Minggu, 19 Desember 2010

Asuhan Keperawatan Klien Dengan Epitaksis




A. PENGERTIAN
Epitaksis adalah perdarahan dari bagian bawah hidung dapat primer maupun skunder, spontan atau akibat rangsangan dan berlokasi sebelah posterior atau anterior.

Epistaksis atau perdarahan hidung dilaporkan timbul pada 60% populasi umum. Puncak kejadian dari epistaksis didapatkan berupa dua puncak (bimodal) yaitu pada usia <10>50 tahun.


B. KLASIFIKASI

1. Epistaksis anterior
• Berasal dari pleksus Kiesselbach atau a.etmoidalis anterior. Perdarahan biasanya ringan, mudah diatasi dan dapat berhenti sendiri.
• Pada saat pemeriksaan dengan lampu kepala, periksalah pleksus Kiesselbach yang berada di septum bagian anterior yang merupakan area terpenting pada epistaksis. la merupakan anastomosis cabang a.etmoidalis anterior, a.sfenopaltina, a. palatina asendens dan a.labialis superior. Terutama pada anak pleksus ini di dalam mukosa terletak lebih superfisial, mudah pecan dan menjadi penyebab hampir semua epistaksis pada anak.

2. Epistaksis posterior
umumnya berat sehingga sumber perdarahan seringkali sulit dicari. Umumnya berasal dari a.sfenopalatina dan a.etmoidalis posterior. Sebagian besar darah mengalir ke rongga mulut dan memerlukan pemasangan tampon posterior untuk mengatasi perdarahan. Sering terjadi pada penderita usia lanjut dengan hipertensi.

C. ETIOLOGI
 Idiopatik, penyebab yang paling umum Lokal:
1. Trauma
a. Mengorek hidung
b. Benda asing
c. Pembedahan di hidung
d. Fraktur : Tulang hidung
Sinus paranasal
Dasar tengkorak

2. Peradangan
a. Rhinitis infeksi
b. Rhinitis alergi
c. Sinusitis


3. Tumor
a. Hidung – polip septum yang berdarah, karsinoma sel skuamosa.
b. Sinus, Karsinoma sel skuamosa.
c. Nasofaring – angiofinroma juvenile

 Penyebab yang paling umum:
1. Hipertensi sistemik
2. Pelebaran vena
- Obstruksi sinus vena kevernosus
- Gagal jantung kanan

3. Hematologik dan vaskuler
- Aterosklerosis
- Kelainan koagulasi
- Trombositopenia
- Haemofilia
- Leukemia

4. Obat-obatan
- Antikoagulan.
- Salisilat.


D. PATOFISIOLOGI
Pembuluh darah mukosa hidung yang berhubungan dengan dunia luar dan tidak terlindung mudah rupture dan menyebabkan perdarahan, terutama pembuluh darah septum, kurang ditunjang atau dilindungi dari rangsangan luar, letaknya dekat tulang atau kartilago, hanya terlindung oleh mukosa yang tipis, karena lukanya ringan atau erosi saja sudah dapat menyebabkan terjadinya perdarahan hidung yang hebat,
Tempat sumber perdarahan umumnya terdapat dua sumber anterior dan posterior.

1.  Epitaksis Anterior
Perdarahan berasal dari fleksus – klesselbach yang pecah atau dari arteri etmodalis anterior. Jika lokasi perdarahan sudah diketahui pembuluh darah dapat dikontrol dengan menekan atau merusaknya dengan mengunakan kateterisasi kimia atau elektrodeksikasi. Penekanan dengan pemasangan tampon kapas kering.


2.  Epitaksis Posterior
Perdarahan berasal dari arteri sfelopalatina, arteri etmodalis posterior’ sering terjadi pada penderita usia lanjut yang disertai dengan hipertensi, arteosklerosis atau penyakit kardiovaskuler. Perdarahannya jarang berhenti spontan dan sulit dihentikan, karena itu paling penting umtuk menetukan sumber perdarahan guna tindakan selanjutnya.

 

E. PEMERIKSAAN
Pemeriksaan meliputi pemeriksaan keadaan umum, pemeriksaan hidung dan laboratorium dan sumber perdarahan.


1. Pemeriksaan keadaan umum.
Tanda vital harus dimonitor. Segeralah pasang infus jika ada penurunan tanda vital, adanya riwayat perdarahan profus, baru mengalami sakit berat misalnya serangan jantung, stroke atau pada orang tua.


2. Pemeriksaan hidung.
• Diperlukan peralatan untuk melihat rongga hidung dengan pencahayaan yang baik (lampu kepala) dan alat penghisap.
• Bersihkanlah semua darah atau bekuan darah dengan alat penghisap. Lakukan tindakan vasokonstriksi dan analgesi lokal dengan memasukkan kapas yang dibasahi dengan Pantokain 2% dan diberi beberapa tetes adrenalin ke dalam rongga hidung. Kapas diangkat setelah 5-10 menit. dan sumber perdarahan dicari.


3. Pemeriksaan laboratorium.
• Pemeriksaan darah tepi diperlukan untuk mengetahui adanya anemi. masa perdarahan, hitung trombosit dilakukan jika diduga ada kelainan perdarahan.
• Pada anak dengan epistaksis berulang tanpa riwayat trauma atau operasi, perlu pemeriksaan adanya penurunan faktor VIII seperti pada von Willebrant’s disease.
• Pada pasien yang dipasang tampon posterior, mungkin perlu diperiksa gas darah tepi (Astrup).
• Pada keadaan tertentu mungkin perlu pemeriksaan fungsi hati dan ginjal.
• Jika diperlukan pemeriksaan radiologik hidung dan sinus paranasal serta nasofaring dapat dilakukan setelah keadaan akut diatasi. Jika perlu pasien dapat dikonsul ke dokter spesialis penyakit dalam untuk mencari dan mengobati penyebab sistemik.
• Jika pada pemeriksaan didapati adanya massa, dapat segera dilakukan biopsi agar diagnosis dini dapat ditegakkan. Namun perlu dicermati apakah massa tersebut merupakan massa tumor pembuluh darah yang umumnya akan berwarna kebiru-biruan, dalam hal ini maka tindakan biopsi sebaiknya tidak dilakukati karena dapat menyebabkan perdarahan profus yang sulit diatasi bahkan dapat menyebabkan kematian, misalnya pada tumor angiofibroma. Untuk ini sebaiknya pasien dikonsulkan ke ahli THT terdekat.


4. Sumber perdarahan
Sumber perdarahan berasal dari bagian anterior atau posterior rongga hidung.


F. PENATALAKSANAAN
Tiga prinsip umum dalam menanggulangi Epitaksis adalah :
1. menghentikan perdarahan
2. mencegah komplikasi
3. mencegah berulangnya epitaksis



Langkah-langkah penatalaksanaan epitaksis


Menghentikan perdarahan, tujuan lain penatalaksanaan epistaksis adalah mencegah komplikasi dan berulangnya epistaksis serta mencari etiologi.
• Mula-mula perhatikan keadaan umum pasien,
• pastikan bahwa pasien tidak dalam keadaan syok.
• Jika ada riwayat telah terjadi perdarahan hebat, segera pasang infus, periksa Hb, leuko dan trombosit.
• Pemeriksaan fungsi pembekuan dan golongan darah dilakukan jika perlu transfusi darah.
• Jika pasien dalam keadaan syok, segera pasang infus dan pemberian obat-obat yang diperlukan untuk memperbaiki keadaan umum. Pasien atau orang tua biasanya dalam keadaan panik sehingga perlu ditenangkan terlebih dahulu dengan terapi suportif.
• Jika pasien masih berada di rumah, dapat dianjurkan untuk memencet hidung selama 10 menit dan pasien dianjurkan duduk dengan kepala dan leher agak tunduk kedepan, Ini dapat menghentikan epistaksis anterior yang ringan.
• Jika perdarahan tidak berhenti, pasien dianjurkan untuk datang ke dokter. Cara tradisional dengan memasukkan daun sirih yang digulung ke dalam rongga hidung dapat bermanfaat menghentikan epistaksis anterior.Yang tidak dianjurkan adalah pasien tiduran, darah akan turun kefaring sehingga_dibatukkan dan dimuntahkan .menyebakan. ansietas yang akan menaikkan tekanan darah sehingga akan makin berdarah
• Pada perdarahan anterior yang berat, setelah darah dibersihkan, sumber perdarahan dapat di kaustik dengan nitras argenti 20-30%, asam trikloroasetat 10% atau kauter listrik.



Tampon biasa
• Jika sumber perdarahan tidak ditemukan, pasanglah tampon sementara yaitu kapas Pantokain-adrenalin selama 5-10 menit agar terjadi vasokonstriksi. Jika masih berdarah, harus dipasang tampon kapas padat atau kasa yang dibubuhi vaselin yang dapat dicampur dengan betadin atau salep antibiotika. Dapat juga dipakai tampon rol yang dibuat dari kasa berbentuk pita dengan lebar 1/2 cm, diletakkan berlapis-lapis mulai dari dasar sampai ke puncak rongga hidung. Tampon yang dipasang harus menekan daerah asal perdarahan. Selanjutnya pasien dapat dirawat,diberi antibiotika oral dan obat penenang jika diperlukan. Tampon diangkat setelah 2-3 x 24 jam.
• Saat pengangkatan tampon, jika masih ada rembesan darah, pasang tampon sementara Pantokain-Adrenalin 5-10 menit. Biasanya perdarahan berhenti.
• Selanjutnya pasien dianjurkan untuk mencegah trauma pada hidung, dilarang mengeluarkan ingus secara keras, memencet atau menggaruk hidung selama 1 minggu. Pasien juga dilarang kerja berat dan olah raga selama 2 minggu. Tamponade hidung dapat diulangi jika perdarahan masih mengalir selama 2-3 x 24 jam.
• Jika perdarahan menetap setelah 2 kali tamponade ini, dipikirkan kemungkinan melakukan ligasi arteri.


Tampon Belloque
• Perdarahan posterior yang berat biasanya baru dapat diatasi setelah dipasang tampon posterior atau tampon Belloque. Tampon ini dibuat dari kasa dan berukuran 3×2×2 cm dan mempunyai 3 buah benang, 2 buah pada satu sisi dan sebuah lagi pada sisi lain. Tampon ini harus memenuhi koana. Cara memasangnya adalah sebagai berikut:
• Dimasukkan kateter terlebih dahulu ke lubang hidung, gunanya untuk menarik tampon Belloque ke koana.
• Ujung kateter yang tampak di orofaring ditarik keluar rongga mulut dengan pinset dan diikat pada 2 benang yang terdapat pada 1 sisi tampon, kateter kemudian ditarik meluar melalui rongga hidung, tampon akan tertarik ke dalam rongga mulut dan dengan ujung jari telunjuk tampon didorong masuk ke koana.
• Selanjutnya dipasang tampon anterior dan kedua benang yang keluar dari lubang hidung diikatkan / difiksasi sehingga tampon Belloque tadi akan terfiksasi dengan baik di koana. Benang yang satu lagi akan tetap berada di rongga mulut dan difiksasi pada pipi dengan plaster, guna benang ini adalah untuk menarik tampon keluar melalui rongga mulut setelah 2-3 hari. Pasien dengan Belloque tampon harus dirawat.Sebagai pengganti tampon Belloque dapat dipakai kateter Foley dengan balon. Balonnya diletakkan di nasofaring dan dikembangkan dengan air.
• Pada setiap pemasangan tampon, harus selalu diberi antibiotik untuk mencegah terjadinya otitis media dan sinusitis. Jika pasien gelisah obat penenang atau terapi suportif dapat diberikan. Obat hemotatik juga dapat diberikan meskipun manfaatnya masih diragukan.


Ligasi Arteri
Ligasi arteri dilakukan pada epistaksis berat dan berulang yang tidak dapat diatasi dengan pemasangan tampon. Jenis arteri yang diligasi tergantung sumber perdarahan. Jika berasal dari bagian belakang rongga hidung, biasanya dari a.sfenopalatina yang merupakan cabang a.maksilaris, dilakukan ligasi a.maksilaris di fossa pterigomaksila (di belakang dinding belakang sinus maksila) melalui pendekatan Caldwel-Luc. Jika tidak berhasil dilakukan ligasi a.karotis eksterna di daerah leher. Jika perdarahan berasal dari bagian atas rongga hidung biasanya dari a.etmoidalis anterior atau posterior, ligasi dilakukan pada arteri arteri ini melalui insisi kulit di daerah medial orbita.


G. PERAWATAN DI RUMAH SAKIT
• Tidak semua pasien perlu perawatan. Indikasi perawatan dilakukan pada pasien dengan tampon anterior bilateral, tampon posterior / tampon belloque, hipertensi epistaksis berulang dan pada keadaan dengan risiko tinggi misalnya orang tua, debil, alkoholik, penyakit hati.
• Saat dirawat, sebaiknya pasien tirah baring dengan kepala lebih tinggi, humidifikasi kamar harus diperhatikan.
• Pertimbangkan pemberian oksigen dosis rendah dengan oxygen mask disamping pemberian cairan yang adekuat. Obat-obat yang diperlukan adalah antibiotika, mungkin antihipertensi jika diperlukan.

H. OBAT-OBATAN
1. Asam aminokopruat secara topical spray, berfungsi menghambat fibrinolisis
2. obat – obatan hemostatika vitamin K, korba zokrum.

I. KOMPLIKASI
Komplikasi dapat terjadi sebagai akibat langsung dari epitaksis sendiri atau sebagai usaha untuk menanggulangi epitaksis.
1) Akibat perdarahan
a. Shock dan anemia
b. Tekanan darah yang turun dapat menimbulkan ischemia otak, insufiensi koroner dengan infark miokard

2) Akibat pemasangan tampon
a. Pemasangan tampon yang menimbulkan sinusitis, otitis media dan septikimia, oleh karena itu setiap pemasangan tanmpon harus diberikan antibiotik.
b. Sebagai akibat mengalirnya darah secara retrograde melalui tuba eustachi’I dapat terjadi hemotimpanium.
c. Pada waktu pemasangan tampon dapat terjadi laserasi palatum mole dan sudut bibir.




DAFTAR PUSTAKA
- Aesculapius Media fakultas Kedokteran UI 1982, Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 2, 1982
- Bollonger Jacob John, “Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala, dan Leher”. Edisi 13, Jilid 1, Penerbit Bina putra Aksara, 1994
- Gillon Moore Victona, Nicholas Stafford, “Segi Praktis Telinga, Hidung, Tenggorokan”, Penerbit Bina Rupa Aksara, 1991.

- Roland NJ, McRae RDR dan Mc.Cobe AW. Key topics in Otolaryngology, Bios Scientific Publisher Limited, 1995.
- Balenger JJ, Snow JrJB. Otorhinolaryngology, Head and Neck Surgery, 15th -Ed.William & Wilkins, Baltimore, 1996.





Posting by Zen
Amparita, 19 Desember 2010
18.17 WITA


0 Komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan bijak, Semoga dapat memberi wawasan yang lebih bermanfaat!