Tampilkan postingan dengan label Respirasi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Respirasi. Tampilkan semua postingan

Selasa, 01 Februari 2011

Penatalaksanaan Benda Asing Jalan Nafas


 Definisi
Benda asing jalan nafas adalah benda asing yang secara tidak sengaja terhirup masuk ke jalan nafas ( laring, trakea dan bronkus ).
 Patofisiologi
Sering terjadi pada anak-anak dibawah 6 tahun yang pertumbuhan gerahamnya belum terbentuk sempuma.Jenis benda asing: kacang, kecik, sempritan mainan dll
Masuknya benda asing ke dalam laring, trakea/bronkus terjadi ketika benda berada di dalam mulut penderita, penderita menghirup nafas ( inspirasi ) dengan mulut terbuka (waktu tertawa atau menangis ), sehingga benda tersebut terhisap masuk ke dalam laring atau trakea / bronkus.
Diagnosis
1. Anamnesis:
  • Pada awalnya timbul batuk mendadak, hebat, bertubi-tubi dan dapat sampai biru (sianosis).Kemudian diikuti dengan fase tenang, tidak batuk, sebab benda asing berhenti pada salah satu cabang bronkus. Bila "lepas", dapat timbul batuk -batuk lagi.
  • Sesak nafas terjadi bila ada penyumbatan pada laring atau trakea.
  • Anamnesis yang cermat,sangat penting dalam menegakkan diagnosis.
2. Pemeriksaan fisik:

  • Kadang-kadang tidak dapat diternukan gejala yang jelas.
  • Bila ada penyumbatan jalan napas atas, tampak gelisah, sesak dan stridor inspirasi
  • Retraksi supraklavikuler, interkostal, epigastrial, supra steroal biru (sianosis)
  • Bila benda asing berhenti pada salah satu cabang bronkus:Gerak nafas satu sisi berkurang, Suara nafas satu sisi berkurang danPada fase tenang, mungkin gejala tersebut di atas tidak ada.

3. Pemeriksaan tambahan:
X-foto toraks, hanya dikerjakan pada kasus-kasus tertentu, karena bila masih baru dan bendanya non radio opaqe, sering tidak tampak kelainan.
Diagnosa Banding

  • Asma bronkial: didapatkan stridor ekspiratoir.
  • Laringitis akut.
  • Trakeitis
  • Bronkitis
  • Pneumoni

Penyulit
  • Penyumbatan total laring/trakea  => meninggal
  • Bronkitis
  • Pneumoni
  • Emfisema, terjadi bila timbul "check valve mechanism", di mana udara dapat masuk tetapi tak dapat keluar.
  • Atelektasis, terjadi bila timbul penyumbatan total pada salah satu cabang bronkus.

Terapi
  • Ekstraksi benda asing melalui bronkoskopi
  • Bila sesak dapat dilakukan trakeotomi.
  • Bila penderita apatis dan tidak tersedia peralatan tersebut, dapat dilakukan "Heimlich manouvre".

Cara-cara pengiriman penderita
  • Duduk, miring ke sisi obstruksi ( anak dipangku ibunya ).
  • Jangan banyak bergerak atau menangis, sebab benda asing dapat cepat dibatukkan dan mungkin dapat terjepit pada rima glotis sehingga menimbulkan penyumbatan jalan nafas yang fatal
  • Diberikan oksigen.
  • Sebaiknya disertai paramedis yang dapat melakukan 'Heimlich

Minggu, 19 Desember 2010

Asuhan Keperawatan Klien Dengan Tuberculosis (TBC)


A. LANDASAN TEORI 
1. Pengertian
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tubeculosis.

 Paru-paru yang terinfeksi bakteri Mycobacterium Tuberulosis
 
2. Etiologi
Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil mikrobakterium tuberkulosis tipe humanus, sejenis kuman yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/mm dan tebal 0,3-0,6/mm. Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik.
Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain kuman adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada bagian lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis.<span class=”fullpost”>
Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi penting saluran pernapasan. Basil mikrobakterium tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran napas (droplet infection) sampai alveoli, maka terjadilah infeksi primer (ghon) selanjutnya menyebar kekelenjar getah bening setempat dan terbentuklah primer kompleks (ranke). keduanya dinamakan tuberkulosis primer, yang dalam perjalanannya sebagian besar akan mengalami penyembuhan. Tuberkulosis paru primer, peradangan terjadi sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik terhadap basil mikobakterium. Tuberkulosis yang kebanyakan didapatkan pad usia 1-3 tahun. Sedangkan yang disebut tuberkulosis post primer (reinfection) adalah peradangan jaringan paru oleh karena terjadi penularan ulang yang mana di dalam tubuh terbentuk kekebalan spesifik terhadap basil tersebut.

3. Proses Penularan
Tuberkulosis tergolong airborne disease yakni penularan melalui droplet nuclei yang dikeluarkan ke udara oleh individu terinfeksi dalam fase aktif. Setiapkali penderita ini batuk dapat mengeluarkan 3000 droplet nuclei. Penularan umumnya terjadi di dalam ruangan dimana droplet nuclei dapat tinggal di udara dalam waktu lebih lama. Di bawah sinar matahari langsung basil tuberkel mati dengan cepat tetapi dalam ruang yang gelap lembab dapat bertahan sampai beberapa jam. Dua faktor penentu keberhasilan pemaparan Tuberkulosis pada individu baru yakni konsentrasi droplet nuclei dalam udara dan panjang waktu individu bernapas dalam udara yang terkontaminasi tersebut di samping daya tahan tubuh yang bersangkutan.
Di samping penularan melalui saluran pernapasan (paling sering), M. tuberculosis juga dapat masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit (lebih jarang).


Secara garis besar bahwa Paru-paru memiliki fungsi sebagai berikut:
(1) Terdapat permukaan gas-gas yaitu mengalirkan Oksigen dari udara atmosfer kedarah vena dan mengeluarkan gas carbondioksida dari alveoli keudara atmosfer. (2) menyaring bahan beracun dari sirkulasi (3) reservoir darah (4) fungsi utamanya adalah pertukaran gas-gas

4. Patofisiologi
Port de’ entri kuman microbaterium tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit, kebanyakan infeksi tuberculosis terjadi melalui udara (air borne), yaitu melalui inhalasi droppet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi.
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi terdiri dari satu sampai tiga gumpalan basil yang lebih besar cenderung tertahan di saluran hidung dan cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang alveolus biasanya di bagian bawah lobus atau paru-paru, atau di bagian atas lobus bawah. Basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan memfagosit bacteria namun tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah hari-hari pertama maka leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya sehingga tidak ada sisa yang tertinggal, atau proses dapat juga berjalan terus, dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke kelenjar bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi mcajadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloit, yang dikelilingi oleh fosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10 sampai 20 hari.

5. Manifestasi Klinik
Tuberkulosis sering dijuluki “the great imitator” yaitu suatu penyakit yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik.
Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan gejala sistemik:
Gejala respiratorik, meliputi:
a. Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
b. Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak darak, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darak terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
c. Sesak napas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.
d. Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena.

Gejala sistemik, meliputi:
a. Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari mirip demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya sedang masa bebas serangan makin pendek.
b. Gejala sistemik lain
Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta malaise.
Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia.

Gejala klinis Haemoptoe:
Kita harus memastikan bahwa perdarahan dari nasofaring dengan cara membedakan ciri-ciri sebagai berikut :
1. Batuk darah
a. Darah dibatukkan dengan rasa panas di tenggorokan
b. Darah berbuih bercampur udara
c. Darah segar berwarna merah muda
d. Darah bersifat alkalis
e. Anemia kadang-kadang terjadi
f. Benzidin test negatif

2. Muntah darah
a. Darah dimuntahkan dengan rasa mual
b. Darah bercampur sisa makanan
c. Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambung
d. Darah bersifat asam
e. Anemia seriang terjadi
f. Benzidin test positif

3. Epistaksis
a. Darah menetes dari hidung
b. Batuk pelan kadang keluar
c. Darah berwarna merah segar
d. Darah bersifat alkalis
e. Anemia jarang terjadi

6. Test Diagnostik
Foto thorax PA dengan atau tanpa literal merupakan pemeriksaan radiology standar. Jenis pemeriksaan radiology lain hanya atas indikasi Top foto, oblik, tomogram dan lain-lain.
Karakteristik radiology yang menunjang diagnostik antara lain :
a. Bayangan lesi radiology yang terletak di lapangan atas paru.
b. Bayangan yang berawan (patchy) atau berbercak (noduler)
c. Kelainan yang bilateral, terutama bila terdapat di lapangan atas paru
d. Bayang yang menetap atau relatif menetap setelah beberapa minggu
e. Bayangan bilier

Pemeriksaan Bakteriologik (Sputum) ; Ditemukannya kuman micobakterium TBC dari dahak penderita memastikan diagnosis tuberculosis paru.
Pemeriksaan biasanya lebih sensitive daripada sediaan apus (mikroskopis). Pengambilan dahak yang benar sangat penting untuk mendapatkan hasil yang sebaik-baiknya. Pada pemeriksaan pertama. sebaiknya 3 kali pemeriksaan dahak. Uji resistensi harus dilakukan apabila ada dugaan resistensi terhadap pengobatan.
Pemeriksaan sputum adalah diagnostik yang terpenting dalam prograrn pemberantasan TBC paru di Indonesia.

7. Klasifikasi
Klasifikasi TB Paru dibuat berdasarkan gejala klinik, bakteriologik, radiologik dan riwayat pengobatan sebelumnya. Klasifikasi ini penting karena merupakan salah satu faktor determinan untuk menetapkan strategi terapi.

Sesuai dengan program Gerdunas P2TB klasifikasi TB Paru dibagi sebagai berikut:
a. TB Paru BTA Positif dengan kriteria:
1. Dengan atau tanpa gejala klinik
2. BTA positif: mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali disokong biakan positif satu kali atau disokong radiologik positif 1 kali.

3. Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru.
b. TB Paru BTA Negatif dengan kriteria:
1. Gejala klinik dan gambaran radilogik sesuai dengan TB Paru aktif
2. BTA negatif, biakan negatif tetapi radiologik positif.

c. Bekas TB Paru dengan kriteria:
1. Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negatif
2. Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru.
3. Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, menunjukkan serial foto yang tidak berubah.
4. Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat (lebih mendukung).

8. Penanganan Medik
Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk mengobati juga mencegah kematian, mencegsah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta memutuskan mata rantai penularan.
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, INH, Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedang jenis obat tambahan adalah Kanamisin, Kuinolon, Makrolide dan Amoksisilin + Asam Klavulanat, derivat Rifampisin/INH.
Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu berdasarkan lokasi tuberkulosa, berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan bakteriologik, hapusan dahak dan riwayat pengobatan sebelumnya. Di samping itu perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai Directly Observed Treatment Short Course (DOTS) yang direkomendasikan oleh WHO yang terdiri dari lima komponen yaitu:
  1. Adanya komitmen politis berupa dukungan pengambil keputusan dalam penanggulangan TB.
  2. Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung sedang pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan kultur dapat dilaksanakan di unit pelayanan yang memiliki sarana tersebut.
  3. Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO) khususnya dalam 2 bulan pertama dimana penderita harus minum obat setiap hari.
  4. Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang cukup.
  5. Pencatatan dan pelaporan yang baku.
  6.  
B. PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Data-data yang perlu dikaji pada asuhan keperawatan dengan Tuberkulosis paru (Doengoes, 2000) ialah sebagai berikut :
1. Riwayat PerjalananPenyakit
a. Pola aktivitas dan istirahat
Subjektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. sesak (nafas pendek), sulit tidur, demam, menggigil, berkeringat pada malam hari.
Objektif : Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak (tahap, lanjut; infiltrasi radang sampai setengah paru), demam subfebris (40 -410C) hilang timbul.
b. Pola nutrisi
Subjektif : Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat badan.
Objektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak sub kutan.
c. Respirasi
Subjektif : Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit dada.
Objektif : Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum hijau/purulent, mukoid kuning atau bercak darah, pembengkakan kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi basah, kasar di daerah apeks paru, takipneu (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan pleural), sesak napas, pengembangan pernapasan tidak simetris (effusi pleura.), perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural), deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik).
d. Rasa nyaman/nyeri
Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah, nyeri bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul pleuritis.
e. Integritas ego
Subjektif : Faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak berdaya/tak ada harapan.
Objektif : Menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan, mudah tersinggung.

2. Riwayat Penyakit Sebelumnya:
a. Pernah sakit batuk yang lama dan tidak sembuh-sembuh.
b. Pernah berobat tetapi tidak sembuh.
c. Pernah berobat tetapi tidak teratur.
d. Riwayat kontak dengan penderita Tuberkulosis Paru.
e. Daya tahan tubuh yang menurun.
f. Riwayat vaksinasi yang tidak teratur.

3. Riwayat Pengobatan Sebelumnya:
a. Kapan pasien mendapatkan pengobatan sehubungan dengan sakitnya.
b. Jenis, warna, dosis obat yang diminum.
c. Berapa lama. pasien menjalani pengobatan sehubungan dengan penyakitnya.
d. Kapan pasien mendapatkan pengobatan terakhir.

4. Riwayat Sosial Ekonomi:
a. Riwayat pekerjaan. Jenis pekerjaan, waktu dan tempat bekerja, jumlah penghasilan.
b. Aspek psikososial. Merasa dikucilkan, tidak dapat berkomunikisi dengan bebas, menarik diri, biasanya pada keluarga yang kurang marnpu, masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu waktu yang lama dan biaya yang banyak, masalah tentang masa depan/pekerjaan pasien, tidak bersemangat dan putus harapan.

5. Faktor Pendukung:
a. Riwayat lingkungan.
b. Pola hidup.
Nutrisi, kebiasaan merokok, minum alkohol, pola istirahat dan tidur, kebersihan diri.
c. Tingkat pengetahuan/pendidikan pasien dan keluarga tentang penyakit, pencegahan, pengobatan dan perawatannya.

6. Pemeriksaan Diagnostik:
a. Kultur sputum: Mikobakterium Tuberkulosis positif pada tahap akhir penyakit.
b. Tes Tuberkulin: Mantoux test reaksi positif (area indurasi 10-15 mm terjadi 48-72 jam).
c. Poto torak: Infiltnasi lesi awal pada area paru atas ; Pada tahap dini tampak gambaran bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas ; Pada kavitas bayangan, berupa cincin ; Pada kalsifikasi tampak bayangan bercak-bercak padat dengan densitas tinggi.
d. Bronchografi: untuk melihat kerusakan bronkus atau kerusakan paru karena TB paru.
e. Darah: peningkatan leukosit dan Laju Endap Darah (LED).
f. Spirometri: penurunan fuagsi paru dengan kapasitas vital menurun.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang lazim terjadi pada klien dengan Tuberkulosis paru adalah sebagai berikut:
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan: Sekret kental atau sekret darah, Kelemahan, upaya batuk buruk. Edema trakeal/faringeal.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan: Berkurangnya keefektifan permukaan paru, atelektasis, Kerusakan membran alveolar kapiler, Sekret yang kental, Edema bronchial.
3. Resiko tinggi infeksi dan penyebaran infeksi berhubungan dengan: Daya tahan tubuh menurun, fungsi silia menurun, sekret yang inenetap, Kerusakan jaringan akibat infeksi yang menyebar, Malnutrisi, Terkontaminasi oleh lingkungan, Kurang pengetahuan tentang infeksi kuman.
4. Perubahan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan: Kelelahan, Batuk yang sering, adanya produksi sputum, Dispnea, Anoreksia, Penurunan kemampuan finansial.
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan dengan: Tidak ada yang menerangkan, Interpretasi yang salah, Informasi yang didapat tidak lengkap/tidak akurat, Terbatasnya pengetahuan/kognitif 

3. Rencana Keperawatan
Adapun rencana keperawatan yang ditetapkan berdasarkan diagnosis keperawatan yang telah dirumuskan sebagai berikut:
1. Bersihan jalan napas tidak efektif
Tujuan: Mempertahankan jalan napas pasien. Mengeluarkan sekret tanpa bantuan. Menunjukkan prilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas. Berpartisipasi dalam program pengobatan sesuai kondisi. Mengidentifikasi potensial komplikasi dan melakukan tindakan tepat.
Intervensi:
a. Kaji fungsi pernapasan: bunyi napas, kecepatan, imma, kedalaman dan penggunaan otot aksesori.
Rasional: Penurunan bunyi napas indikasi atelektasis, ronki indikasi akumulasi secret/ketidakmampuan membersihkan jalan napas sehingga otot aksesori digunakan dan kerja pernapasan meningkat.
b. Catat kemampuan untuk mengeluarkan secret atau batuk efektif, catat karakter, jumlah sputum, adanya hemoptisis.
Rasional: Pengeluaran sulit bila sekret tebal, sputum berdarah akibat kerusakan paru atau luka bronchial yang memerlukan evaluasi/intervensi lanjut.
c. Berikan pasien posisi semi atau Fowler, Bantu/ajarkan batuk efektif dan latihan napas dalam.
Rasional: Meningkatkan ekspansi paru, ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan peningkatan gerakan sekret agar mudah dikeluarkan
d. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, suction bila perlu.
Rasional: Mencegah obstruksi/aspirasi. Suction dilakukan bila pasien tidak mampu mengeluarkan sekret.
e. Pertahankan intake cairan minimal 2500 ml/hari kecuali kontraindikasi.
Rasional: Membantu mengencerkan secret sehingga mudah dikeluarkan
f. Lembabkan udara/oksigen inspirasi.
Rasional: Mencegah pengeringan membran mukosa.
g. Berikan obat: agen mukolitik, bronkodilator, kortikosteroid sesuai indikasi.
Rasional: Menurunkan kekentalan sekret, lingkaran ukuran lumen trakeabronkial, berguna jika terjadi hipoksemia pada kavitas yang luas.
h. Bantu inkubasi darurat bila perlu.
Rasional: Diperlukan pada kasus jarang bronkogenik. dengan edema laring atau perdarahan paru akut.

2. Gangguan pertukaran gas
Tujuan: Melaporkan tidak terjadi dispnea. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal. Bebas dari gejala distress pernapasan.
Intervensi
a. Kaji dispnea, takipnea, bunyi pernapasan abnormal. Peningkatan upaya respirasi, keterbatasan ekspansi dada dan kelemahan.
Rasional: Tuberkulosis paru dapat rnenyebabkan meluasnya jangkauan dalam paru-pani yang berasal dari bronkopneumonia yang meluas menjadi inflamasi, nekrosis, pleural effusion dan meluasnya fibrosis dengan gejala-gejala respirasi distress.
b. Evaluasi perubahan-tingkat kesadaran, catat tanda-tanda sianosis dan perubahan warna kulit, membran mukosa, dan warna kuku.
Rasional: Akumulasi secret dapat menggangp oksigenasi di organ vital dan jaringan.
c. Demonstrasikan/anjurkan untuk mengeluarkan napas dengan bibir disiutkan, terutama pada pasien dengan fibrosis atau kerusakan parenkim.
Rasional: Meningkatnya resistensi aliran udara untuk mencegah kolapsnya jalan napas.
d. Anjurkan untuk bedrest, batasi dan bantu aktivitas sesuai kebutuhan.
Rasional: Mengurangi konsumsi oksigen pada periode respirasi.
e. Monitor GDA.
Rasional: Menurunnya saturasi oksigen (PaO2) atau meningkatnya PaC02 menunjukkan perlunya penanganan yang lebih. adekuat atau perubahan terapi.
f. Berikan oksigen sesuai indikasi.
Rasional: Membantu mengoreksi hipoksemia yang terjadi sekunder hipoventilasi dan penurunan permukaan alveolar paru.

3. Resiko tinggi infeksi dan penyebaran infeksi
Tujuan:
Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko penyebaran infeksi. Menunjukkan/melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang. aman.
Intervensi
a. Review patologi penyakit fase aktif/tidak aktif, penyebaran infeksi melalui bronkus pada jaringan sekitarnya atau aliran darah atau sistem limfe dan resiko infeksi melalui batuk, bersin, meludah, tertawa., ciuman atau menyanyi.
Rasional: Membantu pasien agar mau mengerti dan menerima terapi yang diberikan untuk mencegah komplikasi.
b. Identifikasi orang-orang yang beresiko terkena infeksi seperti anggota keluarga, teman, orang dalam satu perkumpulan.
Rasional: Orang-orang yang beresiko perlu program terapi obat untuk mencegah penyebaran infeksi.
c. Anjurkan pasien menutup mulut dan membuang dahak di tempat penampungan yang tertutup jika batuk.
Rasional: Kebiasaan ini untuk mencegah terjadinya penularan infeksi.
d. Gunakan masker setiap melakukan tindakan.
Rasional: Mengurangi risilio penyebaran infeksi.
e. Monitor temperatur.
Rasional: Febris merupakan indikasi terjadinya infeksi.
f. Identifikasi individu yang berisiko tinggi untuk terinfeksi ulang Tuberkulosis paru, seperti: alkoholisme, malnutrisi, operasi bypass intestinal, menggunakan obat penekan imun/ kortikosteroid, adanya diabetes melitus, kanker.
Rasional: Pengetahuan tentang faktor-faktor ini membantu pasien untuk mengubah gaya hidup dan menghindari/mengurangi keadaan yang lebih buruk.
g. Tekankan untuk tidak menghentikan terapi yang dijalani.
Rasional: Periode menular dapat terjadi hanya 2-3 hari setelah permulaan kemoterapi jika sudah terjadi kavitas, resiko, penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan.
h. Pemberian terapi INH, etambutol, Rifampisin.
Rasional: INH adalah obat pilihan bagi penyakit Tuberkulosis primer dikombinasikan dengan obat-obat lainnya. Pengobatan jangka pendek INH dan Rifampisin selama 9 bulan dan Etambutol untuk 2 bulan pertama.
i. Pemberian terapi Pyrazinamid (PZA)/Aldinamide, para-amino salisik (PAS), sikloserin, streptomisin.
Rasional: Obat-obat sekunder diberikan jika obat-obat primer sudah resisten.
j. Monitor sputum BTA
Rasional: Untuk mengawasi keefektifan obat dan efeknya serta respon pasien terhadap terapi.

4. Perubahan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
Tujuan:
Menunjukkan berat badan meningkat mencapai tujuan dengan nilai laboratoriurn normal dan bebas tanda malnutrisi. Melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan mempertahankan berat badan yang tepat.
Intervensi:
a. Catat status nutrisi paasien: turgor kulit, timbang berat badan, integritas mukosa mulut, kemampuan menelan, adanya bising usus, riwayat mual/rnuntah atau diare.
Rasional: berguna dalam mendefinisikan derajat masalah dan intervensi yang tepat.
b. Kaji pola diet pasien yang disukai/tidak disukai.
Rasional: Membantu intervensi kebutuhan yang spesifik, meningkatkan intake diet pasien.
c. Monitor intake dan output secara periodik.
Rasional: Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan.
d. Catat adanya anoreksia, mual, muntah, dan tetapkan jika ada hubungannya dengan medikasi. Awasi frekuensi, volume, konsistensi Buang Air Besar (BAB).
Rasional: Dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan masalah untuk meningkatkan intake nutrisi.
e. Anjurkan bedrest.
Rasional: Membantu menghemat energi khusus saat demam terjadi peningkatan metabolik.
f. Lakukan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernapasan.
Rasional: Mengurangi rasa tidak enak dari sputum atau obat-obat yang digunakan yang dapat merangsang muntah.
g. Anjurkan makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat.
Rasional: Memaksimalkan intake nutrisi dan menurunkan iritasi gaster.
h. Rujuk ke ahli gizi untuk menentukan komposisi diet.
Rasional: Memberikan bantuan dalarn perencaaan diet dengan nutrisi adekuat unruk kebutuhan metabolik dan diet.
i. Konsul dengan tim medis untuk jadwal pengobatan 1-2 jam sebelum/setelah makan.
Rasional: Membantu menurunkan insiden mual dan muntah karena efek samping obat.
j. Awasi pemeriksaan laboratorium. (BUN, protein serum, dan albumin).
Rasional: Nilai rendah menunjukkan malnutrisi dan perubahan program terapi.
k. Berikan antipiretik tepat.
Rasional: Demam meningkatkan kebutuhan metabolik dan konsurnsi kalori.

5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan.
Tujuan: Menyatakan pemahaman proses penyakit/prognosis dan kebutuhan pengobatan. Melakukan perubahan prilaku dan pola hidup unruk memperbaiki kesehatan umurn dan menurunkan resiko pengaktifan ulang luberkulosis paru. Mengidentifikasi gejala yang mernerlukan evaluasi/intervensi. Menerima perawatan kesehatan adekuat.
Intervensi
a. Kaji kemampuan belajar pasien misalnya: tingkat kecemasan, perhatian, kelelahan, tingkat partisipasi, lingkungan belajar, tingkat pengetahuan, media, orang dipercaya.
Rasional: Kemampuan belajar berkaitan dengan keadaan emosi dan kesiapan fisik. Keberhasilan tergantung pada kemarnpuan pasien.
b. Identifikasi tanda-tanda yang dapat dilaporkan pada dokter misalnya: hemoptisis, nyeri dada, demam, kesulitan bernafas, kehilangan pendengaran, vertigo.
Rasional: Indikasi perkembangan penyakit atau efek samping obat yang membutuhkan evaluasi secepatnya.
c. Tekankan pentingnya asupan diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP) dan intake cairan yang adekuat.
Rasional: Mencukupi kebutuhan metabolik, mengurangi kelelahan, intake cairan membantu mengencerkan dahak.
d. Berikan Informasi yang spesifik dalam bentuk tulisan misalnya: jadwal minum obat.
Rasional: Informasi tertulis dapat membantu mengingatkan pasien.
e. jelaskan penatalaksanaan obat: dosis, frekuensi, tindakan dan perlunya terapi dalam jangka waktu lama. Ulangi penyuluhan tentang interaksi obat Tuberkulosis dengan obat lain.
Rasional: Meningkatkan partisipasi pasien mematuhi aturan terapi dan mencegah putus obat.
f. jelaskan tentang efek samping obat: mulut kering, konstipasi, gangguan penglihatan, sakit kepala, peningkatan tekanan darah
Rasional: Mencegah keraguan terhadap pengobatan sehingga mampu menjalani terapi.
g. Anjurkan pasien untuk tidak minurn alkohol jika sedang terapi INH.
Rasional: Kebiasaan minurn alkohol berkaitan dengan terjadinya hepatitis
h. Rujuk perneriksaan mata saat mulai dan menjalani terapi etambutol.
Rasional: Efek samping etambutol: menurunkan visus, kurang mampu melihat warna hijau.
i. Dorong pasien dan keluarga untuk mengungkapkan kecemasan. Jangan menyangkal.
Rasional: Menurunkan kecemasan.
Penyangkalan dapat memperburuk mekanisme koping.
j. Berikan gambaran tentang pekerjaan yang berisiko terhadap penyakitnya misalnya: bekerja di pengecoran logam, pertambangan, pengecatan.
Rasional: Debu silikon beresiko keracunan silikon yang mengganggu fungsi paru/bronkus.
k. Anjurkan untuk berhenti merokok.
Rasional: Merokok tidak menstimulasi kambuhnya Tuberkulosis; tapi gangguan pernapasan/ bronchitis.
l. Review tentang cara penularan Tuberkulosis dan resiko kambuh lagi.
Rasional: Pengetahuan yang cukup dapat mengurangi resiko penularan/ kambuh kembali. Komplikasi Tuberkulosis: formasi abses, empisema, pneumotorak, fibrosis, efusi pleura, empierna, bronkiektasis, hernoptisis, u1serasi Gastro, Instestinal (GD, fistula bronkopleural, Tuberkulosis laring, dan penularan kuman.

4. Evaluasi
a. Keefektifan bersihan jalan napas.
b. Fungsi pernapasan adekuat untuk mernenuhi kebutuhan individu.
c. Perilaku/pola hidup berubah untuk mencegah penyebaran infeksi.
d. Kebutuhan nutrisi adekuat, berat badan meningkat dan tidak terjadi malnutrisi.
e. Pemahaman tentang proses penyakit/prognosis dan program pengobatan dan perubahan perilaku untuk memperbaiki kesehatan.

Sumber Referensi
Zulkifli Amin, Asril Bahar, 2006. Tuberkulosis Paru, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta: UI
http://jarumsuntik.com/asuhan-keperawatan-dengan-tb-paru/
Posting & edit by Zen
Amparita, 19 Desember 2010</span>

Kamis, 16 Desember 2010

Asuhan Keperawatan Klien Dengan PPOM



PPOK
                                          PPOK

Penyakit Paru Obstruktif Kronik ( PPOK ) atau Penyakit Paru Obstruktif Menahun (PPOM) adalah klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup bronkitis kronis, bronkiektasis, emfisema dan asma. (Bruner & Suddarth, 2002).

Penyakit Paru Obstruktif Kronik atau Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPD adalah : bronchitis kronis, emfisema paru-paru dan asthma bronchiale.
PPOM merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru.

Bronkitis Kronis

Pengertian Bronkitis Kronis
Bronkitis kronis didefinisikan sebagai adanya batuk produktif yang berlangsung 3 bulan dalam satu tahun selama 2 tahun berturut-turut. (Bruner & Suddarth, 2002).
Istilah bronchitis kronis menunjukkan kelainan pada bronchus yang sifatnya menahun (berlangsung lama) dan disebabkan oleh berbagai faktor, baik yang berasal dari luar bronchus maupun dari bronchus itu sendiri, merupakan keadaan yang berkaitan dengan produksi mukus trakeobronkial yang berlebihan sehingga cukup untuk menimbulkan batuk dengan ekspektorasi sedikitnya 3 bulan dalam setahun untuk lebih dari 2 tahun secara berturut-turut.

Patofisiologi Bronkitis Kronis
Asap mengiritasi jalan nafas mengakibatkan hipersekresi lendir dan inflamasi. Karena iritasi yang konstan ini, kelenjar-kelenjar yang mensekresi lendir dan sel-sel goblet meningkat jumlahnya, fungsi silia menurun dan lebih banyak lendir yang dihasilkan. Sebagai akibat bronkiolus dapat menjadi menyempit dan tersumbat. Alveoli yang berdekatan dengan bronkiolus dapat menjadi rusak dan membentuk fibrosis, mengakibatkan perubahan fungsi makrofag alveolar yang berperan penting dalam menghancurkan partikel asing termasuk bakteri. Pasien kemudian menjadi lebih rentan terhadap infeksi pernapasan. Penyempitan bronkial lebih lanjut terjadi sebagai akibat perubahan fibrotik yang terjadi dalam jalan napas. Pada waktunya mungkin terjadi perubahan paru yang ireversibel, kemungkinan mengakibatkan emfisema dan bronkiektasis.

Tanda dan Gejala Bronkitis Kronis
Batuk produktif, kronis pada bulan-bulan musim dingin.

Pemeriksaan Penunjang
1.      Pemeriksaan analisa gas darah : hipoksia dengan hiperkapnia
2.      Rontgen dada : pembesaran jantung dengan diafragma normal/mendatar
3.      Pemeriksaan fungsi paru : Penurunan kapasitas vital (VC) dan volume ekspirasi kuat (FEV), peningkatan volume residual (RV), kapasitas paru total (TLC) normal atau sedikit meningkat.
4.      Pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit : dapat sedikit meningkat

Bronkiektasis

Pengertian Bronkiektasis
Bronkiektasis adalah dilatasi bronki dan bronkiolus kronis yang mungkin disebabkan oleh berbagai kondisi, termasuk infeksi paru dan obstruksi bronkus; aspirasi benda asing, muntahan, atau benda-benda dari saluran pernapasan atas; dan tekanan akibat tumor, pembuluh darah yang berdilatasi, dan pembesaran nodus limfe. (Bruner & Suddarth)

Patofisiologi Bronkiektasis
Infeksi merusak dinding bronkial, menyebabkan kehilangan struktur pendukungnya dan menghasilkan sputum yang kental yang akhirnya dapat menyumbat bronki. Dinding bronkial menjadi teregang secara permanen akibat batuk hebat. Infeksi meluas ke jaringan peribronkial sehingga dalam kasus bronkiektasis sakular, setiap tuba yang berdilatasi sebenarnya adalah abses paru, yang eksudatnya mengalir bebas melalui bronkus. Bronkiektasis biasanya setempat, menyerang lobus atau segmen paru. Lobus yang paling bawah lebih sering terkena.
Retensi sekresi dan obstruksi yang diakibatkannya pada akhirnya menyebabkan alveoli di sebelah distal obstruksi mengalami kolaps (ateletaksis). Jaringan parut atau fibrosis akibat reaksi inflamasi menggantikan jaringan paru yang berfungsi. Pada waktunya pasien mengalami insufisiensi pernapasan dengan penurunan kapasitas vital, penurunan ventilasi dan peningkatan rasio volume residual terhadap kapasitas paru total. Terjadi kerusakan campuran gas yang diinspirasi (ketidakseimbangan ventilasi-perfusi) dan hipoksemia.

Tanda dan Gejala Bronkiektasis
1.      Batuk kronik dan pembentukan sputum purulen dalam jumlah yang sangat banyak
2.      Jari tabuh, karena insufisiensi pernapasan
3.      Riwayat batuk berkepanjangan dengan sputum yang secara konsisten negatif terhadap tuberkel basil

Pemeriksaan Penunjang
  • Bronkografi
  • Bronkoskopi
  • CT-Scan : ada/tidaknya dilatasi bronkial

Emfisema

Pengertian Emfisema
Emfisema didefinisikan sebagai suatu distensi abnormal ruang udara diluar bronkiolus terminal dengan kerusakan dinding alveoli. (Bruner & Suddarth, 2002)
Emfisema merupakan gangguan pengembangan paru-paru yang ditandai oleh pelebaran ruang udara di dalam paru-paru disertai destruksi jaringan (WHO).

Patofisiologi Emfisema

Pada emfisema beberapa faktor penyebab obstruksi jalan napas yaitu : inflamasi dan pembengkakan bronki; produksi lendir yang berlebihan; kehilangan rekoil elastik jalan napas; dan kolaps bronkiolus serta redistribusi udara ke alveoli yang berfungsi.
Karena dinding alveoli mengalami kerusakan, area permukaan alveolar yang kontak langsung dengan kapiler paru secara kontinu berkurang, menyebabkan peningkatan ruang rugi (area paru dimana tidak ada pertukaran gas yang dapat terjadi) dan mengakibatkan kerusakan difusi oksigen. Kerusakan difusi oksigen mengakibatkan hipoksemia. Pada tahap akhir penyakit, eliminasi karbondioksida mengalami kerusakan, mengakibatkan peningkatan tekanan karbondioksida dalam darah arteri (hiperkapnia) dan menyebabkan asidosis respiratorius.

Karena dinding alveolar terus mengalami kerusakan, jaring-jaring kapiler pulmonal berkurang. Aliran darah pulmonal meningkat dan ventrikel kanan dipaksa untuk mempertahankan tekanan darah yang tinggi dalam arteri pulmonal. Dengan demikian, gagal jantung sebelah kanan (kor pulmonal) adalah salah satu komplikasai emfisema. Terdapatnya kongesti, edema tungkai, distensi vena leher atau nyeri pada region hepar menandakan terjadinya gagal jantung.
Sekresi meningkat dan tertahan menyebabkan individu tidak mampu untuk membangkitkan batuk yang kuat untuk mengeluarkan sekresi. Infeksi akut dan kronis dengan demikian menetap dalam paru yang mengalami emfisema memperberat masalah.
Individu dengan emfisema mengalami obstruksi kronik ke aliran masuk dan aliran keluar udara dari paru. Paru-paru dalam keadaan heperekspansi kronik. Untuk mengalirkan udara kedalam dan keluar paru-paru, dibutuhkan tekanan negatif selama inspirasi dan tekanan positif dalam tingkat yang adekuat harus dicapai dan dipertahankan selama ekspirasi. Posisi selebihnya adalah salah satu inflasi. Daripada menjalani aksi pasif involunter, ekspirasi menjadi aktif dan membutuhkan upaya otot-otot. Sesak napas pasien terus meningkat, dada menjadi kaku, dan iga-iga terfiksaksi pada persendiannya. Dada seperti tong (barrel chest) pada banyak pasien ini terjadi akibat kehilangan elastisitas paru karena adanya kecenderungan yang berkelanjutan pada dinding dada untuk mengembang.
Emfisema
                                                   Emfisema

Tanda dan Gejala Emfisema

  • Dispnea
  • Takipnea
  • Inspeksi : barrel chest, penggunaan otot bantu pernapasan
  • Perkusi : hiperresonan, penurunan fremitus pada seluruh bidang paru
  • Auskultasi bunyi napas : krekles, ronchi, perpanjangan ekspirasi
  • Hipoksemia
  • Hiperkapnia
  • Anoreksia
  • Penurunan BB
  • Kelemahan
Pemeriksaan Penunjang
1.      Rontgen dada : hiperinflasi, pendataran diafragma, pelebaran interkosta dan jantung normal
2.      Fungsi pulmonari (terutama spirometri) : peningkatan TLC dan RV, penurunan VC dan FEV.

Asma

Pengertian Asma
Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronki berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. (Bruner & Suddarth, 2002)
Patofisiologi Asma
Individu dengan asma mengalami respon imun yang buruk terhadap lingkungan mereka. Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan antibodi, menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast (disebut mediator) seperti  histamin, bradikinin dan prostaglandin serta anafilaksis dari substansi yang bereaksi lambat (SRS-A). Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan napas, bronkospasme, pembengkakan membran mukosa dan pembentukan mukus yang sangat banyak.
Sistem saraf otonom  mempersarafi paru. Tonus otot bronkial diatur oleh impuls saraf vagal melalui sistem parasimpatis. Pada asma idiopatik atau non alergi ketika ujung saraf pada jalan nafas dirangsang oleh faktor  seperti infeksi, latihan, dingin, merokok, emosi dan polutan, jumlah asetilkolin yang dilepaskan meningkat. Pelepasan asetilkolin ini secara langsung  menyebabkan bronkokonstriksi juga merangsang pembentukan mediator kimiawi yang dibahas diatas. Individu dengan asma dapat mempunyai toleransi rendah terhadap respon parasimpatis.
Selain itu, reseptor a- dan b-adrenergik dari sistem saraf simpatis terletak dalam bronki. Ketika reseptor a adrenergik dirangsang , terjadi bronkokonstriksi; bronkodilatasi terjadi ketika reseptor b-adrenergik yang dirangsang. Keseimbangan antara reseptor a- dan b-adrenergik dikendalikan terutama oleh siklik adenosin monofosfat (cAMP). Stimulasi reseptor -alfa mengakibatkan penurunan c-AMP, yang mengarah pada peningkatan mediator kimiawi yang dilepaskan oleh sel-sel mast bronkokonstriksi. Stimulasi respon beta- mengakibatkan peningkatan tingkat cAMP, yang menghambat pelepasan mediator kimiawi dan menyebabkan bronkodilatasi. Teori yang diajukan adalah bahwa penyekatan b-adrenergik terjadi pada individu dengan asma. Akibatnya, asmatik rentan terhadap peningkatan pelepasan mediator kimiawi dan konstriksi otot polos.

Patofisiologi Asma
                     
                                             Patofisiologi Asma

Tanda dan Gejala Asma
  • Batuk
  • Dispnea
  • Mengi
  • Hipoksia
  • Takikardi
  • Berkeringat
  • Pelebaran tekanan nadi
Pemeriksaan Penunjang
1.      Rontgen dada : hiperinflasi dan pendataran diafragma
2.      Pemeriksaan sputum dan darah : eosinofilia (kenaikan kadar eosinofil). Peningkatan kadar serum Ig E pada asma alergik
3.      AGD : hipoksi selama serangan akut
4.      Fungsi pulmonari :
  • Biasanya normal
  • Serangan akut : Peningkatan TLC dan FRV; FEV dan FVC agak menurun
  •  

Asuhan Keperawatan PPOM

Pengkajian
Pengkajian mencakup pengumpulan informasi tentang gejala-gejala terakhir juga manifestasi penyakit sebelumnya. Berikut ini adalah daftar pertanyaan yang bisa digunakan sebagai pedoman untuk mendapatkan riwayat kesehatan yang jelas dari proses penyakit :
  • Sudah berapa lama pasien mengalami kesulitan pernapasan ?
  • Apakah aktivitas meningkatkan dispnea? Jenis aktivitas apa?
  • Berapa jauh batasan pasien terhadap toleransi aktivitas?
  • Kapan selama siang hari pasien mengeluh paling letih dan sesak napas?
  • Apakah kebiasaan makan dan tidur terpengaruh?
  • Apa yang pasien ketahui tentang penyakit dan kondisinya?
Data tambahan dikumpulkan melalui observasi dan pemeriksaan; pertanyaan yang patut dipertimbangkan untuk mendapatkan data lebih lanjut termasuk :
  • Berapa frekuensi nadi dan pernapasan pasien?
  • Apakah pernapasan sama dan tanpa upaya?
  • Apakah pasien mengkonstriksi otot-otot abdomen selama inspirasi?
  • Apakah pasien menggunakan otot-otot aksesori pernapasan selama pernapasan?
  • Apakah tampak sianosis?
  • Apakah vena leher pasien tampak membesar?
  • Apakah pasien mengalami edema perifer?
  • Apakah pasien batuk?
  • Apa warna, jumlah dan konsistensi sputum pasien?
  • Bagaimana status sensorium pasien?
  • Apakah terdapat peningkatan stupor? Kegelisahan?
Diagnosa Keperawatan PPOM
a)      Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan bronkokonstriksi, peningkatan pembentukan mukus, batuk tidak efektif, infeksi bronkopulmonal.
b)      Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi-perfusi
c)      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, produksi sputum, efek samping obat, kelemahan, dispnea
d)     Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya imunitas, malnutrisi
e)      Kurang pengetahuan tentang kondisi/tindakan berhubungan dengan kurang informasi.

Intervensi PPOM
a)      Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan bronkokonstriksi, peningkatan pembentukan mukus, batuk tidak efektif, infeksi bronkopulmonal.
Intervensi :
Mandiri
  • Auskultasi bunyi nafas
  • Kaji frekuensi pernapasan
  • Kaji adanya dispnea, gelisah, ansietas, distres pernapasan dan penggunaan otot bantu pernapasan
  • Berikan posisi yang nyaman pada pasien : peninggian kepala tempat tidur, duduk pada sandaran tempat tidur.
  • Hindarkan dari polusi lingkungan misal : asap, debu, bulu bantal
  • Dorong latihan napas abdomen
  • Observasi karakteristik batuk misalnya : menetap, batuk pendek, basah
  • Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung
  • Berikan air hangat
Kolaborasi :
  • Berikan obat sesuai indikasi : bronkodilator, Xantin, Kromolin, Steroid oral/IV dan inhalasi, antimikrobial, analgesik
  • Berikan humidifikasi tambahan : misal nebuliser ultranik
  • Fisioterapi dada
  • Awasi GDA, foto dada, nadi oksimetri
b)      Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi-perfusi
Mandiri :
  • Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan. Catat penggunaan alat bantu pernapasan
  • Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien memilih posisi yang mudah untuk bernapas
  • Kaji kulit dan warna membran mukosa
  • Dorong mengeluarkan sputum,penghisapan bila diindikasikan
  • Auskulatasi bunyi nafas
  • Palpasi fremitus
  • Awasi tingkat kesadaran
  • Batasi aktivitas pasien
  • Awasi TV dan irama jantung
Kolaborasi :
  • Awasi GDA dan nadi oksimetri
  • Berikan oksigen sesuai indikasi
  • Berikan penekan SSP (antiansietas, sedatif atau narkotik)
  • Bantu intubasi, berikan ventilasi mekanik
c)      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, produksi sputum, efek samping obat, kelemahan, dispnea
Intervensi :
Mandiri :
  • Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Evalusi berat badan
  • Auskultasi bunyi usus
  • Berikan perawatan oral sering
  • Berikan porsi makan kecil tapi sering
  • Hindari makanan penghasil gas dan minuman berkarbonat
  • Hindari makanan yang sangat panas dan sangat dingin
  • Timbang BB
Kolaborasi :
  • Konsul ahli gizi untuk memberikan makanan yang mudah dicerna
  • Kaji pemeriksaan laboratorium seperti albumin serum
  • Berikan vitamin/mineral/elektrolit sesuai indikasi
  • Berikan oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi
d)     Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya imunitas, malnutrisi
Intervensi :
  • Awasi suhu
  • Kaji pentingnya latihan nafas, batuk efektif, perubahan posisi sering dan msukan cairan adekuat
  • Observasi warna, karakter, bau sputum
  • Awasi pengunjung
  • Seimbangkan aktivitas dan istirahat
  • Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi adekuat
Kolaborasi :
  • Dapatkan spesimen sputum
  • Berikan antimikrobial sesuai indikasi
e)      Kurang pengetahuan tentang kondisi/tindakan berhubungan dengan kurang informasi.
  • Jelaskan proses penyakit
  • Jelaskan pentingnya latihan nafas, batuk efektif
  • Diskusikan efek samping dan reaksi obat
  • Tunjukkan teknik penggunaan dosis inhaler
  • Tekankan pentingnya perawatan gigi /mulut
  • Diskusikan pentingya menghindari orang yang sedang infeksi
  • Diskusikan faktor lingkungan yang meningkakan kondisi seperti udara terlalu kering, asap, polusi udara. Cari cara untuk modifikasi lingkungan
  • Jelaskan efek, bahaya merokok
  • Berikan informasi tentang pembatasan aktivitas, aktivitas pilihan dengan periode istirahat
  • Diskusikan untuk mengikuti perawatan dan pengobatan
  • Diskusikan cara perawatan di rumah jika pasien diindikasikan pulang


Sumber : http://nursingbegin.com

Amparita, 16 Desember 2010

Asuhan Keperawatan Klien Dengan Bronkietasis


Pengertian Bronkiektasis
Bronkiektasis merupakan kelainan morfologis yang terdiri dari pelebaran bronkus yang abnormal dan menetap disebabkan kerusakan komponen elastis dan muscular dinding bronkus ( Soeparman & Sarwono, 1990)



Bronkiektasis berarti suatu  dilatasi yang tak dapat pulih lagi dari bronchial yang disebabkan oleh episode pnemonitis  berulang dan memanjang, aspirasi benda asing, atau massa ( mis. Neoplasma) yang menghambat lumen bronchial dengan obstruksi ( Hudak & Gallo,1997).
Bronkiektasis adalah dilatasi permanen abnormal dari salah satu atau lebih cabang-vabang bronkus yang besar ( Barbara E, 1998).

Klasifikasi Bronkiektasis
Berdasarkan atas bronkografi dan patologi bronkiektasis dapat dibagi menjadi 3 yaitu :
1.      Bronkiektasis silindris
2.      Bronkiektasis fusiform
3.      Bronkiektasis kistik atau sakular.

Etiologi Bronkiektasis
1.      Infeksi
2.      Kelainan heriditer atau kelainan kongenital
3.      Faktor mekanis yang mempermudah timbulnya infeksi
4.      Sering penderita mempunyai riwayat pneumoni sebagai komplikasi campak, batuk rejan,  atau penyakit menular lainnya semasa kanak-kanak.

Patofiologi Bronkiektasis
Patofisiologi Bronkiektasis


Gambaran Klinis Bronkiektasis
Bronkiektasis merupakan penyakit yang sering dijumpai pada usia muda, 69 % penderita berumur  kurang dari 20 tahun. Gejala dimulai sejak masa kanak-kanak, 60 % dari penderita gejalanya timbul sejak umur kurang dari 10 tahun. Gejalanya tergantung dari luas, berat, lokasi ada atau tidaknya komplikasi.

Tanda dan Gejala
1.Batuk yang menahun dengan sputum yang banyak terutama pada pagi hari, setelah tiduran dan berbaring.
2. Batuk dengan sputum menyertai batuk pilek  selama 1-2 minggu atau tidak ada gejala sama sekali ( Bronkiektasis ringan )
3.Batuk  yang terus menerus dengan sputum yang banyak kurang lebih    200 - 300 cc, disertai demam, tidak ada nafsu makan, penurunan berat badan, anemia, nyeri pleura, dan lemah badan  kadang-kadang sesak nafas dan sianosis, sputum sering mengandung bercak darah,dan batuk darah.
4. Ditemukan jari-jari tabuh pada 30-50 % kasus.

Pemeriksaan Diagnostik
1.  Pemerisaan Laboratorium.
Pemeriksaan sputum meliputi Volume sputum, warna sputum, sel-sel dan bakteri dalam sputum.
Bila terdapat infeksi volume sputum akan meningkat, dan menjadi purulen dan mengandung lebih banyak leukosit dan bakteri. Biakan sputum dapat menghasilkan flora normal dari nasofaring, streptokokus pneumoniae, hemofilus influenza, stapilokokus aereus, klebsiela, aerobakter,proteus, pseudomonas aeroginosa. Apabila ditemukan sputum berbau busuk  menunjukkan adanya infeksi kuman anaerob.

Pemeriksaan darah tepi.
Biasanya ditemukan dalam batas normal. Kadang  ditemukan adanya leukositosis menunjukkan adanya supurasi yang aktif dan anemia menunjukkan adanya infeksi yang menahun.
Pemeriksaan urina
Ditemukan dalam batas normal, kadang  ditemukan adanya proteinuria yang bermakna yang disebabkan oleh amiloidosis, Namun Imunoglobulin serum biasanya dalam batas normal kadang bisa meningkat atau menurun.

Pemeriksaan EKG
EKG biasa dalam batas normal kecuali pada kasus lanjut yang sudah ada komplikasi korpulmonal atau tanda pendorongan jantung. Spirometri pada kasus ringan mungkin normal tetapi pada kasus berat ada kelainan obstruksi dengan penurunan volume ekspirasi paksa 1 menit  atau penurunan kapasitas vital, biasanya disertai insufisiensi pernafasan  yang dapat mengakibatkan :
  • Ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi
  • Kenaikan perbedaan tekanan PO2 alveoli-arteri
  • Hipoksemia
  • Hiperkapnia
Pemeriksaan tambahan untuk mengetahui faktor predisposisi dilakukan pemerisaan :
  • Pemeriksaan imunologi
  • Pemeriksaan spermatozoa
  • Biopsi bronkus dan mukosa nasal( bronkopulmonal berulang).
2.      Pemeriksaan Radiologi.
  • Foto dada PA dan Lateral
Biasanya ditemukan corakan paru menjadi lebih kasar  dan batas-batas corakan menjadi kabur, mengelompok,kadang-kadang ada gambaran sarang tawon  serta gambaran kistik dan batas-batas permukaan udara cairan. Paling banyak mengenai lobus paru kiri, karena mempunyai diameter yang lebih kecil kanan dan letaknya menyilang mediastinum,segmen lingual lobus atas kiri  dan lobus medius paru kanan.
  • Pemeriksaan bronkografi
Bronkografi tidak rutin dikerjakan namun bila ada indikasi dimana untuk mengevaluasi penderita yang akan dioperasi yaitu penderita dengan pneumoni yang terbatas pada suatu tempat dan berulang yang tidak menunjukkan perbaikan klinis setelah mendapat pengobatan konservatif  atau penderita dengan hemoptisis yang masif.
Bronkografi dilakukan setelah keadaan stabil, setalah pemberian antibiotik dan postural drainage yang adekuat sehingga bronkus  bersih dari sekret.

Penatalaksanaan Bronkiektasis
Tujuan pengobatan adalah memperbaiki drainage sekret dan mengobati infeksi.
Penatalaksanaan meliputi :
  • Pemberian antibiotik dengan spekrum luas ( Ampisillin, Kotrimoksasol, atau amoksisilin ) selama 5- 7 hari pemberian
  • Drainage postural dan latihan fisioterapi untuk pernafasan, serta batuk yang efektif untuk mengeluarkan sekret secara maksimal
Pada saat dilakukan drainage perlu diberikan  bronkodilator  untuk mencegah bronkospasme dan memperbaiki drainage sekret. Serta dilakukan hidrasi yang adekuat untuk mencegah sekret menjadi kental dan dilengkapi dengan alat pelembab serta nebulizer untuk melembabkan sekret.

Asuhan Keperawatan Bronkiektasis

Pengkajian Data Dasar
1.      Riwayat atau adanya faktor-faktor penunjang
  • Merokok produk tembakau sebagai faktor penyebab utama
  • Tinggal atau bekerja di daerah dengan polusi udara berat
  • Riwayat alergi pada keluarga
  • Ada riwayat asma pada masa anak-anak
2.      Riwayat atau  adanya faktor-faktor pencetus eksaserbasi seperti :
  • Allergen ( serbuk, debu, kulit, serbuk sari atau jamur)
  • Sress emosional
  • Aktivitas fisik yang berlebihan
  • Polusi udara
  • Infeksi saluran nafas
  • Kegagalan program pengobatan yang dianjurkan
3. Pemeriksaan fisik berdasarkan fokus pada system pernafasan yang meliputi :
-  Kaji frekuensi dan irama pernafasan
-  Inspeksi warna kulit dan warna menbran mukosa
-  Auskultasi bunyi nafas
-  Pastikan bila pasien menggunakan otot-otot aksesori bila bernafas :
  • Mengangkat bahu pada saat bernafas
  • Retraksi otot-otot abdomen pada saat bernafas
  • Pernafasan cuping hidung
-  Kaji bila ekspansi dada simetris atau asimetris
-  Kaji bila nyeri dada pada pernafasan
-  Kaji batuk (apakah produktif atau nonproduktif). Bila produktif tentukan warna sputum.
-  Tentukan bila pasien mengalami  dispneu atau orthopneu
4.  Pemeriksaan diagnostik meliputi :
-  Gas darah arteri (GDA) menunjukkan PaO2 rendah dan PaCO2 tinggi
-  Sinar X dada memunjukkan peningkatan kapasitas paru dan volume  cadangan
-  Klutur sputum positif bila ada infeksi
-  Esei imunoglobolin menunjukkan adanya peningkatan IgE serum
-  Tes fungsi paru untuk mengetahui penyebab dispneu dan menentukan apakah fungsi abnormal   paru ( -  obstruksi atau restriksi).
-  Tes hemoglobolin.
-  EKG ( peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF dan aksis vertikal.
5.      Kaji persepsi diri pasien
6.      Kaji berat badan dan masukan rata-rata cairan dan diet.

Diagnosa Keperawatan Bronkiektasis
1.Tak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sekret atau sekresi kental
2.Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen dan kerusakan alveoli
3.Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah,produksi sputum, dispneu
4.Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan proses penyakit kronis, malnutrisi.
5.Ansietas berhubungan dengan takut kesulitan bernafas selama fase eksaserbasi,  kurang pengetahuan tentang pengobatan yang akan dilaksanakan
6.Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kerusakan pertukaran gas

Intervensi Keperawatan Bronkiektasis

1.  Tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi   sekret, sekret kental.
Tujuan :
Mempertahakan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih/jelas.
Kriteria hasil :
Menujukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas( batuk yang     efektif, dan mengeluarkan secret.
Rencana Tindakan :
1.      Kaji /pantau frekuensi pernafasan. Catat rasio inspirasi dan ekspirasi
R/ Tachipneu biasanya ada pada beberapa derajat dapat ditemukan pada penerimaan atau selam stress/ proses infeksi akut. Pernafasan melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang disbanding inspirasi
2.      Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas
R/ Derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat /tak dimanisfestasikan adanya bunyi nafas.
3.      Kaji pasien untuk posisi yang nyaman,Tinggi kepala tempat tidur dan duduk pada sandaran  tempat tidur
R/ Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan dengan mempergunakan gravitasi. Dan mempermudah untuk bernafas serta membantu menurunkan kelemahan otot-otot dan dapat sebagai alat ekspansi dada.
4.      Bantu latihan nafas abdomen atau bibir
R/ Untuk mengatasi dan mengontrol dispneu dan menurunkan jebakan udara
5.      Observasi karakteriktik  batuk dan Bantu tindakan untuk efektifan upaya batuk
R/   Mengetahui keefktifan batuk
6.      Tingkatan masukan cairan sampai 3000ml/hari sesuai toleransi jantung serta berikan hangat dan masukan cairan antara sebagai penganti makan
R/ Hidrasi membantu menurunkan kekentalan secret,mempermudah pengeluaran.cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus. Cairan antara makan dapat meningkatkan distensi gaster dan tekana diafragma.
7.      Berikan obat sesuai indikasi
R/   Mempercepat proses penyembuhan.

2.Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen dan   kerusakan alveoli.
Tujuan : Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan.
Kriteria :
GDA dalam batas normal, warna kulit membaik, frekuensi nafas 12-  24x/mt, bunyi nafas bersih, tidak ada batuk, frekuensi nadi 60-100x/mt, tidak dispneu.
Rencana Tindakan :
1.   Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan serta catat penggunaan otot aksesori
R/ untuk mengevaluasi derajat distress pernafsan/ kronisnya suatu penyakit.
2.   Tingikan kepala tempat tidur dan Bantu untuk memilih posisi yang mudah untuk bernafas .Kaji / awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa
R/ Suplai oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan nafas untuk menurunkan kolaps jalan nafas.
3.   Dorong untuk pengeluaran sputum/ penghisapan bila ada indikasi
R/ Sputum menganggu proses pertukaran gas  serta penghisapan dilakukan bila batuk tidak efektif.
4.   Awasi tingkat kesadaran / status mental
R/ Manisfestasi umum dari hipoksia
5.   Awasi tanda vital dan status jantung
R/ Perubahan tekanan darah menunjukkan efek hipoksia sistemik pada fungsi jantung
6.   Berikan oksigen tambahan dan pertahankan ventilasi mekanik dan Bantu intubasi
R/ Dapat memperbaiki atau mencegah terjadinya hipoksia dan kegagalan nafas serta tindakan untuk penyelamatan hidup.

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah,produksi sputum, dispneu
Tujuan  : Peningkatan dalam status nutrisi dan berta badan pasien
Kriteria hasil :
Pasien tidak mengalami kehilangan berat badan lebih lanjut atau mempertahankan berat badan.
Rencana tindakan :
1.      Pantau masukan dan keluaran tiap 8 jam, jumlah makanan yang dikonsumsi serta timbang berta badan tiap minggu.
R/ Untuk mengidentifikasi adanya kemajuan atau penyimpangan dari yang diharapkan
2.      Ciptakan suasana yang menyenangkan ,lingkungan yang bebas dari bau selama waktu makan
R/ suasana dan lingkungan yang tak sedap selama waktu makan dapat meyebakan anoreksia
3.      Rujuk pasien ke ahli diet untuk memantau merencanakan makanan yang akan dikonsumsi
R/ Dapat membantu pasien dalam merencanakan makan dengan gisi yang sesuai.
4.      Dorong klien untuk minum minimal 3 liter cairan perhari, jika tidak mendapat infus.
R/ untuk mengatasi dehidrasi pada pasien

4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan proses penyakit kronis, malnutrisi.
Tujuan : Tidak terjadi/ adanya gejala -gejala infeksi
Kriteria hasil :
Tidak terjadi infeksi suhu tbuh berkisar 36-37 0c,Sel darah putih 5000-10000/mm.batuk produktif tidak ada.
Rencana intervensi :
1.       Pantau suhu pasien tiap 4 jam, hasil kultur sputum dan hasil pemeriksaan leokusit serta warna dan konsistensi sputum
R/ Untuk mengidentifikasi  kemajuan yang dapat dicapai dan penyimpangan dari sasaran yang diharapkan ( infeksi yang mungkin terjadi ).
2.       Lakukan pemeriksaan sputum untuk pemeriksaan kultur.
R/Dapat membantu menegakkan diagnosa infeksi saluran nafas dan mengidentifikasi kuman penyebabnya.
3.       Berikan nutrisi yang adekuat
R/ malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tahan terhadap infeksi.
4.       Berikan antibiotik sesuai anjuran dan evaluasi keefektifannya
R/ Sebagai pencegahan dan pengobatan infeksi dan mempercepat proses penyembuhan.

5. Ansietas berhubungan dengan takut kesulitan bernafas selama fase eksaserbasi,  kurang pengetahuan tentang pengobatan yang akan dilaksanakan.
Tujuan : Hilangnya ansietas
Kriteria hasil :  Ekspresi wajah rileks, frekuensi nafas antara 12-24 x/mt,frekuensi   nadi 60-100x/mt.
Intervensi Keperawatan :
1.      Selama periode distress pernafasan akut :
  • Batasi jumlah dan frekuensi pengunjung
  • Mulai berikan oksigen lewat kanula sebanyak 2 ltr/mt
  • Demontrasikan untuk kontrol pernafasan
  • Ijinkan seseorang untuk menemani pasien
  • Pertahankan posisi fowler dengan posisi lengan menopang
R/ Membantu pasien untuk mengontrol keadaannya dengan meningkatkan relaksasi  dan meningkatkan jumlah udara yang masuk paru-paru
2.      Hindari pemberian informasi  dan instruksi yang bertele-tele/sederhana mungkin ketika pasien mengalami distress dan lakukan pendekatan dengan pasien secara tenang dan menyakinkan.
R/ Pasien dapat menerima sedikit informasi dalam keadaan gelisah dan terlalu banyak informasi dapat meningkatkan ansietas dan memberitauhkan apa yang diharpkan makakan dapat membantu penurunan ansietas.
3.      Gunakan obat sedatif sesui dengan yang diresepkan.
R/ Obat penenang dapat mengontrol tingkat ansietasnya.
6.         Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kerusakan pertukaran gas
Tujuan :Klien menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas
Kriteria hasil :
Menurunnya keluhan tentang napas pendek dan lemah dalam melaksanakan aktivitas
Rencana Tindakan
1.   Pantau nadi dan frekuensi nafas sebelum dan sesudah aktivitas
R/  Mengidentifikasi kembali penyimpangan tujuan yang diharapkan
2.   Berikan bantuan dalam melaksanakan aktivitas sesuai yang diperlukan  dan dilakukan secara bertahap
R/  Dapat mengurangi pengunaan energi yang berlebihan
3.   Anjurkan makanan dalam porsi kecil tapi sering dengan makanan yang mudah dikunyah.
R/  Makanan dalam porsi besar sasah dikunyah dan memerlukan banyak energi


Daftar Pustaka :
- Soeparman & Sarwono W, (1998), Ilmu penyakit dalam Jilid II Balai Penerbit FKUI, Jakarta
- Barbara E.,(1999), Rencana Asuhan keperawatan Medikal- Bedah Volume I, EGC, Jakarta
- Barbara E.,(1999), Rencana Asuhan keperawatan Medikal- Bedah Volume  III, EGC, Jakarta
- Barbara C. long,( 1996), Perawatan Medikal Bedah : suatu pendekatan proses keperawatan, Alih bahasa Yayasan ikatan alumni pendidikan keperawatan bandung,Yayasan IAPK, Bandung
- Hudak & Gallo, ( 1997), Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik, EGC, Jakarta
- Marylin E doengoes. (2000). Rencana Asuhan keperawatan Pedoman untuk Perencnaan /pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC.Jakarta.



Sumber :  http://nursingbegin.com

Amparita, 16 Desember 2010