Tampilkan postingan dengan label Hematologi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Hematologi. Tampilkan semua postingan

Jumat, 06 Januari 2012

Komplikasi Transfusi Darah dan Pengobatannya

Transfusi darah masif jarang dilakukan, lebih-lebih sebab permintaan darah hampir selalu tersendat-sendat. Kalau terjadi perdarahan banyak dan persediaan darah kurang, yang diberikan ialah cairan pengganti darah.Kadang-kadang transfusi darah masif dapat dilakukan sebab persediaan darah cukup dan kadang-kadang donor juga cukup banyak. Seandainya persediaan darah cukup, maka pemberian suatu transfusi masif bukan tanpa risiko untuk terjadinya macam-macam komplikasi, sehingga diperlakukan alat tambahan untuk memudahkan kita memantau selama pemberian transfusi masif tersebut. Alat tambahan tersebut antara lain ialah EKG, analisis gas darah, dan CVP.

Selain risiko, penyediaan alat-alat dan pemeriksaan analisis gas darah yang berulang merupakan beban biaya tambahan bagi penderita.

1. Definisi

Transfusi darah masif adalah pemberian darah dengan kecepatan lebih dari 30 ml/kg BB/jam  atau dapat juga dikatakan pemberian darah secara mendadak lebih dari 1,50 kali perkiraan jumlah darah penderita .

2. Indikasi

Transfusi darah disini digunakan untuk :
1. Memperbaiki kapasitas pengangkutan oksigen.
2. Mempertahankan volume darah (1, 8).

3. Komplikasi

Pada umumnya komplikasi transfusi ini dibagi menjadi :
1. Reaksi imunologi
2. Reaksi non imunologi
3. Komplikasi yang berhubungan dengan transfusi darah masif.
1). Reaksi Imunologi
a. Reaksi Transfusi Hemolitik
Reaksi transfusi hemolitik merupakan reaksi yang jarang terjadi tetapi serius dan terdapat pada satu diantara dua puluh ribu penderita yang mendapat transfusi .
1. Lisis sel darah donor oleh antibodi resipien.
Hal ini bisa terjadi dengan cara :
a. Reaksi transfusi hemolitik segera
b. Reaksi transfusi hemolitik lambat.
2. Lisis sel resipien oleh antibodi darah transfusi secara masif.
Reaksi ini sering terjadi akibat kesalahan manusia sebagai pelaksana, misalnya salah memasang label atau membaca label pada botol darah. Tanda-tanda reaksi hemolitik lain ialah menggigil, panas, kemerahan pada muka, bendungan vena leher , nyeri kepala, nyeri dada, mual, muntah, nafas cepat dan dangkal, takhikardi, hipotensi, hemoglobinuri, oliguri, perdarahan yang tidak bisa diterangkan asalnya, dan ikterus. Pada penderita yang teranestesi hal ini sukar untuk dideteksi dan memerlukan perhatian khusus dari ahli anestesi, ahli bedah dan lain-lain.

Tanda-tanda yang dapat dikenal ialah takhikardi, hemoglobinuri, hipotensi, perdarahan yang tiba-tiba meningkat, selanjutnya terjadi ikterus dan oliguri.

Diagnosis dapat ditegakkan dengan adanya hemoglobinemi dan hemoglobinuri. Urine menjadi coklat kehitaman sampai hitam dan mungkin berisi hemoglobin dan butir darah merah. .
Terapi reaksi transfusi hemolitik : pemberian cairan intravena dan diuretika. Cairan digunakan untuk mempertahankan jumlah urine yang keluar. 

Diuretika yang digunakan ialah :
a. Manitol 25 %, sebanyak 25 gr diberikan secara intravena kemudian diikuti pemberian 40 mEq Natrium bikarbonat.

b. Furosemid
Bila terjadi hipotensi penderita dapat diberi larutan Ringer laktat, albumin dan darah yang cocok. Bila volume darah sudah mencapai normal penderita dapat diberi vasopressor. Selain itu penderita perlu diberi oksigen.
Bila terjadi anuria yang menetap perlu tindakan dialisis 

Cara menghindari reaksi transfusi :
Untuk mengerjakan ini perlu dilakukan :
a. Tes darah, untuk melihat cocok tidaknya darah donor dan resipien.
b. Memilih tips dan saringan yang tepat.
c. Pada transfusi darurat :
Banyak situasi terjadi dimana kebutuhan darah sangat mendesak sebelum dilakukan pemeriksaan cocok tidaknya darah secara lengkap. 

Dalam situasi demikian tidak perlu dilakukan pemeriksaan secara lengkap, dan jalan singkat untuk melakukan tes bisa dikerjakan sebagai berikut :
1. Type-Specific, Partially Crossmatched Blood
Bila kita menggunakan darah “un-crossmatched”, maka paling sedikit harus diperoleh tipe ABO-Rh dan sebagian “crossmatched”.

2. Tipe-Specific, Uncrossmatched Blood.
Untuk penggunaan tipe darah yang tepat maka tipe ABO-Rh harus sudah ditentukan selama penderita dalam perjalanan ke rumah sakit.

3. O Rh-Negatif (Universal donor) Uncrossmatched Blood
Golongan darah O kekurangan antigen A dan B, akibatnya tidak dapat dihemolisis baik oleh anti A ataupun anti B yang ada pada resipien. Oleh sebab itu golongan darah O kita sebut sebagai donor universal dan dapat digunakan pada situasi yang gawat bila tidak memungkinkan untuk melakukan penggolongan darah atau “crossmatched”. Tetapi bagaimanapun juga pemberian darah golongan inipun bukan tanpa resiko.

b. Reaksi Transfusi Non Hemolitik
1. Reaksi transfusi “febrile”
Tanda-tandanya adalah sebagai berikut :
Menggigil, panas, nyeri kepala, nyeri otot, mual, batuk yang tidak produktif.

2. Reaksi alergi
a. “Anaphylactoid”
Keadaan ini terjadi bila terdapat protein asing pada darah transfusi.

b. Urtikaria, paling sering terjadi dan penderita merasa gatal-gatal. Biasanya muka penderita sembab.
Terapi yang perlu diberikan ialah antihistamin, dan transfusi harus disetop.

Alergi yang berat jarang terjadi dan ini kita sebut reaksi anafilaksis, dengan tanda-tanda sebagai berikut : sesak nafas, hipotensi, edema larings, nyeri dada, dan shok. Reaksi anafilaksis ini disebabkan karena transfusi IgA kepada penderita yang kekurangan IgA dan telah terbentuk anti IgA. Tipe reaksi ini tidak termasuk tipe kerusakan sel darah merah, kejadiannya sangat cepat dan biasanya terjadi sesudah mendapat transfusi darah atau plasma hanya beberapa ml. Penderita yang menunjukkan tanda-tanda reaksi anafilaksis bila perlu mendapat darah, harus diberi sel darah merah yang telah dibersihkan dari semua sisa donor IgA, atau dengan darah yang sedikit mengandung protein IgA 

2). Reaksi Non Hemologi
a. Reaksi transfusi “Pseudohemolytic”
Termasuk disini ialah lisis terhadap sel darah merah tanpa reaksi antigen-antibodi. Hemolisis ini dapat terjadi akibat obat, macam-macam keadaan penyakit, trauma mekanik, penggunaan cairan dextrosa hipotonis, panas yang berlebihan dan kontaminasi bakteri.

b. Reaksi yang disebabkan oleh volume yang berlebihan.
c. Reaksi karena darah transfusi terkontaminasi
d. Virus hepatitis.

Risiko terkena hepatitis sesudah transfusi merupakan keadaan klinik yang penting. Tes untuk HBV (Hepatitis B Virus), penyaringan untuk Non-A dan Non-B juga bisa mengurangi risiko terkena transmisi penyakit tersebut.

e. Lain-lain penyakit yang terlibat pada terapi transfusi misalnya malaria, sifilis, virus CMG dan virus Epstein-Barr parasit serta bakteri.

f. AIDS.

Komplikasi
1. Dilutional Coagulhopaty
Darah simpan yang diberikan secara masif sering kekurangan faktor V dan VIII (1,2,8). Mutu atau derajat faktor V pada darah simpan sampai 21 hari sekitar 30% atau lebih, sedangkan derajat yang dibutuhkan untuk hemostasis antara 15-50%. Derajat faktor VIII pada darah simpan 21 hari berkisar antara 15-50%.
Jadi terdapat sedikit dasar kebenarannya untuk menyamakan penggunaan FFP pada transfusi masif. Kenyataannya darah simpan kurang dari 10 hari masih bisa memberikan faktor koagulasi yang cukup pada penderita.
Satu yang harus diingat ialah bahwa penggunaan FFP yang berlebihan menambah transmisi penyakit pada penderita, misalnya hepatitis dan AIDS.

Kecenderungan terjadinya perdarahan biasanya sesudah penderita mendapat transfusi banyak dan cepat dengan menggunakan campuran ACD. Ini terjadi bila kita memberikan darah 20-30 unit, dan untuk penderita debil dan anak kecil lebih berkurang lagi. Manifestasi kliniknya yaitu terdapatnya “oozing” pada daerah operasi, perdarahan pada gusi, “petechiae” dan “echymosis”. Untuk mengatasi ini biasanya penderita mendapat darah ACD lagi. Selama pemberian darah masif tetap dengan bahan-bahan yang kekurangan faktor-faktor pembeku, maka selama itu pula perdarahan akan timbul, dan demikian selanjutnya hingga merupakan lingkaran setan.
Etiologi kecenderungan perdarahan ini kemungkinan adalah terjadinya “dilutional thrombocytopenia”, kekurangan faktor-faktor labil, dan DIC
.
Tujuan terapi disini ialah untuk mempertahankan faktor-faktor V dan VIII mendekati 30%, sebab 20% faktor V dan 30% faktor VIII diperlukan untuk hemostasis penderita yang dioperasi (5). Untuk mempertahankan faktor V dan VIII pada derajat 30% maka kepada penderita diberikan 2-3 unit FFP (Fresh Frozen Plasma) untuk tiap 10 unit “packed cells” dan transfusi “plasma protein fracyion” (1,6). Setiap pemberian 5 unit darah perlu diperiksa jumlah platelet .

Trombositopenia.
Pada penderita yang mendapat transfusi darah 10 unit atau lebih sering terjadi trombositopenia dan penderita perlu mendapat platele.

a. Perdarahan selama operasi sering terjadi pada penderita dengan kadar platelet kurang dari 100.000/ cumm (4,6,8). Untuk mempertahankan jumlah platelet antara 50.000-100.000/cumm, maka penderita diberikan platelet konsentrat sebanyak 6-8 unit tiap pemberian 20 unit darah, kalau tidak bisa, penderita dapat diberi darah segar yang umurnya kurang dari 6 jam.
b. Tiap unit platelet konsentrat menambah jumlah platelet sebanyak 10-12 ribu/cumm pada penderita muda dengan berat badan 70 kg.
c. Darah segar dapat mempertahankan kadar platelet pasca operasi di atas 90 ribu/cumm.
Perdarahan yang hebat akibat trombositopenia pada transfusi masif mulai terjadi sesudah transfusi 10 unit darah atau lebih. Jadi tidak rasional bila kita memberi darah lama pada penderita yang mendapat transfusi sebanyak 10-15 unit.
2. Disseminated Iintravascular Coagulation (DIC)
a. DIC sukar diidentifikasi pada penderita yang mendapat transfusi masif. DIC merupakan kombinasi antara perdarahan dan trombosis, suatu hal dua kejadian yang bertentangan. Untuk membantu keadaan yang bertentangan ini, kecenderungan perdarahan diterapi dengan antikoagulan, yaitu heparin. Pada jaringan hipoksia yang asidotik dengan bendungan aliran darah, baik langsung ataupun lewat pelepasan beberapa toksin akan terjadi pelepasan tromboplastin jaringan. Picu ini akan mempengaruhi proses koagulasi, menghasilkan faktor I, II, VII, VIII dan platelet.
Seandainya trombus dan fibrin mengendap pada mikrosirkulasi organ-organ vital, maka akan terganggu aliran darahnya.Sesudah terjadi aktivasi sistem koagulasi yang tidak normal maka trombus dan fibrin akan mengendap pada mikrosirkulasi. Untuk mengatasikeadaan hiperkoagulasi, maka sistem fibrinolitik diaktifkan sehingga melarutkan fibrin yang berlebihan. Keadaan ini disebut fibrinolisis sekunder. Fibrinolisis primer dapat juga terjadi pada waktu transfusi masif dengan tujuan untuk mengaktifkan sistem fibrinolitik tanpa terjadi DIC. Pada fibrinolisis primer sejumlah besar plasmin atau aktivator fibrinolitik dilepaskan, yang menyebabkan larutnya penjendalan dan fibrin.
Diagnosis didasarkan atas analisis laboratorium terhadap faktor koagulasi, platelet, dan hasil fibrinolisis.
b. Tujuan utama terapi ialah untuk :
- menghilangkan penyebabnya
- mempertahankan volume normal
- mengganti faktor-faktor pembekuan yang cukup, dengan demikian penderita dapat melanjutkan proses koagulasi.
Jangan memberikan terapi berlebih karena akan menyebabkan pembekuan yang meluas.
Terapi adalah berupa :
- Fresh Frozen Plasma dan platelet concentrate
- Heparin : Penggunaannya pada DIC masih kontroversial tetapi dapat mencegah terjadinya mikrotrombi.
- EACA : Penggunaannya sangat jarang, terutama pada fibrinolisis primer.
3. Intoksikasi Sitrat
a. Sitrat mengikat kalsium dengan akibat terjadinya hipokalsemi, dan hipokalsemi ini jarang terjadi.
c. Pemberian kalsium sebaiknya dibatasi sampai didapatkan bukti adanya depresi miokard dan pada EKG terdapat tanda-tanda hipokalsemi, yaitu terjadinya pemanjangan interval QT (1,7).
d. Konsentrasi ionisasi kalsium serum akan tetap normal bilamana kecepatan infus tidak lebih dari 30 ml/kg BB/jam (2,3).
e. Hipokalsemi dapat terjadi pada penderita dengan penyakit hati berat atau syok, karena kemampuan memetabolisme natrium sitrat berkuran.
4. Keadaan Asam Basa
Bila larutan ACD diberikan pada darah, maka pH-nya akan menurun sampai 7.0, hal ini disebabkan terutama karena keasaman larutan ACD. pH darah akan terus turun sampai kira-kira 6.5 sesudah sampai 21 hari disimpan, karena adanya glikolisis yang terus menerus dan pembentukan asam laktat dan peruvat oleh metabolisme sel. Lagi pula karena botol atau kantong plastik darah tidak memungkinkan terjadinya mekanisme pelepasan CO2, maka PaCO akan naik dari 150 sampai 210 torr.
Howland dan Schweizer menganjurkan untuk tiap 5 unit darah ACD yang ditransfusikan perlu diberikan 44.6 mEq natrium bikarbonat (5,6). Keasaman darah ACD hanya mempengaruhi penderita yang dalam keadaan syok atau penderita dengan respirasi tidak normal, atau adanya kompensasi dari ginjal. Miler berkesimpulan bahwa pemberian natrium bikarbonat secara empirik tidak perlu dan bukan merupakan indikasi, sehingga tidak logis bila pemberian natrium bikarbonat digunakan sebagai profilaksi untuk penderita yang tidak dapat kita perkirakan keasamannya. Tiap pemberian natrium bikarbonat harus didasarkan atas hasil analisis gas darah dan ini bisa dikerjakan setiap pemberian darah 5 unit.
Asidosis terjadi sebagai akibat hipoksia sel darah merah selama penyimpanan. Sesudah transfusi ion hidrogen dikembalikan ke sel darah merah atau sebagai buffer oleh plasma resipien.

5. Hiperkalemia
Darah dari bank darah berisi ion K antara 17-24 mEq/L pada penyimpanan 21-33 hari . Hiperkalemia merupakan problem yang jarang terjadi. Pada darah simpan akan terjadi pengurangan isi kalium pada eritrosit dan kenaikkan dalam plasma.
6. Hipotermi
Transfusi masif yang menggunakan darah dingin dapat meningkatkan pelepasan energi untuk menaikkan temperatur tubuh, menaikkan pemakaian O2, afinitas hemoglobin dan O2, kebocoran ion K dari sel darah merah dan kerusakan metabolisme sitrat.
Umumnya telah diketahui bahwa pemberian beberapa unit darah dingin akan menurunkan temperatur resipien. Dengan cara memanaskan darah dari bank darah sesuai dengan panas tubuh sebelum diberikan pada penderita, maka secara bermakna akan mengurangi angka kejadian aritmi dan “cardiac arrest” selama transfusi masif. Walaupun Bayan menekan bahwa pemanasan darah hanya untuk transfusi masif, banyak yang percaya bahwa “whole blood” yang diberikan beberapa unit juga perlu dipanaskan bila diberikan selama operasi.
Suatu penurunan temperatur pada esofagus sebanyak 0.5 –1 C dapat mengakibatkan penderita menggigil sesudah operasi, sehingga menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen dan “cardiac out put”. Pemberian darah hangat sesuai dengan panas tubuh juga dapat menghindari menurunnya kecepatan metabolisme sitrat sehingga dapat mengurangi intoksikasi sitrat .
Transfusi dengan darah dingin sebanyak 5 unit dalam waktu 30 menit akan dapat menurunkan temperatur 4 C. pada 33 C, hipotermi dapat menyebabkan asidosis metabolik dan depressi “cardiac out put”. Perubahan posisi tubuh atau respirasi dapat menyebabkan “cardiac arrest”. Darah harus dihangatkan terlebih dahulu sebelum diberikan pada penderita dengan kecepatan tinggi dan dalam jumlah besar.
7. Post Transfusion Hepatitis (PTH)
Penemuan yang penting yaitu adanya Australian Antigen (HAA) dan hubungannya yang positif dengan hepatitis serum merupakan harapan baru untuk mengurangi PTH.K ebanyakan darah yang diberikan adalah darah yang dibeli dari setiap orang sehingga penularan hepatitis bisa saja terjadi.
Semua Palang Merah perlu mengetes dan meniadakan donor positifnya HAA. Virus cytomegalo dapat menular lewat transfusi darah dan merupakan salah satu bagian yang bertanggung jawab untuk terjadinya PTH. Bila bukti-bukti tampak meyakinkan, dimana dapat dideteksi bahwa darah mengandung virus tersebut, maka transfusi dengan darah tersebut harus dihindari.
Cara lain untuk mengatasi PTH ialah dengan memberikan modifikasi gamma globulin intravena sebelum pemberian darah.
4. Diagnosis
Keberhasilan pengobatan tergantung pada kemampuan menentukan diagnosis penyebab problem perdarahan. Penderita yang menerima transfusi masif dengan darah ACD akan mendapat berbagai kelainan hasil laboratorium dan ini membuat kita mendapatkan kesukaran untuk menentukan sebab-sebab yang jelas. Sebagai contoh trombositopeni mungkin merupakan akibat “dilutional coagulopathy” yang akan terjadi selama transfusi masif, atau akibat dari DIC, atau karena keduanya.
Perdarahan pada penderita dengan trombositopenia mungkin disebabkan oleh “dilutional coagulopathy” dengan fibrinolisis primer.Untuk membedakan ini perlu dideteksi derajad fibrinogen. Walaupun hal ini mudah dikerjakan dikebanyakan rumah sakit; namun tidak dapat segera memberikan hasil, terutama pada malam hari. Untuk menghadapi keadaan semacam ini, sesudah mendapatkan contoh darah untuk menentukan jumlah platelet, derajat fibrinogen plasma, dan “partial thromboplastin time (PTT)”, kemudian kita periksa bekuan darah dalam hal ukuran dan stabilitasnya. Bila PTT naik secara tidak normal dan tes yang lain normal maka perdarahan mungkin disebabkan oleh sangat rendahnya faktor V dan VIII, dan ini bisa diterapi dengan FPP yang berisi semua faktor koagulasi kecuali platelet.
Bila bekuan darah pada “test tube” mengalami lisis didalam waktu 1 atau 2 jam, maka terjadi fibrinolisis berlebihan. Untuk menghambat pembentukan plasmin dan mengurangi fibrinolisis perlu pemberian Epsilon-aminocaproic acid (EACA). Penderita yang mendapat transfusi dianjurkan diberikan EACA. Tetapi bila fibrinolisis merupakan akibat sekunder, karena kita ingin mencegah terjadinya trombosis yang luas pada DIC, pemberian EACA justru akan memperberat DIC.
Karena tes untuk membedakan fibronolisis primer atau sekunder biasa tidak siap pakai, maka EACA hanya diberikan setelah heparinisasi dan setelah konsultasi dengan ahli-ahli yang bersangkutan. Fibrinolisis biasanya terjadinya akibat sekunder DIC, setelah kita mengalami keraguan yang lama dalam menetapkan pemberian EACA tanpa terlebih dahulu memberikan heparin pada penderita.
Bila terdapat keadaan tiga serangkai, ialah trombositopenia, hipofibrinogenemi, dan lisis suatu bekuan darah yang terjadi dalam waktu 2 jam, maka dipikirkan terjadinya suatu DIC. Bahkan tanpa lisis bekuan, fibrinogen (<100 mg/100 ml) yang bukan akibat “dilutional coagulopathy” sudah dianggap sebagai DIC.
Heparin dapat cepat memperbaiki jumlah platelet dan derajat fibrinogen serta dapat mengurangi perdarahan. Pemberian heparin biasanya dimulai dengan dosis 30 unit/kg BB, dan diberikan intravena.
Penentuan yang kedua terhadap platelet dan derajat fibrinogen dalam waktu 3 dan 4 jam mungkin merupakan suatu indikasi pemberian heparin. Bila hasil-hasil pemeriksaan laboratorium kembali normal dan intensitas perdarahan berkurang, pemberian heparin dapat disetop atau dikurangi. Setelah pemberian heparin sering terjadi kehilangan faktor pembekuan seperti platelet dan fibrinogen, sehingga perlu diganti dalam bentuk plasma, konsentrat platelet, atau darah segar.
DIC yang baru saja terjadi dapat diterapi tanpa heparin, yaitu dengan cara menghilangkan penyebab yang mempercepat terjadinya DIC. Heparin perlu diberikan pada syok dan DIC yang berat dan lama. Jadi heparin hanya dipertimbangkan sebagai terapi tambahan dan bukan terapi yang mujarab untuk penderita syok hipovolemi yang membutuhkan transfusi masif.
Menurut “American Association of Blood Banks” penderita hanya boleh mendapat komponen-komponen darah yang diperlukan. Contoh : bila penderita hanya membutuhkan platelet maka sisa unit darah lainnya, misalnya eritrosit, plasma dan albumin dapat disimpan untuk penderita lain.
Darah segar (kurang dari 6 jam penyimpanan) akan memberikan platelet paling banyak setiap donor. 90% platelet didapat dari plasma yang merupakan setengah dari jumlah tiap unit darah. Konsentrat platelet dapat disimpan dalam tempat sebesar 25 ml dan dapat memberikan 70-80% yang terdapat pada setiap unit darah. Bila yang diperlukan hanya platelet dan bukan lisis maka konsentrat platelet ini merupakan indikasi untuk diberikan pada penderita. Bila penderita dengan hipovolemi juga memerlukan penggantian eritrosit, albumin, beberapa faktor koagulasi dan platelet, maka secara praktis ialah dengan memberikan darah segar. Platelet yang disimpan pada 4 C harus dengan diberikan dalam waktu 6 jam setelah penyimpanan untuk dapat memberikan kegunaan yang maksimal.
Pada transfusi sel darah merah diperlukan kecocokan antara donor dan resipien. Kita menggunakan tipe dan saringan infus tertentu, sebab makin meningkatnya jumlah operasi elektif yang biasanya tidak menggunakan darah. Pada operasi-operasi elektif darah hanya digunakan pada keadaan tertentu saja.

Ini memberikan beberapa keuntungan, ialah :
1. Mengurangi jumalh sel darah setiap harinya.
2. Mengurangi petugas Bank Darah.
3. Ongkos yang dibebankan pada penderita menjadi lebih rendah.
Untuk memantau penderita dengan transfusi masif diperlukan :
1. EKG untuk mengetahui perusahaan kalsium dalam darah.
2. CVP dan kateter urine untuk mengetahui keluarnya urine setiap jam.
3. Analisis gas darah untuk mengetahui PaO2, PaCO2, pH. Ketiga hal tersebut perlu dipantau setiap pemberian 5 unit darah, untuk menentukan secara tepat berapa natrium biakrbonat yang harus diberikan.


Sabtu, 30 April 2011

Biologi Darah Manusia

1. Definisi
Darah merupakan gabungan dari cairan, sel-sel dan partikel yang menyerupai sel, yang mengalir dalam arteri, kapiler dan vena; yang mengirimkan oksigen dan zat-zat gizi ke jaringan dan membawa karbon dioksida dan hasil limbah lainnya.

Darah Merah

2. Komponen Cairan
Dari separuh bagian dari darah merupakan cairan (plasma), yang sebagian besar mengandung garam-garam terlarut dan protein. Protein utama dalam plasma adalah albumin. Protein lainnya adalah antibodi (imunoglobulin) dan protein pembekuan. Plasma juga mengandung hormon-hormon, elektrolit, lemak, gula, mineral dan vitamin

Selain menyalurkan sel-sel darah, plasma juga:
- merupakan cadangan air untuk tubuh
- mencegah mengkerutnya dan tersumbatnya pembuluh darah
- membantu mempertahankan tekanan darah dan sirkulasi ke seluruh tubuh.

Bahkan yang lebih penting, antibodi dalam plasma melindungi tubuh melawan bahan-bahan asing (misalnya virus, bakteri, jamur dan sel-sel kanker), ketika protein pembekuan mengendalikan perdarahan. Selain menyalurkan hormon dan mengatur efeknya, plasma juga mendinginkan dan menghangatkan tubuh sesuai dengan kebutuhan.

3. Komponen Sel.
1. Sel darah merah (eritrosit).
Merupakan sel yang paling banyak dibandingkan dengan 2 sel lainnya, dalam keadaan normal mencapai hampir separuh dari volume darah. Sel darah merah mengandung hemoglobin, yang memungkinkan sel darah merah membawa oksigen dari paru-paru dan mengantarkannya ke seluruh jaringan tubuh. Oksigen dipakai untuk membentuk energi bagi sel-sel, dengan bahan limbah berupa karbon dioksida, yang akan diangkut oleh sel darah merah dari jaringan dan kembali ke paru-paru.

2. Sel darah putih (leukosit.
Jumlahnya lebih sedikit, dengan perbandingan sekitar 1 sel darah putih untuk setiap 660 sel darah merah. Terdapat 5 jenis utama dari sel darah putih yang bekerja sama untuk membangun mekanisme utama tubuh dalam melawan infeksi, termasuk menghasilkan antibodi.
- Neutrofil, juga disebut granulosit karena berisi enzim yang mengandung granul-granul, jumlahnya paling banyak.

Neutrofil membantu melindungi tubuh melawan infeksi bakteri dan jamur dan mencerna benda asing sisa-sisa peradangan.

Ada 2 jenis neutrofil, yaitu neutrofil berbentuk pita (imatur, belum matang) dan neutrofil bersegmen (matur, matang).
- Limfosit memiliki 2 jenis utama, yaitu limfosit T (memberikan perlindungan terhadap infeksi virus dan bisa menemukan dan merusak beberapa sel kanker) dan limfosit B (membentuk sel-sel yang menghasilkan antibodi atau sel plasma).
- Monosit mencerna sel-sel yang mati atau yang rusak dan memberikan perlawanan imunologis terhadap berbagai organisme penyebab infeksi.
- Eosinofil membunuh parasit, merusak sel-sel kanker dan berperan dalam respon alergi.
- Basofil juga berperan dalam respon alergi.

3. Platelet (trombosit).
Merupakan paritikel yang menyerupai sel, dengan ukuran lebih kecil daripada sel darah merah atau sel darah putih. Sebagai bagian dari mekanisme perlindungan darah untuk menghentikan perdarahan, trombosit berkumpul dapa daerah yang mengalami perdarahan dan mengalami pengaktivan. Setelah mengalami pengaktivan, trombosit akan melekat satu sama lain dan menggumpal untuk membentuk sumbatan yang membantu menutup pembuluh darah dan menghentikan perdarahan. Pada saat yang sama, trombosit melepaskan bahan yang membantu mempermudah pembekuan. Sel darah merah cenderung untuk mengalir dengan lancar dalam pembuluh darah, tetapi tidak demikian halnya dengan sel darah putih. Banyak sel darah putih yang menempel pada dinding pembuluh darah atau bahkan menembus dinding untuk masuk ke jaringan yang lain.

Jika sel darah putih sampai ke daerah yang mengalami infeksi atau masalah lainnya, mereka melepaskan bahan-bahan yang akan lebih banyak menarik sel darah putih. Fungsi sel darah putih adalah seperti tentara, menyebar di seluruh tubuh, tetapi siap untuk dikumpulkan dan melawan berbagai organisme yang masuk ke dalam tubuh.

Sel Darah Manusia

3. Pembentukan Sel Darah
Sel darah merah, sel darah putih dan trombosit dibuat di dalam sumsum tulang. Selain itu, limfosit juga dibuat di dalam kelenjar getah bening dan limpa; dan limfosit T dibuat dan matang dalam thymus (sebuah kelenjar kecil di dekat jantung). Kelenjar thymus hanya aktif pada anak-anak dan dewasa muda. Di dalam sumsum tulang, semua sel darah berasal dari satu jenis sel yang disebut sel stem. Jika sebuah sel stem membelah, yang pertama kali terbentuk adalah sel darah merah yang belum matang (imatur), sel darah putih atau sel yang membentuk trombosit (megakariosit).

Kemudian jika sel imatur membelah, akan menjadi matang dan pada akhirnya menjadi sel darah merah, sel darah putih atau trombosit. Kecepatan pembentukan sel darah dikendalikan sesuai dengan kebutuhan tubuh. Jika kandungan oksigen dalam jaringan tubuh atau jumlah sel darah merah berkurang, ginjal akan menghasilkan dan melepaskan eritropoietin (hormon yang merangsang sumsum tulang untuk membentuk lebih banyak sel darah merah). Sumsum tulang membentuk dan melepaskan lebih banyak sel darah putih sebagai respon terhadap infeksi dan lebih banyak trombosit sebagai respon terhadap perdarahan.

4. Pemeriksaan Laaboratorium untuk Darah
Dokter tergantung kepada berbagai pemeriksaan laboratorium yang berbeda dari contoh darah untuk mendiagnosis dan memantau penyakit. Beberapa pemeriksaan mengukur komponen dan fungsi darah itu sendiri, pemeriksaan lainnya menilai bahan-bahan dalam darah untuk menentukan fungsi organ lainnya. Pemeriksaan darah yang paling sering dilakukan adalah hitung jenis sel darah lengkap (CBC, complete blood cell count), yang merupakan penilaian dasar dari komponen sel darah.

Sebuah mesin otomatis melakukan pemeriksaan ini dalam waktu kurang dari 1 menit terhadap setetes darah.
Selain untuk menentukan jumlah sel darah dan trombosit, persentase dari setiap jenis sel darah putih dan kandungan hemoglobin; hitung jenis sel darah biasanya menilai ukuran dan bentuk dari sel darah merah. Sel darah merah yang abnormal bisa pecah atau berbentuk seperti tetesan air mata, bulan sabit atau jarum. Dengan mengetahui bentuk atau ukuran yang abnormal dari sel darah merah, bisa membantu mendiagnosis suatu penyakit.

Sebagai contoh sel berbentuk bulan sabit adalah khas untuk penyakit sel sabit, sel darah merah yang kecil dapat merupakan pertanda dari stadium awal kekurangan zat besi dan sel darah merah berbentuk oval besar menunjukkan kekurangan asam folat atau vitamin B12 (anemia pernisiosa). Pemeriksaan lainnya memberikan keterangan tambahan tentang sel darah. Hitung retikulosit adalah jumlah sel darah merah muda (retikulosit) dalam volume darah tertentu. Dalam keadaan normal, retikulosit mencapai jumlah sekitar 1% dari jumlah total sel darah merah.  Jika tubuh memerlukan lebih banyak darah merah (seperti yang terjadi pada anemia), secara normal sumsum tulang akan memberikan jawaban dengan membentuk lebih banyak retikulosit. Karena itu penghitungan retikulosit merupakan penilaian terhadap fungsi sumsum tulang. Pemeriksaan yang menentukan kerapuhan dan karakteristik selaput sel darah merah, membantu dalam menilai penyebab anemia.  Sel darah putih dapat dihitung sebagai suatu kelompok (hitung sel darah putih).

Jika diperlukan keterangan yang lebih terperinci, bisa dilakukan penghitungan jenis-jenis tertentu dari sel darah putih (differential white blood cell count). Trombosit juga dapat dihitung secara terpisah. Platelet juga dapat dihitung secara terpisah. Salah satu pemeriksaan yang paling sering dilakukan pada plasma adalah analisis elektrolit. Dilakukan pengukuran terhadap natrium, klorida, kalium dan bikarbonat, juga kalsium, magnesium dan fosfat.

Pemeriksaan lainnya mengukur jumlah protein (biasanya albumin), gula (glukosa) dan bahan limbah racun yang secara normal disaring oleh ginjal (kretinin dan urea-nitrogen darah). Sebagian besar pemeriksaan darah lainya membantu memantau fungsi organ lainnya. Karena darah membawa sekian banyak bahan yang penting untuk fungsi tubuh, pemeriksaan darah bisa digunakan untuk mengetahui apa yang terjadi di dalam tubuh. Selain itu, pemeriksaan darah relatif mudah dilakukan. Misalnya fungsi tiroid bisa dinilai secara lebih mudah dengan mengukur kadar hormon tiroid dalam darah dibandingkan dengan secara langsung mengambil contoh tiroid.

Demikian juga halnya dengan pengukuran enzim-enzim hati dan protein dalam darah lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan mengambil contoh hati.


Hitung Jenis Sel Darah Lengkap
Pemeriksan Yang diukur Harga normal
Hemoglobin Jumlah protein pengangkut oksigen dalam sel darah merah Pria:14-16 gram/dL
Wanita:12,5-15 gram/dL
Hematokrit Perbandingan sel darah merah terhadap volume darah total Pria:42-50%
Wanita:38-47%
Volume korpuskuler rata-rata Perkiraan volume sel darah merah 86-98 mikrometer?
Hitung sel darah putih Jumlah sel darah putih dalam volume darah tertentu 4.500-10.500/mikroL
Hitung sel darah putih diferensiasi Persentase jenis sel darah putih tertentu Neutrofil bersegmen:34-75%
Neutrofil pita:0-8%
Limfosit:12-50%
Monosit:15%
Eosinofil:0-5%
Basofil:0-3%
Hitung trombosit Jumlah trombosit dalam volume darah tertentu 140.000-450.000/mikroL

5. Pemeriksaan Sumsum Tulang Belakang
Kadang-kadang contoh sumsum tulang harus diperiksa untuk mengetahui penyebab ketidaknormalan sel darah. Contoh sumsum tulang bisa diperoleh melalui 2 cara, yaitu melalui aspirasi sumsum tulang atau biopsi pusat sumsum tulang.

Kedua cara tersebut biasanya diambil dari tulang tulang panggul (krista iliaka), walaupun aspirasi kadang diambil dari tulang dada (sternum). Pada anak kecil, diambil dari tulang punggung (vertebra) atau tulang tungkai bawah (tibia>). Kedua jenis contoh biasanya diambil pada saat yang sama. Setelah diberikan obat bius lokal pada kulit dan jaringan diatas tulang, dimasukkan sebuah jarum ke dalam tulang. Terhadap contoh sumsum tulang yang telah dihisap melalui jarum tersebut, bisa dilakukan pemeriksan khusus, seperti pembiakan bakteri, jamur atau virus dan analisis kromosom.

Walaupun hasil aspirasi dapat memberikan informasi yang cukup untuk menentukan suatu diagnosis, tetapi proses penarikan sumsum tulang ke dalam alat suntik bisa merusak sumsum tulang yang rapuh. Akibatnya sulit untuk menentukan susunan asli dari sel darah. Jika hubungan anatomis yang pasti dari sel-sel harus ditentukan dan struktur dari jaringan harus dinilai, maka dilakukan biopsi pusat sumsum tulang. Sebagian kecil dari sumsum tulang yang utuh diangkat dengan alat khusus pada sebuah jarum. Bagian ini lalu diawetkan dan dipotong tipis-tipis lalu diperiksa dibawah mikroskop. Pengambilan contoh sumsum tulang biasanya hanya menyebabkan nyeri yang ringan dan sedikit rasa tidak nyaman. Prosedurnya hanya memerlukan waktu beberapa menit.



Sumber : http://medicastore.com

Kamis, 10 Maret 2011

Askep Klien Dengan Anemia Sel Sabit

A. Landasan Teori

1. Pengertian
Anemia sel sabit adalah sejenis anemia kongenital dimana sel darah merah berbentuk menyerupai sabit, karena adanya hemoglobin abnormal. (Noer Sjaifullah H.M, 1999, hal 535)

 Bentuk Anemia Sel Sabit

2. Anatomi fisiologi
Sel darah merah atau eritrosit adalah merupakan cairan bikonkaf yang tidak berinti yang kira-kira berdiameter 8 m, tebal bagian tepi 2 m pada bagian tengah tebalnya 1 m atau kurang. Karena sel itu lunak dan lentur maka dalam perjalanannya melalui mikrosirkulasi konfigurasinya berubah. Stroma bagian luar yang mengandung protein terdiri dari antigen kelompok A dan B serta faktor Rh yang menentukan golongan darah seseorang. Komponen utama sel darah merah adalah protein hemoglobin (Hb) yang mengangkut O2 dan CO2 dan mempertahankan pH normal melalui serangkaian dapar intrasellular. Molekul-molekul Hb terdiri dari 2 pasang rantai polipeptida (globin) dan 4 gugus heme, masing-masing mengandung sebuah atom besi. Konfigurasi ini memungkinkan pertukaran gas yang sangat sempurna. (Price A Sylvia, 1995, hal : 231)

3. Etiologi
Hal-hal yang dapat menjadi penyebab anemia sel sabit adalah : (Price A Sylvia, 1995, hal : 239)
a.Infeksi
b.Disfungsi jantung
c.Disfungsi paru
d.Anastesi umum
e.Dataran tinggi
f.Menyelam 

4. Insiden
Prevalensi gen sel sabit yang tinggi terdapat di bagian tropik yang dapat mencapai hingga 40 % di daerah tertentu. Dikenal 3 jenis mutasi gen yaitu bantu, benin dan senegal yang diberi nama sesuai daerah asalnya. Prevalensi Hb S lebih rendah di dapat juga di daerah Mediteranian, Saudi Arabia dan beberapa bagian di India. Hemoglobin S adalah hemoglobin abnormal yang paling banyak didapat. Pembawa sifat diturunkan secara dominan. Insiden diantara orang Amerika berkulit hitam adalah sekitar 8 % sedangkan status homozigot yang diturunkan secara resesif berkisar antara 0,3 – 1,5 %. (Noer Sjaifullah H.M, 1999, hal 535)

5. Patofisiologi
Defeknya adalah satu substitusi asam amino pada rantia beta hemoglobin karena hemoglobin A normal mengandung dua rantai alfa dan dua rantai beta, maka terdapat dua gen untuk sintesa tiap rantai.

Trail sel sabit hanya mendapat satu gen normal, sehingga sel darah merah masih mampu mensintesa kedua rantai beta, jadi mereka mempunyai hemoglobin A dan S sehingga mereka tidak menderita anemia dan tampak sehat.

Apabila dua orang dengan trait sel sabit sama menikah, beberapa anaknya akan membawa dua gen abnormal dan mempunyai rantai S bila ada hemoglobin S, maka anak akan menderita anemia sel sabit. (Smeltzer C Suzanne, 2002, hal : 943 – 944).

6. Manifestasi klinik
a. Sistem jantung : nafas pendek, dispnea sewaktu kerja berat, gelisah
b. Sistem pernafasan : nyeri dada, batuk, sesak nafas, demam, gelisah
c. Sistem saraf pusat : pusing, kejang, sakit kepala, gangguan BAK dan BAB
d. Sistem genitourinaria : nyeri pinggang, hematuria
e. Sistem gastrointestinal : nyeri perut, hepatomegali, demam
f. Sistem okular : nyeri, perubahan penglihatan, buta
g. Sistem skeletal : nyeri, mobilitas berkurang, nyeri dan bengkak pada lengan dan kaki.
(Price A Sylvia, 19995, hal : 240)

7. Tes diagnostik
a.Pemeriksaan darah lengkap : retikulosit (jumlah darah bervariasi dari 30% – 50%), leukositos (khususnya pada krisis vaso-oklusit) penurunan Hb/Ht dan total SDM.
b.Pemeriksaan pewarnaan SDM : menunjukkan sabit sebagian atau lengkap, sel bentuk bulan sabit.
c.Tes tabung turbiditas sabit : pemeriksaan rutin yang menentukan adanya hemoglobin S, tetapi tidak membedakan antara anemia sel sabit dan sifat yang diwariskan (trait)
d.Elektroforesis hemoglobin : mengidentifikasi adanya tipe hemoglobin abnormal dan membedakan antara anemia sel sabit dan anemia sel trait.
e.LED : meningkat
f.GDA : dapat menunjukkan penurunan PO2
g.Bilirubin serum : meningkat
h.LDH : meningkat
i.IVP : mungkin dilakukan untuk mengevaluasi kerusakan ginjal
j.Radiografik tulang : mungkin menunjukkan perubahan tulang
k.Rontgen : mungkin menunjukkan penipisan tulang
(Doenges E.M, 2002, hal : 585).

8. Prognosis /P enatalaksanaan
Sekitar 60 % pasien anemia sel sabit mendapat serangan nyeri yang berat hampir terus-menerus dan terjadinya anemia sel sabit selain dapat disebabkan karena infeksi dapat juga disebabkan oleh beberapa faktor misalnya perubahan suhu yang ekstrim, stress fisis atau emosional lebih sering serangan ini terjadi secara mendadak.

Orang dewasa dengan anemia sel sabit sebaiknya diimunisasi terhadap pneumonia yang disebabkan pneumokokus. Tiap infeksi harus diobati dengan antibiotik yang sesuai. Transfusi sel darah merah hanya diberikan bila terjadi anemia berat atau krisis aplastik

Pada kehamilan usahakan agar Hb berkisar sekitar 10 – 12 g/dl pada trimester ketiga. Kadar Hb perlu dinaikkan hingga 12 – 14 g/dl sebelum operasi. Penyuluhan sebelum memilih teman hidup adalah penting untuk mencegah keturunan yang homozigot dan mengurangi kemungkinan heterozigot. (Noer Sjaifullah H.M, 1999, hal : 534)

9. Komplikasi
Infeksi sering terjadi dan dapat berlangsung fatal pada masa anak-anak kematian mendadak dapat terjadi karena krisis sekuestrasi dimana terjadi pooling sel darah merah ke RES dan kompartemen vaskular sehingga hematokrit mendadak menurun.

Pada orang dewasa menurunnya faal paru dan ginjal dapat berlangsung progresif. Komplikasi lain berupa infark tulang, nekrosis aseptik kaput femoralis, serangan-serangan priapismus dan dapat berakhir dengan impotensi karena kemampuan ereksi. Kelainan ginjal berupa nekrosis papilla karena sickling dan infaris menyebabkan hematuria yang sering berulang-ulang sehingga akhirnya ginjal tidak dapat mengkonsentrasi urine. Kasus-kasus Hb S trait juga dapat mengalami hematuria. (Noer Sjaifullah H.M, 1999, hal : 536).

10. Pengobatan
Sampai saat ini belum diketahui ada pengobatan yang dapat memperbaiki pembentukan sabit, karena itu pengobatan secara primer ditujukan untuk pencegahan dan penunjang. Karena infeksi tampaknya mencetuskan krisis sel sabit, pengobatan ditekankan pada pencegahan infeksi, deteksi dini dan pengobatan segera setiap ada infeksi pengobatan akan mencakup pemberian antibiotik dan hidrasi dengan cepat dan dengan dosis yang besar. Pemberian oksigen hanya dilakukan bila penderita mengalami hipoksia. Nyeri hebat yang terjadi secara sendiri maupun sekunder terhadap adanya infeksi dapat mengenai setiap bagian tubuh. Tranfusi hanya diperlukan selama terjadi krisis aplastik atau hemolitis. Transfusi juga diperlukan selama kehamilan.
Penderita seringkali cacat karena adanya nyeri berulang yang kronik karena adanya kejadian-kejadian oklusi pada pembuluh darah. Pada kelompok penderita terdapat insiden yang tinggi terhadap ketergantungan obat, terdapat juga insiden yang tinggi atas sulitnya mengikuti sekolah dan melakukan pekerjaan. (Price A Sylvia, 1995, hal : 239)
1.Profilaktik, hindari faktor-faktor yang diketahui mencetuskan krisis.
2.Asam folat, misalnya 5 mg perhari, jika diit buruk.
3.Gizi umum baik dan hygiene.
4.Krisis – istirahat, dehidrasi, berikan antibiotik jika terdapat infeksi, bikarbonat jika pasien asidosis. Analgetik kuat biasanya diperlukan, transfusi diberikan hanya jika anemia sangat berat dengan gejala transfusi. Sukar mungkin dibutuhkan pada kasus berat.
5.Perawatan khusus diperlukan pada kehamilan dan anestesi sebelum persalinan atau operasi, pasien dapat ditransfusi berulang dengan darah normal untuk mengurangi proporsi haemoglobin S yang beredar.
6.Transfusi ini juga kadang-kadang diberikan pada pasien yang sering mengalami krisis untuk menekan produksi Hb S secara lengkap selama jangka waktu beberapa bulan. (Hoffbrand V.A, 1996, hal : 77).


B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan dilakukan dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan untuk meningkatkan, mencegah dan memulihkan kesehatan melalui 4 tahap yang terdiri dari pengkajian, perencanam pelaksanaan, dan evaluasi.

Proses keperawatan adalah cara pendekatan sistematis yang diterapkan dalam melaksanakan fungsi keperawatan, pendekatan yang dimiliki, karakteristik, sistematis, bertujuan, interaksi, dinamis dan ilmiah.

1. Pengkajian Data
Pengkajian merupakan dasar proses keperawatan, diperlukan pengkajian yang cermat untuk masalah klien agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan. Informasi akan menentukan kebutuhan dan masalah kesehatan keperawatan yang meliputi kebutuhan fisik, psikososial dan lingkungan. Sebagai sumber informasi dapat digunkan yaitu pasien, keluarga, anak, saudara, teman, petugas kesehatan atau sumber data sekunder. Metode pengumpulan data meliputi : pengumpulan data, klasifikasi data, analisa data, rumusan diagnosa keperawatan.

Data yang perlu dikumpulkan pada klien dengan anemia adalah sebagai berikut :
- Pengumpulan data
1)Identifikasi klien : nama klien, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku / bangsa, pendidikan, pekerjaan, dan alamat.
2)Identitas penanggung
3)Keluhan utama dan riwayat kesehatan masa lalu

Keluhan utama : pada keluhan utama akan nampak semua apa yang dirasakan klien pada saat itu seperti kelemahan, nafsu makan menurun dan pucat.
Riwayat kesehatan masa lalu : riwayat kesehatan masa lalu akan memberikan informasi kesehatan atau penyakit masa lalu yang pernah diderita

- Pemerisaan Fisik
4)Aktivitas / istirahat
Gejala : Keletihan / kelemahan terus-menerus sepanjang hari.
Kebutuhan tidur lebih besar dan istirahat.
Tanda : Gangguan gaya berjalan

5)Sirkulasi
Gejala : Palpitasi atau nyeri.
Tanda : Tekanan darah menurun, nadi lemah, pernafasan lambat, warna kulit pucat atai sianosis, konjungtiva pucat.

6)Eliminasi
Gejala : Sering berkemih, nokturia (berkemih malam hari.

7)Integritas ego
Gejala : Kuatir, takut.
Tanda : Ansietas, gelisah.

8)Makanan / cairan
Gejala : Nafsu makan menurun.
Tanda : Penurunan berat badan, turgor kulit buruk dengan bekas gigitan, tampak kulit dan membran mukosa kering.

9)Hygiene
Gejala : Keletihan / kelemahan
Tanda : Penampilan tidak rapi.

10)Neurosensori
Gejala : Sakit kepala / pusing, gangguan penglihatan.
Tanda : Kelemahan otot, penurunan kekuatan otot.

11)Nyeri / kenyamanan
Gejala : Nyeri pada punggung, sakit kepala.
Tanda : Penurunan rentang gerak, gelisah.

12)Pernafasan
Gejala : Dispnea saat bekerja.
Tanda : Mengi

13)Keamanan
Gejala : Riwayat transfusi.
Tanda : Demam ringan, gangguan penglihatan.

14)Seksualitas
Gejala : Kehilangan libido.
(Doenges, E, Marilynn, 2000, hal : 582 – 585).

- Klasifikasi data
a. Data subjektif
a. Keletihan / kelemahan.
b. Nokturi.
c. Nafsu makan menurun.
d. Nyeri pada punggung.
e. Sakit kepala.
f. Berat badan menurun.
g. Gangguan penglihatan.

b. Data objektif
a. Konjungtiva pucat.
b. Gelisah.
c. Warna kulit pucat.
d. Gangguan gaya berjalan.
e. Tekanan darah menurun.
f. Demam ringan.
g. Eritrosit menurun.
h. Bilirubin serumen : meningkat.
i. JDL : leukosit dan trombosit menurun.
j. LDH meningkat.
(Doenges E. Mariylnn, 2000, hal : 582 – 585).

2. Diagnosa Keperawatan
Adapun kemungkinan diagnosa keperawatan pada klien anemia sel sabit baik aktual maupun potensial adalah sebagai berikut :
l. Nyeri berhubungan dengan diogsigenasi jaringan (Hb menurun).
2.Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan fungsi / gangguan pada sum-sum tulang.
3. Aktifitas intolerance berhubungan dengan kelemahan otot.
4. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan porsi makan tidak dihabiskan.
5. Integritas kulit berhubungan dengan menurunnya aliran darah ke jaringan.
6. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit.
7. Kecemasan / kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakitnya.

3. Rencana Keperawatan
1). Nyeri berhubungan dengan diogsigenasi jaringan (HB rendah)
Tujuan : Tidak merasakan nyeri

Tindakan keperawatan
a. Kaji tingkat nyeri
Rasional : Dengan mengkaji tingkat nyeri dapat mempermudah dalam menentukan intervensi selanjutnya.
b. Anjurkan klien teknik nafas dalam
Rasional : Dengan menarik nafas dalam memungkinkan sirkulasi O2 ke jaringan terpenuhi.
Rasional : Mengurangi ketegangan sehingga nyeri berkurang.
c. Kolaborasi pemberian penambah darah
Rasional : Membantu klien dalam menaikkan tekanan darah dan proses penyembuhan.

2). Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan fungsi / gangguan sumsum tulang.
Tujuan : Perfusi jaringan adekuat

Tindakan keperawatan
:
a.Ukur tanda-tanda vital :
Rasional : Untuk mengetahui derajat / adekuatnya perfusi jaringan dan menentukan intevensi selanjutnya.
b.Tinggikan kepala tempat tidur klien
Rasional : Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler
c.Pertahankan suatu lingkungan yang nyaman.
Rasional : Vasekonstriksi menurunkan sirkulasi perifer dan menghindari panas berlebihan penyebab vasodilatasi.
d.Anjurkan klien untuk menghentikan aktivitas bila terjadi kelemahan.
Rasional : Stres kardiopulmonal dapat menyebabkan kompensasi.

3). Aktivitas intolerance berhubungan dengan kelemahan otot
Tujuan : aktifitas toleransi, dengan kriteria : klien bisa melakukan aktivitas sendiri.

Tindakan keperawatan
a.Kaji tingkat aktifitas klien
Rasional : Untuk mengetahui aktivitas yang dilakukan klien dan untuk menetukan intervensi selanjutnya.
b.Dekatkan alat-alat yang dibutuhkan klien
Rasional : Untuk membantu klien dalam memenuhi kebutuhannya.
c.Bantu pasien dalam melakukan latihan aktif dan pasif
Rasional : Untuk meningkatkan sirkulasi jaringan
d.Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan ADLnya
Rasional : Dengan bantuan perawat dan keluarga klien dapat memenuhi kebutuhannya.
e.Berikan lingkungan tenang
Rasional : Meningkatkan istirahat untuk menurunkan regangan jantung dan paru.

4). Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan porsi makan tidak dihabiskan.
Tujuan : Nutrisi terpenuhi dengan kriteria : nafsu makan meningkat, porsi makan dihabiskan.

Tindakan keperawatan :
a.Kaji riwayat nutrisi termasuk makanan yang disukai
Rasional : Mengidentifikasi efisiensi, menduga kemungkinan intervensi.
b.Anjurkan klien makan sedikit-sedikit tapi sering dan bervariasi
Rasional : Pemasukan makanan atau menambah kekuatan dan diberikan sedikit-sedikit agar pasien tidak merasa bosan.
c.Beri HE tentang pentingnya makanan atau gizi
Rasional : Makanan yang bergizi dapat mempercepat penyembuhan penyakitnya..
d.Timbang berat badan setiap hari.
Rasional : Mengawasi penurunan BB atau efektivitas intervensi nutrisi.
e.Penatalaksanaan pemberian vitamin B1.
Rasional : Vitamin bisa menambah nafsu makan.
f.Konsul pada ahli gizi
Rasional : Membantu dalam membuat rencana diit untuk memenuhi kebutuhan individu.

5). Gangguan integritas kulit berhubungan dengan menurunnya aliran darah ke jaringan
Tujuan : Mempertahankan integritas kulit dengan kriteria : kulit segar, sirkulasi darah lancar

Tindakan keperawatan .

a.Kaji integritas kulit, catat pada perubahan turgor, gangguan warna
Rasional : Kondisi kulit dipengaruhi oleh sirkulasi, nutrisi dan imobilitas
b.Anjurkan permukaan kulit kering dan bersih
Rasional : Area lembab, terkontamiansi memberikan media yang sangat baik untuk pertumbuhan organisme patogenik
c.Ubah posisi secara periodik
Rasional : Meningkatkan sirkulasi ke semua area kulit membatasi iskemia jaringan / mempengaruhi hipoksia selular.
d.Tinggikan ekstremitas bawah bila duduk
Rasional : Meningkatkan aliran balik vena menurunkan statis vena / pembentukan edema.

6). Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit
Tujuan : Mencegah / menurunkan resiko infeksi

Tindakan keperawatan

a.Berikan perawatan kulit
Rasional : Menurunkan resiko kerusakan kulit / jaringan dan infeksi
b.Dorong perubahan posisi / ambulasi yang sering
Rasional : Meningkatkan ventilasi semua segmen paru dan membantu mobilisasi sekresi
c.Tingkatkan masukan cairan adekuat
Rasional : Membantu dalam mengencerkan sekret pernafasan untuk mempermudah pengeluaran dan mencegah statis cairan tubuh
d.Pantau suhu, catat adanya menggigil dan takikardia.
Rasional : Adanya proses inflamasi / infeksi membutuhkan evaluasi / pengobatan.

7). Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakitnya
Tujuan : Memahami tentang penyakitnya, mau menerima keadaan penyakitnya, klien tidak bertanya tentang penyakitnya

Tindakan keperawatan
a.Berikan informasi tentang penyakitnya
Rasional : Memberikan dasar pengetahuan sehingga pasien dapat membuat pilihan yang tepat, menurunkan ansietas dan dapat meningkatkan kerjasama dalam program terapi
b.Kaji pengetahuan pasien tentang penyakitnya
Rasional : Memberi pengetahuan berdasarkan pola kemampuan klien untuk memilih informasi
c.Dorong mengkonsumsi sedikitnya 4 – 6 liter cairan perhari
Rasional : Mencegah dehidrasi dan konsekuensi hiperviskositas yang dapat membuat sabit / krisis.
d.Dorong latihan rentang gerak dan aktivitas fisik teratur dengan keseimbangan antara aktivitas dan istirahat.
Rasional : Mencegah demineralisasi tulang dan dapat menurunkan resiko fraktur.

4. Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah pengobatan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang meliputi tindakan yang direncanakan oleh perawat, melaksanakan anjuran dokter dan menjalankan ketentuan dari rumah sakit. Sebelum pelaksanaan terlebih dahulu harus mengecek kembali data yang ada, karena kemungkinan ada perubahan data bila terjadi demikian kemungkinan rencana harus direvisi sesuai kebutuhan pasien.

5. Evaluasi
Evaluasi adalah pengukuran dari keberhasilan rencana perawatan dalam memenuhi kebutuhan pasien. Tahap evaluasi merupakan kunci keberhasilan dalam menggunakan proses perawatan.

Hasil evaluasi yang diharapkan / kriteria : evaluasi pada klien dengan anemia sel sabit adalah sebagai berikut :
Mengatakan pemahaman situasi / faktor resiko dan program pengobatan individu dengan kriteria :
a.Menunjukkan teknik / perilaku yang memampukan kembali melakukan aktivitas.
b.Melaporkan kemampuan melakukan peningkatan toleransi aktivitas.
Menyatakan pemahaman proses penyakit dan pengobatan dengan kriteria :
a.Mengidentifikasi hubungan tanda / gejala peyebab.
b.Melakukan perubahan perilaku dan berpartisipasi pada pengobatan.
Mengidentifikasi perasaan dan metode untuk koping terhadap persepsi dengan kriteria :
c.Menyatakan penerimaan diri dan lamanya penyembuhan.
d.Menyukai diri sebagai orang yang berguna.
Mempertahankan hidrasi adekuat dengan kriteria :
e.Tanda-tanda vital stabil, turgor kulit normal, masukan dan keluaran seimbang.
Menunjukkan perilaku perubahan pola hidup untuk meningkatkan / mempertahankan berat badan yang sesuai dengan kriteria :
f.Menunjukkan peningkatan berat badan, mencapai tujuan dengan nilai laboratorium normal.


Daftar Pustaka
1.Doenges, E. M, Mary F.M, Alice C.G, (2002), Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.
2.Smeltzer C. Suzanne, Bare G. Brendo, (2002), Keperawatan Medikal Baedah, vol. 3, EGC : Jakarta.
3.Price A. S, Wilson M. Lorraine, (1995), Patofisiologi, vol. 2, EGC : Jakarta.
4.Hoffbrand V.A, Pettit E.J, (1996), Kapita Selekta Hematologi, EGC : Jakarta.
5.Hall and Guyton, (1997), Fisiologi Kedokteran, EGC : Jakarta.
6.Noer Sjaifullah H. M, (1999), Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, FKUI, Jakarta.


Sumber Referensi : http://harnawatiaj.wordpress.com



Rabu, 16 Februari 2011

Reaksi Transfusi

Adalah Suatu reaksi yang dapat terjadi setelah pemberian darah, komponen – komponen darah, atau berbagai cairan secara intravena

 Transfusi Darah

Reaksi yang terjadi dapat berupa : Reaksi pirogen, reaksi alergi, reaksi hemolitik, atau transmisi penyakit-penyakit infeksi

1. Reaksi Pirogen
Ditandai dengan pasien kedinginan, diikuti demam biasanya dalam 1 jam setelah transfusi/infus
Biasanya menggigil akan menghilang seteleah 15-30 menit
Sedangkan demam akan menetap sampai beberapa jam
 
Penatalaksanaan
- Pasien harus diselimuti
- Berikan air hangat (minum)
- Reaksi pirogen biasanya tidak berbahaya

2. Reaksi Alergi
Merupakan reaksi hipersensitivitas dari pasien terhadap komponen yang tidak diketahui dari darah donor
Reaksi ini sering terjadi dan dihubungkan dengan kemungkinan transmisi antibodi dari donor
 
Manifestasi Klinis
- Biasanya tidak begitu hebat
- Urtikaria
- Edema
- Pusing kepala
- Sesak & mengi (kadang2)
- Jarang sekali terjadi renjatan anafilaktik
 
Penatalaksanaan
- Transfusi segera dihentikan
- Berikan epineprin 1:1.000 sebanyak 0,5-1 ml subkutan
- Berikan antihistamin, misalnya difehidramin 50 mg im
- Preparat kortikosteroid parenteral

3. Reaksi Hemolitik
Dapat disebabkan oleh inkompatibilitas golongan darah, plasma atau serum dan pemberian cairan nonisotonik
 
Manifestasi Klinis
- Berat atau ringannya reaksi hemolisis tergantungdari derajat inkompatibilitas, banyaknya darah yang diberikan dan fungsi dari hepar, ginjal, serta jantung
- Gejala akan timbul segera setelah dimulai transfusi
 
Manifestasi Klinis
- Rasa tidak enak dan gelisah
- Kesukaran dalam bernafas
- Rasa sakit pada leher dan prekordial
- Muka menjadi merah (flushing)
- Sesak nafas
- Tekanan darah menurun
- Mual dan muntah

Fase akut ini terjadi dalam 1 jam pertama.
Kematian dapat terjadi pada hari ke-5 samapai ke-14
 
Pemeriksaan Penunjang
- Kadar bilirubin meningkat
- Ikterus
- Hemoglobulinuria
- Oliguria
- Dan retensi nitrogen yang akan menimbulkan uremia
 
Penatalaksanaan
- Hentikan transfusi
- Berikan diuretik untuk mencegah nekrosis tubular akut
- Manitol 10% 10-15 menit diberikan sebanyak 1.000 ml
- Jika terdapat anuria, kemungkinan besar terjadi gagal ginjal
- Pengobatan dilakukan terhadap gagal ginjal akut (Penting! jaga keseimbangan elektrolit & cairan)
- Lakukan pemeriksaan ulang darah donor dan resipien

4. Transmisi Penyakit Infeksi
Penyakit-penyakit yang dapat ditularkan melalui transfusi antara lain:
- Hepatitis
- Malaria
- Sifilis
- HIV/AIDS
 
Setiap calon donor harus ditanyakan dahulu apakah pasien pernah menderita penyakit tersebut dan apakah pasien baru saja datang dari daerah endemis 


Sumber : http://materi-kuliah-akper.blogspot.com oleh dr. Eni Kusumawati 


Askep Klien Dengan Lekopenia dan Agranulositosis

A. Konsep Dasar Penyakit

1. Definisi
Lekopenia adalah keadaan dimana jumlah sel darah merah lebih rendah daripada normal dimana jumlah leukosit lebih rendah dari 5000/mm³. (Suzanne C. Smeltzer, 2002)

Leukopenia adalah berkurangnya jumlah eritrosit di dalam darah, jimlahnya sama dengan 5000/mm³ atau kurang. (Poppy, 2000)
 
 Lekopenia

Agranulositosis adalah sumsum tulang berhenti membentuk neutrofil, mengakibatkan tubuh tidak dilindungi terhadap bakteri dan agen lain yang akan menyerang jaringan ( Guyton, 1992 )

Agranulositosis adalah keadaan yang sangat serius yang ditandai dengan jumlah leukosit yang sangat rendah dan tidak adanya neutrofil ( Price Sylvia A, 1995 )

Agranulositosis adalah keadaan yang potensial fatal dimana hampir tidak terdapat leukosit polimorfonuklear atau jumlah granulosit yang lebih rendah dari 2000/mm³ ( Brunner, 2002 )
 
 Agranulositosis

2. Penyebab
Infeksi virus dan sepsis bakterial yang berlebihan dapat menyebabkan leukopenia. Penyebab tersering adalah keracunan obat seperti fenotiazin (yang paling sering), begitu juga clozapine yang merupakan suatu neuroleptika atipikal. Obat antitiroid, sulfonamide, fenilbutazon, dan chloramphenicol juga dapat menyebabkan leukopenia. Selain itu, radiasi berlebihan terhadap sinar X dan γ juga dapat menyebabkan terjadinya leukopenia.

Penyebab dari agranulositosis adalah penyinaran tubuh oleh sinar gamma yang disebabkan oleh ledakan nuklir atau terpapar obat-obatan (sulfonamida, kloramphenikol, antibiotik betalaktam, Penicillin, ampicillin, tiourasil). Kemoterapi untuk pengobatan keganasan hematologi atau untuk keganasan lainnya, analgetik dan antihistamin jika sering serta makin banyak digunakan.

3. Patofisiologi
Lima jenis leukosit yang telah diidentifikasi dalam darah perifer adalah neutrofil (50- 75%), eusinofil (1 – 2%), basofil (0,5 – 1%), monosit (6%), limfosit (25-33%).

Sel mengalami proliferasi mitotik, diikuti fase pematangan memerlukan waktu bervariasi dari 9 hari untuk eusinofil sampai 12 hari untuk neutrofil. Proses ini akan mengalami percepatan bila ada infeksi. Sumsum tulang memiliki tempat penyimpanan cadangan 10 kali jumlah neutrofil yang dihasilkan per hari. Bila infeksi cadangan ini dimobilisasi dan dilepaskan ke dalam sirkulasi. Neutrofil merupakan sistem pertahanan priemer tubuh dengan metode fagositosis. Eusinofil mempunyai fagositosis lemah dan berfungsi pada reaksi antigen antibodi. Basofil membawa faktor pengaktifan histamin. Monosit meninggalkan sikulasi menjadi makrofag jaringan. Limfosit terdiri dari dua jenis yaitu limfosit T bergantung pada timus, berumur panjang dibentuk dalam timus, bertanggung jawab atas respon kekebalan seluler melalui pembentukan sel yang reaktif antigen. Limfosit B berdiferensiasi menjadi sel plasma yang menghasilkan imunoglobulin, sel ini bertanggung jawab terhadap kekebalan humoral.

4. Gejala Klinis
a. Pasien tidak menunjukkan gejala sampai terjadi infeksi.
b. Demam dengan ulserasi merupakan keluhan yang tersering.
c. Rasa malaise umum ( rasa tidak enak, pusing)
d. Tukak pada membran mukosa
e. Takikardi
f. Disfagia

5. Pemeriksaan Diagnostik
a. Jumlah darah lengkap : hemoglobin dan hematokrit
b. Jumlah eritrosit : menurun (dibawah 5000/mm³ pada lekopenia dan dibawah 2000/mm³ pada agranulositosis.)

6. Penatalaksanaan

Cara paling efektif untuk menangani leukopenia adalah dengan mengatasi penyebabnya (simptomatik). Belum ada pola makan atau diet yang berhubungan untuk menambah jumlah sel darah putih. Setiap obat yang dicurigai harus dihentikan. Apabila granulosit sangat rendah pasien harus dilindungi oleh setiap sumber infeksi. Kultur dari semua orifisium (misal: hidung, mulut) juga darah sangat penting. Dan jika demam harus ditangani dengan antibiotik sprektrum luas sampai organisme dapat ditemukan. Higiene mulut juga harus dijaga. Irigasi tenggorokan dengan salin panas dapat dilakukan untuk menjaga agar tetap bersih dari eksudat nekrotik. Tujuan penanganan, selain pemusnahan infeksi adalah menghilangkan penyebab depresi sumsum tulang. Fungsi sumsum tulang akan kembali normal secara spontan (kecuali pada penyakit neoplasma) dalam 2 atau 3 minggu, bila kematian akibat infeksi dapat dicegah.



B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Aktivitas/istirahat
Gejala : keletihan, kelemahan, penurunan semangat untuk kerja, toleransi terhadap latihan rendah, kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih banyak.
Tanda : takikardia/takipnea, dispnea pada saat bekerja, letargi, lesu kelemahan otot dan penurunan kekuatan, ataksia, tubuh tidak bergerak, postur lunglai, berjalan lambat, dan tanda-tanda lain yang menunjukkan keletihan.

b. Sirkulasi
Gejala : riwayat kehilangan darah kronis, misal : perdarahan GI kronis, menstruasi berat, palpitasi (takikardia kompensasi), demam diraba hangat, kulit memerah.
Tanda : pada tekanan darah : terjadi peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan nadi melebar, hipotensi postural. Disritmia : abnrmalitas EKG, mil : depresi segmen ST dan pendataran atau depresi gelombang T, takikardi, pada ekstremitas (warna) terjadi pucat pada kulit dan membran mukosa (konjungtiva, mulut, faring, bibir) dan dasar kuku. Sklera : berwarna biru atau putih seperti mutiara. Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran darah ke perifer dan vasokonstriksi kompensasi). Kuku : mudah patah. Rambut : kering, mudah putus, menipis, hiperemia.

c. Makanan/cairan
Gejala : penurunan pemasukan diet, kesulitan menelan, mual/muntah, dispepsia, anoreksia, adanya penurunan berat badan, BAB sering.
Tanda : lidah tampak merah (defisiensi asm folat, dan vitamin B12), membran mukosa kering, pucat. Turgor kulit : buruk, kering, tampak kisut, hilang elastisitas. Stomatitis dan glositis. Bibir : selitis, misal : inflamasi bibir dengan sudut mulut pecah, faringitis, ulkus mulut.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolik
b. Kerusakan membran mukosa oral berhubungan dengan iritan kimia: terapi radiasi; kebersihan mukut tak efektif.
c. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat misal : penurunan hemoglobin leukopenia atau penurunan granulosit (respon inflamasi tertekan); pertahanan utama tidak adekuat misal : kerusakan kulit, penyakit kronis, malnutrisi.
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan mencerna atau ketidakmampuan mencerna makanan/absorpsi nutrien yang diperlukan.
e. Diare berhubungan dengan radiasi; keracunan; efek samping obat; proses infeksi
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan secara menyeluruh
g. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan neurologis; gangguan mobilitas; defisit nutrisi.

3. Intervensi
a. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolik
Intervensi :
a) Observasi vital sign tiap 8 jam
Rasional : vital sign adalah salah satu pengukuran untuk mengetahui status kesehatan, salah satunya pengukuran suhu untuk mengetahui terjadinya peningkatan suhu tubuh. Bila panas kadang nadi dan respirasi juga mengalami perubahan sehingga perlu diukur.
b) Beri kompres dengan air hangat pada lipatan paha, ketiak, perut, dan dahi.
Rasional : pemberian kompres hangat merangsang penurunan panas melalui efek kerja konduksi.
c) Beri dan anjurkan banyak minum.
Rasional : air merupakan pengatur suhu tubuh, setiap kenaikan suhu tubuh kebutuhan metabolisme akan air juga meningkat dari kebutuhan biasa.
d) Anjurkan pasien menggunakan pakaian yang tipis hindari penggunaan selimut yang tebal.
Rasional : baju tipis akan mudah menyerap keringat sehingga mengurangi penguapan.
e) Kolaborasi pemberian antipiretik
Rasional : antiperik bekerja untuk menurunkan panas dengan bekerja pada hipotalamus untuk rangsangan penurunan panas.

b. Kerusakan membran mukosa oral berhubungan dengan iritan kimia: terapi radiasi; kebersihan mulut tak efektif.
Intervensi :
a) Inspeksi rongga oral dan perhatikan perubahan pada saliva
Rasional : kerusakan pada kelenjar saliva dapat menurunkan produksi saliva, mengakibatkan mulut kering. Penumpukan dan pengaliran saliva dapat terjadi karena penurunan kemampuan menelan atau nyeri tenggorok dan mulut.
b) Tunjukkan pasien bagaimana cara menyikat bagian dalam mulut, palatum, lidah dan geligi dengan sering.
Rasional : menurunkan bakteri dan resiko infeksi, meningkatkan penyembuhan jaringan dan kenyamanan
c) Berikan pelumas pada bibir; berikan irigasi oral sesuai indikasi
Rasional : mengatasi efek kekeringan dari tindakan terapeutik; menghilangkan sifat erosif dari sekresi.

c. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat misal : penurunan hemoglobin leukopenia atau penurunan granulosit (respon inflamasi tertekan); pertahanan utama tidak adekuat misal : kerusakan kulit, penyakit kronis, malnutrisi.
Intervensi :
a) Pantau suhu. Catat adanya menggigil dengan atau tanpa demam
Rasional : adanya proses inflamasi/infeksi membutuhkan evaluasi/pengobatan
b) Tingkatkan cuci tangan yang baik oleh pemberi perawatan dan pasien
Rasional : mencegah kintaminasi silang/kolonisasi bakterial.
c) Kolaborasi dalam pemberian antibiotik
Rasional : mungkin digunakan untuk menurunkan kolonisasi atau untuk pengobatan proses infeksi lokal.

d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan mencerna atau ketidakmampuan mencerna makanan/absorpsi nutrien yang diperlukan.
Intervensi :
a) Kaji riwayat nutrisi termasuk makanan yang disukai
Rasional : mengidentifikasi defisiensi.
b) Observasi dan catat masukan makanan pasien
Rasional : mengawasi masukan kalori atau kualitas kekurangan komsumsi makanan.
c) Berikan makanan sedikit dan frekuensi sering dalam porsi hangat.
Rasional : makan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan meningkatkan pemasukan juga mencegah distensi gaster.
d) Beri dan pantau higiene mulut yang baik. Berikan pencuci mulut yang diencerkan apabila mukosa oral luka
Rasional : meningkatkan nafsu makan dan pemasukan oral. Menurunkan pertumbuhan bakteri, meminimalkan kemungkinan infeksi.
e) Berikan obat sesuai indikasi misal : vitamin dan suplemen mineral seperti sianokobalamin (vitamin B12), asam folat (flovite), asam askorbat (vitamin C).
Rasional : meningkatkan efektivitas program pengobatan

e. Diare berhubungan dengan radiasi; keracunan; efek samping obat; proses infeksi
Intervensi :
a) Observasi dan catat frekuensi defekasi, karakteristik, jumlah dan faktor pencetus
Rasional : membantu membedakan penyakit individu dan mengkaji bertanya periode.
b) Identifikasi makanan dan cairan yang mencetuskan diare.
Rasional : menghindarkan iritan, meningkatkan istirahat usus.
c) Kolaborasi dalam pemberian antibiotik.
Rasional : mengobati infeksi supuratif lokal.

f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.

Intervensi :
a) Kaji kemampuan pasien untuk melakukan aktivita, catat laporan kelelahan, keletihan dan kesulitan melakukan tugas.
Rasional : mempengaruhi pilihan intervensi
b) Kaji kehilangan/gangguan keseimbangan gaya jalan, kelemahan otot.
Rasional : menunjukkan perubahan neurologi karena defisiensi vitamin B12 mempengaruhi keamanan pasien/resiko cedera.
c) Tingkatkan tingkat aktivitas sesuai toleransi
Rasional : meningkatkan secara bertahap tingkat aktivitas sampai normal dan memperbaiki tonus otot/stamina tanpa kelemahan.

g. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan neurologis; gangguan mobilitas; defisit nutrisi.

Intervensi :
a) Kaji integritas kulit, catat perubahan pada turgor, gangguan warna, hangat lokal, eritema.
Rasional : kondisi kulit dipengaruhi oleh sirkulasi, nutrisi, dan imobilisasi. Jaringan dapat menjadi rapuh dan cenderung untuk infeksi dan rusak.
b) Bantu untuk latihan rentang gerak pasif atau aktif
Rasional : meningkatkan sirkulasi jaringan, mencegah statis
c) Ubah posisi secara periodik bila pasien tidak bergerak atau di tempat tidur
Rasional : meningkatkan sirkulasi ke semua area kulit.

4. Implementasi
Implementasi keperawatan sesuai dengan intervensi yang telah disusun.

5. Evaluasi
a. Suhu tubuh dalam batas nor,al (36°-37°C)
b. Integritas membran mukosa oral kembali normal
c. Tidak terjadi infeksi
d. Kebutuhan nutrisi adekuat
e. Frekuensi BAB kembali normal
f. ADL pasien terpenuhi
g. Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
 
 
 
Sumber Referensi :
- http://ppnikarangasem.blogspot.com/2010/02/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan.html


Selasa, 01 Februari 2011

Penatalaksanaan Talasemia


Pengertian
Talasemia adalah suatu penyakit kongenital herediter yang diturunkan secara autosomal, berdasarkan kelainan hemoglobin, yaitu : satu atau lebih rantai polipeptida hemoglobin kurang atau tidak terbentuk, dengan akibat terjadi anemia hemolitik.

Patofisiologi
Pada Talasemia beta, pembuatan rantai beta sangat terhambat. Sebagai kompensasi dibuat rantai gamma dan delta, tetapi kompensasi ini tidak mencukupi, sehingga kadar hemoglobin turun.
Kurangnya rantai beta berakibat meningkatnya rantai alfa. Rantai alfa ini mengalami denaturasi dan presipitasi di dalam sel ( Heinz bodies ).Heinz bodies menimbulkan kerusakan pada membran sel yang menjadi lebih permeabel, sehingga sel mudah pecah, dan terjadi anemia hemolitik. Di dalam sumsum tulang, normoblas juga mengalami pembentukan inclusion bodies dan terjadi pengrusakan oleh sel-sel RES ( ineffective erythropoiesis ).
Kelebihan rantai alfa akan mengurangi stabilitas gugusan hem, dengan akibat timbulnya oksigen yang aktif, yang mengoksidasi hemoglobin dan membran sel, dan berakibat suatu hemolisis.
Keterangan ini berlaku juga untuk talasemia alfa.

Manifestasi Klinis
1. Fasies mongoloid atau fasies Cooley.
2. Hepatosplenomegali
3. Ikterus atau sub-ikterus.
4. Tulang : osteoporosis, tampak struktur mozaik.
5. Tengkorak : tampak struktur hairs on end.
6. Jantung membesar karena anemia kronik.
7. Ginjal kadang-kadang juga membesar, disebabkan oleh hemopoiesis ekstrameduler.
8. Pertumbuhan terhambat, bahkan mungkin tidak dapat mencapai adolesensi karena adanya anemia kronik.
9. Kelainan hormonal, seperti diabetes mellitus, hipotiroidi, disfungsi gonid.

Pemeriksaan dan Diagnosa
  • Darah tepi : hipokrom-mikrositer, anisopoikilositosis, polikromasia, sel target, normoblas, leptositosis, dan titik-titik basofil.
  • Retikulositosis
  • Resistensi ostomik meningkat.
  • Sumsum tulang : hiperplasi normoblastik.
  • Kadar besi serum dan timbunan besi dalam sumsum tulang meningkat.
  • Bilirubin bebas ( unconjugated ) serum meningkat.
  • Kadar Hb F meningkat pada talasemia beta mayor.
  • Kadar Hb A2 meningkat pada talasemia beta minor.
  • Dengan elektroforesis dan kromatografi kolom dapat ditentukan macam hemoglobin maupun rantai polipeptida.

Diagnosa Baanding
Talasemia minor :
  • Anemia kurang besi
  • Anemia karena infeksi menahun
  • Anemia pada keracunan timah hitam ( Pb )
  • Anemia sideroblastik
  • Pyridoksin responsive anemia.

Penatalaksaan
a. Tranfusi sel darah merah padat ( PRC ) 10 ml/ kg BB/ kali.
Ada beberapa cara tranfusi :
1. Low tranfusion : tranfusi bila Hb < 6 gram/ dl. 
2. High tranfusion : Hb dipertahankan pada 10 gram/ dl. 
3. Super tranfusion : Hb dipertahankan pada 12 gram/ dl. 
 
b. Mencegah / menghambat proses hemosiderosis : Absorbsi Fe melalui usus dapat dikurangi dengan menganjurkan penderita banyak minum teh Sedangkan ekskresi Fe dapat ditingkatkan dengan pemberian Fe chelating agent yaitu Desferioxamin, dosis 25 mg/ kg BB/ hari, dan diberikan 5 hari dalam seminggu. 
c. Splenektomi : Indikasi splenektomi adalah bila ada tanda-tanda hipersplenisme atau bila limpa terlalu besar. Biasanya splenektomi dilakukan bila anak sudah berumur > 5 tahun.
d. Nasihat perkawinan dan diagnosa prakelahiran sangat penting untuk mencegah lahirnya talasemia mayor.Sedapat mungkin hindari perkawinan antara dua insan heterozigot, agar tidak terjadi bayi homozigot.
 
 
 
Sumber Referensi : http://teguhsubianto.blogspot.com