11 Februari 2011, The American Urological Association (AUA) mengeluarkan pedoman terbaru penatalaksanaan benign prostat hyperplasia (BPH).
Pedoman terbaru yang dirilis memperbaharui rekomendasi sebelumnya, yang pertama kali dipublikasikan pada tahun 2003, untuk mendiagnosis dan menangani gangguan ini. Pedoman yang dirilis online pada tanggal 3 Februari dan akan dipublikasikan dalam terbitan Jurnal of Urology yang akan datang.
Pedoman baru meliputi suatu algoritma diagnosis terperinci untuk memberikan pedoman bagi dokter untuk mendiagnosis dan menangani gejala saluran kemih bagian bawah ( Lower Urinary Tract Symptoms / LUTS ) yang menyebabkan BPH. Pedoman ini juga memberikan informasi yang mendalam pada strategi penanganan BPH secara umum dan secara khusus pada komplikasi kasus.
“Dokter menangani pria dengan kasus yang diduga LUTS sebaiknya memperoleh riwayat medis yang relevan, penilaian gejala menggunakan AUA symptom index dan melakukan pemeriksaan fisis menyeluruh ( termasuk pemeriksaan colok dubur / rectal exam ), “ ungkap seorang penulis yang dirilis melalui AUA. “ Hasil tes laboratorium sebaiknya meliputi pemeriksaan prostate specific antigen / PSA dan urinalisis untuk mengeliminasi penyebab infeksi atau penyebab lain dari LUTS,” dan “ grafik frekuensi dan volume dapat juga bermanfaat untuk menegakkan diagnosis.”
Pedoman ini mempertahankan bahwa beberapa pasien memperoleh manfaat melalui kombinasi 3 modalitas. “ Agar gejala tidak semakin para maka modalitas terbaru penanganan seperti toxin botulinum dan neuromodulasi sacral dapat dipertimbangkan,” laporan tersebut menyebutkan.
Berdasarkan AUA , pembaharuan pedoman 2003 memberikan informasi kunci untuk digunakan pada pendekatan bedah dan medis, sementara versi 2010 terbaru memberikan tambahan rekomendasi untuk penggunaan obat-obatan antikolinergik dan penggunaan terapi laser. Sebagai tambahan, indeks usia pasien telah turun dari 50 tahun menjadi 45 tahun untuk meningkatakn pedoman penanganan pada pria usia lebih muda dengan LUTS.
Pedoman ini juga menganjurkan para klinisi untuk tetap waspada terhadap intraoperative floopy iris syndrome pada pasien dengan katarak yang diterapi dengan alpha blocker untuk menangani BPH. Pasien sebaiknya diminta untuk merencanakan pembedahan katarak sebelum dimulai regimen alpha blocker, dan jika pembedahan direncanakan, alpha blocker sebaiknya dihentikan hingga prosedur selesai.
Panel ini juga tidak merekomendasikan pengukuran rutin serum kreatinin pada evaluasi awal pria dengan gejala LUTS sekunder akibat BPH.
Pedoman klinis ini dikembangkan setelah para panelis melalukan penilaian ulang sistematik dan telah mensintesa literature klinik pada terapi yang telah ada dan muncul untuk penanganan BPH.
Para panelis meminta 3 pertanyaan mengenai terapi BPH : (1) apa perbedaan antara efikasi, dan efektifitas, pada penanganan BPH yang telah ada dan yang baru ? Apa predictor dari efek bermanfaat paada penatalaksanaan ? (2) Apakah ada efek merugikan dikaitkan dengan setiap penatalaksanaan yang dimasukkan, dan bagaimana efek merugikan ini dibandingkan dengan pengobatan ? (3) apakah ada subpopulasi dimana tingkat efikasi, efektivitas dan efek merugikan bervariasi dibandingkan dengan populasi umum ?
“Metodologi ini mengikuti proses yang sama yang digunakan dalam pengembangan Pedoman tahun 2003, tidak memasukkan evaluasi dari kekuatan tubuh sebagai bukti yang akan diteliti pada pedoman yang akan datang yang diproduksi oleh AUA.”
Dalam rilis berita, ketua dari panel pedoman Kevin T. McVary,MD mencatat, “ peningkatan angka harapan hidup pada populasi lanjut usia akan meningkatkan jumlah pria yang mengalami LUTS.
“ Hal ini akan meningkatkan permintaan untuk pemberian layanan pengobatan, dan mengharuskan kedokteran yang berbasis bukti.” Dan “ menyediakan pedoman yang banyak dibutuhkan dokter yang sementara mengobati LUTS.”
Pedoman terbaru yang dirilis memperbaharui rekomendasi sebelumnya, yang pertama kali dipublikasikan pada tahun 2003, untuk mendiagnosis dan menangani gangguan ini. Pedoman yang dirilis online pada tanggal 3 Februari dan akan dipublikasikan dalam terbitan Jurnal of Urology yang akan datang.
Pedoman baru meliputi suatu algoritma diagnosis terperinci untuk memberikan pedoman bagi dokter untuk mendiagnosis dan menangani gejala saluran kemih bagian bawah ( Lower Urinary Tract Symptoms / LUTS ) yang menyebabkan BPH. Pedoman ini juga memberikan informasi yang mendalam pada strategi penanganan BPH secara umum dan secara khusus pada komplikasi kasus.
“Dokter menangani pria dengan kasus yang diduga LUTS sebaiknya memperoleh riwayat medis yang relevan, penilaian gejala menggunakan AUA symptom index dan melakukan pemeriksaan fisis menyeluruh ( termasuk pemeriksaan colok dubur / rectal exam ), “ ungkap seorang penulis yang dirilis melalui AUA. “ Hasil tes laboratorium sebaiknya meliputi pemeriksaan prostate specific antigen / PSA dan urinalisis untuk mengeliminasi penyebab infeksi atau penyebab lain dari LUTS,” dan “ grafik frekuensi dan volume dapat juga bermanfaat untuk menegakkan diagnosis.”
Pedoman ini mempertahankan bahwa beberapa pasien memperoleh manfaat melalui kombinasi 3 modalitas. “ Agar gejala tidak semakin para maka modalitas terbaru penanganan seperti toxin botulinum dan neuromodulasi sacral dapat dipertimbangkan,” laporan tersebut menyebutkan.
Berdasarkan AUA , pembaharuan pedoman 2003 memberikan informasi kunci untuk digunakan pada pendekatan bedah dan medis, sementara versi 2010 terbaru memberikan tambahan rekomendasi untuk penggunaan obat-obatan antikolinergik dan penggunaan terapi laser. Sebagai tambahan, indeks usia pasien telah turun dari 50 tahun menjadi 45 tahun untuk meningkatakn pedoman penanganan pada pria usia lebih muda dengan LUTS.
Pedoman ini juga menganjurkan para klinisi untuk tetap waspada terhadap intraoperative floopy iris syndrome pada pasien dengan katarak yang diterapi dengan alpha blocker untuk menangani BPH. Pasien sebaiknya diminta untuk merencanakan pembedahan katarak sebelum dimulai regimen alpha blocker, dan jika pembedahan direncanakan, alpha blocker sebaiknya dihentikan hingga prosedur selesai.
Panel ini juga tidak merekomendasikan pengukuran rutin serum kreatinin pada evaluasi awal pria dengan gejala LUTS sekunder akibat BPH.
Pedoman klinis ini dikembangkan setelah para panelis melalukan penilaian ulang sistematik dan telah mensintesa literature klinik pada terapi yang telah ada dan muncul untuk penanganan BPH.
Para panelis meminta 3 pertanyaan mengenai terapi BPH : (1) apa perbedaan antara efikasi, dan efektifitas, pada penanganan BPH yang telah ada dan yang baru ? Apa predictor dari efek bermanfaat paada penatalaksanaan ? (2) Apakah ada efek merugikan dikaitkan dengan setiap penatalaksanaan yang dimasukkan, dan bagaimana efek merugikan ini dibandingkan dengan pengobatan ? (3) apakah ada subpopulasi dimana tingkat efikasi, efektivitas dan efek merugikan bervariasi dibandingkan dengan populasi umum ?
“Metodologi ini mengikuti proses yang sama yang digunakan dalam pengembangan Pedoman tahun 2003, tidak memasukkan evaluasi dari kekuatan tubuh sebagai bukti yang akan diteliti pada pedoman yang akan datang yang diproduksi oleh AUA.”
Dalam rilis berita, ketua dari panel pedoman Kevin T. McVary,MD mencatat, “ peningkatan angka harapan hidup pada populasi lanjut usia akan meningkatkan jumlah pria yang mengalami LUTS.
“ Hal ini akan meningkatkan permintaan untuk pemberian layanan pengobatan, dan mengharuskan kedokteran yang berbasis bukti.” Dan “ menyediakan pedoman yang banyak dibutuhkan dokter yang sementara mengobati LUTS.”
Sumber : http://prematuredoctor.blogspot.com
0 Komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan bijak, Semoga dapat memberi wawasan yang lebih bermanfaat!