeringat dingin dan memanjangnya waktu pengisian kapiler (capilary refill time > 2 detik)
Gambar 1 .Cara meraba nadi carotis :





clip_image002

Nadi carotis dapat diraba dengan menggunakan 2 atau 3 jari menempel pada daerah kira-kira 2 cm dari garis tengah leher atau jakun pada sisi yang paling dekat dengan pemeriksa. Waktu yang tersedia untuk mengukur nadi carotis sekitar 5 – 10 detik.

Tanda-tanda sirkulasi normal :
  • Perfusi perifer : teraba hangat, kering
  • Warna akral : pink/merah muda
  • Capillary refill time : < 2 detik
  • Denyut nadi < 100
  • Tekanan darah sistole >90-100
  • Produksi urine 1 ml/kgBB/jam
Tanda klinis syok :
  • Kulit telapak tangan dingin, pucat, basah
  • Capillary refill time > 2 detik
  • Nafas cepat
  • Nadi cepat > 100
  • Tekanan darah sistole < 90-100
  • Kesadaran : gelisah s/d koma
  • Pulse pressure menyempit
  • JVP rendah
  • Produksi urin < 0,5 ml/kgBB/jam
clip_image006Bandingkan dengan tangan pemeriksa !
Gambar 2.Perbandingan telapak tangan pasien syok dengan pemeriksa

clip_image002[6]

Perkiraan besarnya tekanan darah sistolik jika nadi teraba di :
- radialis : > 80 mmHg
- femoralis : > 70 mmHg
- Carotis : > 60 mmHg

Jenis-jenis syok :
1.Syok hipovolemik
Penyebab : muntah/diare yang sering; dehidrasi karena berbagai sebab seperti heat stroke, terkena radiasi; luka bakar grade II-III yang luas; trauma dengan perdarahan; perdarahan masif oleh sebab lain seperti perdarahan ante natal, perdarahan post partum, abortus, epistaksis, melena/hematemesis.
Diagnosis : perubahan pada perfusi ekstremitas (dingin, basah, pucat), takikardi, pada keadaan lanjut : takipneu, penurunan tekanan darah, penurunan produksi urin, pucat, lemah dan apatis
Tindakan : pemasangan 2 jalur intravena dengan jarum besar dan diberikan infus cairan kristaloid (Ringer Laktat/Ringer Asetat/NaCl 0,9 %) dengan jumlah cairan melebihi dari cairan yang hilang.
Catatan : untuk perdarahan dengan syok kelas III-IV selain diberikan infus kritaloid sebaiknya disiapkan tranfusi darah segera setelah sumber perdarahan dihentikan.

2.Syok kardiogenik
Penyebab : dapat terjadi pada keadaan-keadaan antara lain kontusio jantung, tamponade jantung, tension pneumotoraks
Diagnosis : hipotensi disertai gangguan irama jantung (bisa berupa bradiaritmia seperti blok AV atau takiaritmia seperti SVT, VT), mungkin terdapat peninggian JVP, dapat disebabkan oleh tamponade jantung (bunyi jantung menjauh atau redup dan tension pneumotoraks (hipersonor dan pergeseran trakea)
Tindakan : pemasangan jalur intravena dengan cairan kristaloid (batasi jumlah cairan), pada aritmia berikan obat-obatan inotropik, perikardiosintesis untuk tamponade jantung dengan monitoring EKG, pemasangan jarum torakosintesis pada ICS II untuk tension pneumotoraks

3. Syok septik
Penyebab : proses infeksi berlanjut
Diagnosis : fase dini tanda klinis hangat, vasodilatasi; fase lanjut tanda klinis dingin, vasokontriksi.
Tindakan :ditujukan agar tekanan sistolik > 90-100 mmHg (Mean Arterial Pressure 60 mmHg).
  • Tindakan awal : IVFD cairan kristaloid, beri antibiotika, singkirkan sumber infeksi
  • Tindakan lanjut : penggunaan cairan koloid dikombinasi dengan vasopresor seperti dopamine
4. Syok anafilaksis
Penyebab : reaksi anafilaksis berat
Diagnosis : tanda-tanda syok dengan riwayat adanya alergi (makanan, sengatan binatang dan lain-lain) atau setelah pemberian obat.
Tindakan : resusitasi cairan dan pemberian epinefrin subcutan
Catatan : tidak semua kasus hipotensi adalah tanda-tanda syok, tapi denyut nadi abnormal, irama jantung abnormal dan bradikardia biasanya merupakan tanda hipotensi

Syok Hipovolemik
Syok hipovolemik karena dehidrasi 

Klasifikasi
Penemuan Klinis
Pengelolaan
Dehidrasi ringan :
Kehilangan cairan tubuh sekitar 5 % BB
Selaput lendir kering, nadi normal atau sedikit meningkat
Pergantian volume cairan yang hilang dengan cairan kristaloid (NaCl 0,9% atau RL)
Dehidrasi sedang :
Kehilangan cairan tubuh sekitar 8 % BB
Selaput lendir sangat kering, lesu, nadi cepat, tekanan darah turun, oligouria
Pergantian volume cairan yang hilang dengan cairan kristaloid (NaCl 0,9% atau RL)
Dehidrasi berat :
Kehilangan cairan tubuh > 10 %
Selaput lendir pecah-pecah, pasien dapat tidak sadar, tekanan darah menurun, anuria
Pergantian volume cairan yang hilang dengan cairan kristaloid (NaCl 0,9% atau RL)

Syok hipovolemik karena perdarahan :
Menurut Advanced Trauma Life Support
Klasifikasi
Penemuan Klinis
Pengelolaan
Kelas I : kehilangan volume darah < 15 % EBV
Hanya takikardi minimal, nadi < 100 kali/menit
Tidak perlu penggantian volume cairan secara IVFD
Kelas II : kehilangan volume darah 15 – 30 % EBV
Takikardi (>120 kali/menit), takipnea (30-40 kali/menit), penurunan pulse pressure, penurunan produksi urin (20-30 cc/jam)
Pergantian volume darah yang hilang dengan cairan kristaloid (NaCl 0,9% atau RL) sejumlah 3 kali volume darah yang hilang
Kelas III : kehilangan volume darah 30 - 40 % EBV
Takikardi (>120 kali/menit), takipnea (30-40 kali/menit), perubahan status mental (confused), penurunan produksi urin (5-15 cc/jam)
Pergantian volume darah yang hilang dengan cairan kristaloid (NaCl 0,9% atau RL) dan darah
Kelas IV : kehilangan volume darah > 40 % EBV
Takikardi (>140 kali/menit), takipnea (35 kali/menit), perubahan status mental (confused dan lethargic),
Bila kehilangan volume darah > 50 % : pasien tidak sadar, tekanan sistolik sama dengan diastolik, produksi urin minimal atau tidak keluar
Pergantian volume darah yang hilang dengan cairan kristaloid (NaCl 0,9% atau RL) dan darah

Keterangan : EBV (estimate Blood Volume) = 70 cc / kg BB

Tatalaksana mengatasi perdarahan :
Airway (+ lindungi tulang servikal)
Breathing (+ oksigen jika ada)
Circulation + kendalikan perdarahan
1. Posisi syok
2. Cari dan hentikan perdarahan
3. Ganti volume kehilangan darah
Posisi syok
Angkat kedua tungkai dengan menggunakan papan setinggi ± 45o. 300 – 500 cc darah dari kaki pindah ke sirkulasi sentral.

Gambar 3. Posisi syok 

clip_image002

2.Menghentikan perdarahan (prioritas utama)
  • Tekan sumber perdarahan
  • Tekankan jari pada arteri proksimal dari luka
  • Bebat tekan pada seluruh ekstremitas yang luka
  • Pasang tampon sub fasia (gauza pack)
  • Hindari tourniquet (torniquet = usaha terakhir)
Perdarahan permukaan tubuh ekstremitas lakukan penekanan, gunakan sarung tangan atau plastik sebagai pelindung !

Gambar 5. Perdarahan dan cara menekan perdarahan



clip_image002[8]


Perdarahan 20 cc/menit = 1200 cc / jam !
3. Pemasangan infus dan pergantian volume darah dengan cairan/darah.
4. Cari sumber perdarahan yang tersembunyi
  • Rongga perut (hati, limpa, arteri), rongga pleura, panggul atau pelvis, tulang paha (femur), kulit kepala (anak)
5. Lokasi dan Estimasi perdarahan
  • Fraktur femur tertutup : 1,5-2 liter
  • Fraktur tibia tertutup : 0,5 liter
  • Fraktur pelvis : 3 liter
  • Hemothorak : 2 liter
  • Fraktur iga (tiap satu) : 150 cc
  • Luka sekepal tangan : 500 cc
  • Bekuan darah sekepal : 500 cc
Catatan :
1. Menilai respon pada penggantian volume adalah penting, bila respon mnmal kemungkinan adanya sumber perdarahan aktif yang harus dihentikan, segera lakukan pemeriksaan golongan darah dan cross matched, konsultasi dengan ahli bedah, hentikan perdarahan luar yang tampak (misalnya pada ekstremitas)
2. Penggantian darah dapat digunakan darah lengkap (WBC) atau komponen darah merah (PRC). Usahakan jangan memberikan tranfusi yang dingin karena dapat menyebabkan hipotermi. 



Pengelolaan Fungsi Pernapasan (Breathing Management)

Pengertian : Memperbaiki fungsi ventilasi dengan cara memberikan pernafasan buatan untuk menjamin kebutuhan oksigen dan pengeluaran gas CO2.

Tujuan : Menjamin pertukaran udara di paru-paru secara normal.

Diagnosis : Ditegakkan bila pada pemeriksaan dengan menggunakan metode Look Listen Feel (lihat kembali pengelolaan jalan nafas) tidak ada pernafasan dan pengelolaan jalan nafas telah dilakukan (jalan nafas aman).

Tindakan
Tanpa Alat : Memberikan pernafasan buatan dari mulut ke mulut atau dari mulut ke hidung sebanyak 2 (dua) kali tiupan awal dan diselingi ekshalasi.
Dengan Alat : Memberikan pernafasan buatan dengan alat “Ambu bag” (self inflating bag) yang dapat pula ditambahkan oksigen. Dapat juga diberikan dengan menggunakan ventilator mekanik (ventilator/respirator)

Pemeriksaan pernafasan :
Look -Lihat
- gerak dada
- gerak cuping hidung (flaring nostril)
- retraksi sela iga
- gerak dada
- gerak cuping hidung (flaring nostril)
- retraksi sela iga

Listen -Dengar
- Suara nafas, suara tambahan

Feel -Rasakan
- Udara nafas keluar hidung-mulut

Palpasi -Raba
- gerakan dada, simetris?

Perkusi - Ketuk
- Redup? Hipersonor? Simetris?

Auskultasi (menggunakan stetoskop)
- Suara nafas ada? Simetris? Ronki atau whezing?

Rontgen dada
kalau tersedia dan pasien sudah stabil

Menilai pernafasan
  • Ada napas? Napas normal atau distres
  • Ada luka dada terbuka atau menghisap?
  • Ada Pneumothoraks tension?
  • Ada Patah iga ganda (curiga Flail Chest) ?
  • Ada Hemothoraks?
  • Ada emfisema bawah kulit?
Tanda distres nafas
  • Nafas dangkal dan cepat
  • Gerak cuping hidung (flaring nostril)
  • Tarikan sela iga (retraksi)
  • Tarikan otot leher (tracheal tug)
  • Nadi cepat
  • Hipotensi
  • Vena leher distensi
  • Sianosis (tanda lambat)
Pemberian nafas buatan
Diberikan sebanyak 12-20 kali/menit sampai dada nampak terangkat.
Diberikan bila nafas abnormal, tidak usah menunggu sampai apnea dulu
Berikan tambahan oksigen bila tersedia.
Jika udara masuk ke dalam lambung, jangan dikeluarkan dengan menekan lambung karena akan berisiko aspirasi.
Nafas buatan dilakukan dengan in-line immobilisation (fiksasi kepala-leher) agar tulang leher tidak banyak bergerak.
 
Cara memberikan nafas buatan dari mulut ke mulut
 clip_image002[5]
Gambar 1. pada orang dewasa

Untuk memberikan bantuan pernafasan mulut ke mulut, jalan nafas korban harus terbuka. Perhatikan kedua tangan penolong pada gambar masih tetap melakukan teknik membuka jalan nafas “Chin lift”. Hidung korban harus ditutup bisa dengan tangan atau dengan menekankan pipi penolong pada hidung korban. Mulut penolong mencakup seluruh mulut korban. Mata penolong melihat ke arah dada korban untuk melihat pengembangan dada. Pemberian pernafasan buatan secara efektif dapat diketahui dengan melihat pengembangan dada korban.Berikan 1 kali pernafasan selama 1 detik, berikan pernafasan biasa.kemudian berikan pernafasan kedua selama 1 detik. Berikan nafas secara biasa untuk mencegah penolong mengalami pusing atau berkunang-kunang. Untuk bayi dan anak, nafas buatan yang diberikan lebih sedikit dari orang dewasa, dengan tetap melihat pengembangan dada.Usahakan hindari pemberian pernafasan yang terlalu kuat dan terlalu banyak karena dapat menyebabkan kembung dan merusak paru-paru korban. Konsentrasi oksigen melalui udara ekspirasi mulut sekitar 17 %.

Cara memberikan nafas buatan dari mulut ke hidung
Cara ini direkomendasikan jika pemberian nafas buatan melalui mulut korban tidak dapat dilakukan misalnya terdapat luka yang berat pada mulut korban, mulut tidak dapat dibuka, korban di dalam air atau mulut penolong tidak dapat mencakup mulut korban.
Cara memberikan nafas buatan dari mulut ke stoma (lubang trakeostomi)
Cara ini diberikan pada pasien trakeostomi. Caranya sama dengan mulut ke mulut hanya saja lubang tempat masuknya udara adalah lubang trakeostomi
Pemberian nafas buatan dengan menggunakan alat 


clip_image002
 Gambar 2. ambubag (bag-valve-masker)

Ambu bag terdiri dari bag yang berfungsi untuk memompa oksigen udara bebas, valve/pipa berkatup dan masker yang menutupi mulut dan hidung penderita. Penggunaan ambu bag atau bagging sungkup memerlukan keterampilan tersendiri. Penolong seorang diri dalam menggunakan amb bag harus dapat mempertahankan terbukanya jalan nafas dengan mengangkat rahang bawah, menekan sungkup ke muka korban dengan kuat dan memompa udara dengan memeras bagging. Penolong harus dapat melihat dengan jelas pergerakan dada korban pada setiap pernafasan.

Ambu bag sangat efektif bila dilakukan oleh dua orang penolong yang berpengalaman. Salah seorang penolong membuka jalan nafas dan menempelkan sungkup wajah korban dan penolong lain memeras bagging. Kedua penolong harus memperhatikan pengembangan dada korban

clip_image004[5]
 Gambar 3. Cara menggunakan ambubag


Ambu bag digunakan dengan satu tangan penolong memegang bag sambil memompa udara sedangkan tangan lainnya memegang dan memfiksasi masker. Pada Tangan yang memegang masker, ibu jari dan jari telunjuk memegang masker membentuk huruf C sedangkan jari-jari lainnya memegang rahang bawah penderita sekaligus membuka jalan nafas penderita dengan membentuk huruf E.
Konsentrasi oksigen yang dihasilkan dari ambu bag sekitar 20 %. Dapat ditingkatkan menjadi 100% dengan tambahan oksigen.
Untuk kondisi yang mana penderita mengalami henti nafas dan henti jantung, dilakukan resusitasi jantung-paru-otak.