Kamis, 30 Desember 2010

Askep Klien Dengan Tetanus

LANDASAN TEORI

A. Pengertian
Penyakit akut yang disebabkan oleh infeksi clostridium tetani yang berefek pada system saraf, dapat diawalai oleh luka yang terkontaminasi.
Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani ditandai dengan spasme otot yang periodik dan berat
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa disertai gangguan kesadaran.
Tetanus (lockjaw) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh racun yang dihasilkan oleh bakteri Clostridium tetani. Disebut juga lockjaw karena terjadi kejang pada otot rahang. Tetanus banyak ditemukan di negara-negara berkembang.
Tetanus disebut juga dengan "Seven day Disease ". Dan pada tahun 1890, diketemukan toksin seperti strichnine, kemudian dikenal dengan tetanospasmin, yang diisolasi dari tanah anaerob yang mengandung bakteri. lmunisasi dengan mengaktivasi derivat tersebut menghasilkan pencegahan dari tetanus. ( Nicalaier 1884, Behring dan Kitasato 1890 ).

   Tetanus dan Penyebabnya
  
B. Epidemiologi
Penyakit ini tersebar di seluruh dunia, terutama pada daerah resiko tinggi dengan cakupan imunisasi DPT yang rendah.
Reservoir utama kuman ini adalah tanah yang mengandung kotoran ternak sehingga resiko penyakit ini di daerah peternakan sangat tinggi. Spora kuman Clostridium tetani yang tahan kering dapat bertebaran di mana-mana.

Port of entry tak selalu dapat diketahui dengan pasti, namun dapat diduga melalui :
1. Luka tusuk, gigitan binatang, luka bakar
2. Luka operasi yang tidak dirawat dan dibersihkan dengan baik
3. OMP, caries gigi
4. Pemotongan tali pusat yang tidak steril.
5. Penjahitan luka robek yang tidak steril.


C. Etiologi
Tetanus disebabkan oleh bakteri gram positif Cloastridium tetani Bakteri ini berspora, dijumpai pada tinja binatang terutama kuda, juga bisa pada manusia dan juga pada tanah yang terkontaminasi dengan tinja binatang tersebut. Spora ini bisa tahan beberapa bulan bahkan beberapa tahun, jika ia menginfeksi luka seseorang atau bersamaan dengan benda daging atau bakteri lain, ia akan memasuki tubuh penderita tersebut, lalu mengeluarkan toksin yang bernama tetanospasmin.Pada negara belum berkembang, tetanus sering dijumpai pada neonatus, bakteri masuk melalui tali pusat sewaktu persalinan yang tidak baik, tetanus ini dikenal dengan nama tetanus neonatorum.

D. Patogenesis
Tetanospasmin adalah toksin yang menyebabkan spasme,bekerja pada beberapa level dari susunan syaraf pusat, dengan cara :
a.Tobin menghalangi neuromuscular transmission dengan cara menghambat pelepasan acethyl-choline dari terminal nerve di otot.
b.Kharekteristik spasme dari tetanus ( seperti strichmine ) terjadi karena toksin mengganggu fungsi dari refleks synaptik di spinal cord.
c.Kejang pada tetanus, mungkin disebabkan pengikatan dari toksin oleh cerebral ganglioside.
d.Beberapa penderita mengalami gangguan dari Autonomik Nervous System (ANS ) dengan gejala : berkeringat, hipertensi yang fluktuasi, periodisiti takikhardia, aritmia jantung, peninggian cathecholamine dalam urine
Kerja dari tetanospamin analog dengan strychninee, dimana ia mengintervensi fungsi dari arcus refleks yaitu dengan cara menekan neuron spinal dan menginhibisi terhadap batang otakTimbulnya kegagalan mekanisme inhibisi yang normal, yang menyebabkan meningkatnya aktifitas dari neuron Yang mensarafi otot masetter sehingga terjadi trismus. Oleh karena otot masetter adalah otot yang paling sensitif terhadap toksin tetanus tersebut. Stimuli terhadap afferen tidak hanya menimbulkan kontraksi yang kuat, tetapi juga dihilangkannya kontraksi agonis dan antagonis sehingga timbul spasme otot yang khas .
Ada dua hipotesis tentang cara bekerjanya toksin, yaitu:
1. Toksin diabsorbsi pada ujung syaraf motorik dari melalui sumbu silindrik dibawa kekornu anterior susunan syaraf pusat
2. Toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk kedalam sirkulasi darah arteri kemudian masuk kedalam susunan syaraf pusat.

E. Manifestasi Klinis
Secara umum tanda dan gejala yang akan muncul:
1.Spasme dan kaku otot rahang (trismus)
2. Pembengkakan, rasa sakit dan kaku dari berbagai otot:
    a. Otot leher
    b. Otot dada
    c. Merambat ke otot perut
    d. Otot lengan dan paha
    e. Otot punggung, seringnya epistotonus
3. Tetanik seizures (nyeri, kontraksi otot yang kuat)
4. Iritabilitas
5. Demam

Gejala penyerta lainnya:
1. Keringat berlebihan
2. Sakit menelan
3. Spasme tangan dan kaki
4. Produksi air liur
5. BAB dan BAK tidak terkontrol
6. Terganggunya pernapasan karena otot laring terserang

Berdasarkan tipe tetanus
1. Tetanus local
- Kekakuan sekelompok otot yang dekat dengan invasi kuman
-Nyeri terus menerus, unyreling → awal kelainan general
-anti toksin yang beredar tidak cukup menetralkan toksin yang menumpuk di sekitar tempat masuk
-Dapat berlangsung beberapa minggu atau bulan → hilang tanpa bekas
-Tetanus ringan, kematian 1%
2. Tetanus sefalik
- Port d’entre di kepala, leher, mata, telinga atau (jarang) pasca tonsilektomi
- Inkubasi 1-2 hari
- Kelumpuhan saraf II (optikus), IV (troklearis), VII (fasialis), IX (glosofaringeus), X (S. vagus), XI (hipoglosus), sendiri atau kombinasi
- Prognosis jelek
3. Tetanus generalisata
- Port d’entri: luka tusuk dalam, furunkulosis, cabut gigi, embedded splinter, ulkus dekubiti, tusukan jarum tidak steril, fraktura komplikata yang menjadi supuratif
- mengenai seluruh otot skelet
- Tanda: irritable, trismus (kekakuan otot wajah) → muka meringis, sulit menelan, kaku kuduk, otot punggung →epistotonus (punggung melengkung) dengan lengan fleksi dan abduksi, kaku otot abdomen, disfagia, fotofobia
- Kejang generalisata mudah timbul dengan pacu ringan seperti :sentuhan angina, suara, cahaya terang, hentakan tempat tidur, rabaan
- uji laboratorium tidak mempunyai peran diagnostik

F. Patofisiologi
Toksin tetanospamin menyebar dari saraf perifer secara ascending bermigrasi secara sentripetal atau secara retrogard mcncapai CNS. Penjalaran terjadi didalam axis silinder dari sarung parineural. Teori terbaru berpendapat bahwa toksin juga menyebar secara luas melalui darah (hematogen) dan jaringan/sistem lymphatic.

Waktu inkubasi (mulai masuknya spora sampai munculnya manifestasi klinik) umumnya 3-21 hari, dapat hanya 1 hari tapi juga dapat sampai berbulan-bulan, ada hubungan antara inkubasi dengan jarak tempat invasi kuman sampai SSP (susunan saraf pusat. 

G. Diagnosis
1. Riwayat dan temuan secara fisik
Kenaikan tonus otot skelet: trismus, kontraksi otot-otot kepala/wajah dan mulut, perut papan
2. Pemeriksaan laboratorium
Kultur luka (mungkin negative)
Test tetanus anti bodi
3. Lab : SGOT, CPK meninggi serta dijumpai myoglobinuria.
4. Tes lain untuk menyingkirkan penyakit lain seperti meningitis, rabies, epilepsy dll

H. Diagnosis banding
Untuk membedakan diagnosis banding dari tetanus, tidak akan sular sekali dijumpati dari pemeriksaan fisik, laboratorium test (dimana cairan serebrospinal normal dan pemeriksaan darah rutin normal atau sedikit meninggi, sedangkan SGOT, CPK dan SERUM aldolase sedikit meninggi karena kekakuan otot-otot tubuh), serta riwayat imunisasi, kekakuan otot-otot tubuh), risus sardinicus dan kesadaran yang tetap normal.

I. Komplikasi
Komplikasi pada tetanus yaang sering dijumpai: laringospasm, kekakuan otot-otot pematasan atau terjadinya akumulasi sekresi berupa pneumonia dan atelektase serta kompressi fraktur vertebra dan laserasi lidah akibat kejang. Selain itu bisa terjadi rhabdomyolisis dan renal failure.

- Mortalitas 44-55%
- Faktor yang berpengaruh jelek adalah: luasnya otot yang terlibat, panas tinggi, masa inkubasi yang pendek
- Kematian biasanya terjadi pada minggu pertama sakit
- Kelelahan, asfiksia, pneumonia aspirasi

J. Penatalaksanaan
1. Netralisasi toksin dengan tetanus antitoksin (TAT)
a. hiperimun globulin (paling baik)
Dosis: 3.000-6.000 unit IM
Waktu paruh: 24 hari, jadi dosis ulang tidak diperlukan
Tidak berefek pada toksin yang terikat di jaringan saraf; tidak dapat menembus barier darah-otak
b. Antitoksin kuda
Dosis: 100.000 unit, dibagi dalam 50.000 unit IM dan 50.000 unit IV, pelan setelah dilakukan skin test


2. Perawatan luka
a. Bersihkan, kalau perlu didebridemen, buang benda asing, biarkan terbuka (jaringan nekrosis atau pus membuat kondisis baik C. Tetani untuk berkembang biak)
b. Penicillin G 100.000 U/kg BB/6 jam (atau 2.000.000 U/kg BB/24 jam IV) selama 10 hari
c. Alternatif
Tetrasiklin 25-50 mg/kg BB/hari (max 2 gr) terbagi dalam 3 atau 4 dosis

3. Berantas kejang
a. Hindari rangsang, kamar terang/silau, suasana tenang
b. Preparat anti kejang
Barbiturat dan Phenotiazim
- Sekobarbital/Pentobarbital 6-10 mg/kg BB IM jika perlu tiap 2 jam untuk optimum level, yaitu pasien tenag setengah tidur tetapi berespon segera bila dirangsang
- Chlorpromazim efektif terhadap kejang pada tetanus
- Diazepam 0,1-0,2 mg/kg BB/3-6 jam IV kalau perlu 10-15 mg/kg BB/24 jam: mungkin 2-6 minggu

4. Terapi suportif
a. Hindari rangsang suara, cahaya, manipulasi yang merangsang
b. Perawatan umum, oksigen
c. Bebas jalan napas dari lender, bila perlu trakeostomi
d. Diet TKTP yang tidak merangsang, bila perlu nutrisi parenteral, hindari dehidrasi
e. Kebersihan mulut, kulit, hindari obstipasi, retensi urin 

K. Pencegahan
1. Imunisasi tetanus
    Dipertimbangkan proteksi terhadap tetanus selama 10 tahun setelah suntukan
    a. DPT vaksin pada bayi dan anak-anak
    b. Td vaksin digunakan pada booster untuk remaja dan dewasa
    Ada juga yang menganjurkan dilakukan imunisasi setiap interval 5 tahun
2. Membersihkan semua jenis luka setelah injuru terjadi, sekecil apapun
3. Melahirkan di tempat yang terjaga kebersihannya 

Seorang penderita yang terkena tetanus tidak imun terhadap serangan ulangan artinya dia mempunyai kesempatan yang sama untuk mendapat tetanus bila terjadi luka sama seperti orang lainnya yang tidak pernah di imunisasi. Tidak terbentuknya kekebalan pada penderita setelah ianya sembuh dikarenakan toksin yang masuk kedalam tubuh tidak sanggup untuk merangsang pembentukkan antitoksin ( kaena tetanospamin sangat poten dan toksisitasnya bisa sangat cepat, walaupun dalam konsentrasi yang minimal, yang mana hal ini tidak dalam konsentrasi yang adekuat untuk merangsang pembentukan kekebalan).
Ada beberapa kejadian dimana dijumpai natural imunitas. Hal ini diketahui sejak C. tetani dapat diisolasi dari tinja manusia. Mungkin organisme yang berada didalam lumen usus melepaskan imunogenic quantity dari toksin. Ini diketahui dari toksin dijumpai anti toksin pada serum seseorang dalam riwayatnya belum pernah di imunisasi, dan dijumpai/adanya peninggian titer antibodi dalam serum yang karakteristik merupakan reaksi secondary imune response pada beberapa orang
yang diberikan imunisasi dengan tetanus toksoid untuk pertama kali. Dengan dijumpai natural imunitas ini, hal ini mungkin dapat menjelaskan mengapa insiden tetanus tidak tinggi, seperti yang semestinya terjadi pada beberapa negara dimana pemberian imunisasi tidak lengkap/ tidak terlaksana dengan baik. Sampai pada saat ini pemberian imunisasi dengan tetanus toksoid merupakan satu-satunya cara dalam pencegahan terjadinya tetanus. Pencegahan dengan pemberian imunisasi telah dapat dimulai sejak anak berusia 2 bulan, dengan cara pemberian imunisasi aktif( DPT atau DT ).

 

LANDASAN ASUHAN KEPERAWATAN
a.     Pengkajian
1.   Identitas pasien : nama, umur, tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, tanggal masuk, tanggal pengkajian, diagnose medis, rencana terapi.
2.   Identitas orang tua :
·         Ayah : nama, usia, pendidikan, pekerjaan, agama, alamat.
·         Ibu    : nama, usia, pendidikan, pekerjaan, agama, alamat.

3.   Identitas saudara kandung.
4.   Keluhan utama/alasan masuk RS.
5.   Riwayat kesehatan.
·         Riwayat kesehatan sekarang.
·         Riwayat kesehatan masa lalu.
Ante natal care.
Ø  Natal
Ø  Post natal care
·         Riwayat kesehatan keluarga.
6.    Riwayat imunisasi.
7.    Riwayat tumbuh kembang.
·         Pertumbuhan fisik.
·         Perkembangan tiap tahap.
8.    Riwayat nutrisi.
·         Pemberian ASI.
·         Susu formula.
·         Pemberian makanan tambahan.
·         Pola perubahan nutrisi tiap tahap usia sampai nutrisi saat ini.
9.    Riwayat Psikososial.
10.  Riwayat Spritual.
11.   Reaksi Hospitalisasi.
·         Pemahaman keluarga tentang sakit yang rawat inap.
12.  Aktivitas sehari-hari.
·         Nutrisi
·         Cairan
·         Eliminasi BAB/BAB
·         Istirahat/tidur
·         Olahraga
·         Personal Hygiene
·         Aktivitas/mobilitas fisik
·         Rekreasi/refresing

13.  Pemeriksaan fisik.
·         Keadaan umum klien
·         Tanda-tanda vital
·         Antropometri
·         System pernapasan
·         System cardio vaskuler
·         System pencernaan
·         System indra
·         System muskulo skeletal
·         System integument
·         System endokrin
·         System perkemihan
·         System reproduksi
·         System imun
·         System saraf : funsi celebral, fungsi cranial, fungsi motorik, fungsi sensorik, fungsi cerebellum, reflex, iritasi meningen.

14.  Pemeriksaan tingkat perkembangan.
·         0-6 tahun dengan menggunakan DDST (motoorik kasar, motorik halus, bahasa, personal social).
·         6 tahun keatas (perkembangan kognitif, psikoseksual, psikososial).
15.  Tes diagnostic.
16.  Terapi.

b.     Diagnosa  Keperawatan
1  Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan meningkatnya sekretsi atau produksi mucus.
2   Devisit volume cairan berhubungan dengan intake cairan tidak adekuat.
3   Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketegangan dan spasme otot mastikatoris, kesukaran menelan dan membuka mulut.
4   Resiko aspirasi berhubungan dengan meningkatnya sekresi, kesukaran menelan dan spasme otot faring.
5   Resiko injuri berhubungan dengan aktivitas kejang.
6   Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan aktivitas tatanuslysin.
7  Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan aktivitas kejang.
8 Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit berhubungan dengan perubahan status kesehatan, penata laksanaan gangguan kejang.
9   Cemas berhubungan dengan kemungkinan injuri selama kejang.

c.      Intervensi  Keperawatan

1.   Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan meningkatnya sekretsi atau produksi mucus.

Tujuan : Anak memperlihatkan kepatenan jalan nafas dengan criteria jalan nafas bersih, tidak ada sekresi.
Intervensi
a)    Kaji status pernapasan, frekuensi, irama setiap 2 - 4 jam.
b)    Lakukan pengisapan lendir dengan hati-hati dan pasti bila ada penumpukan sekret.
c)     Gunakan sudip lidah saat kejang.
d)    Miringkan ke samping untuk drainage.
e)    Observasi oksigen sesuai program.
f)     Pemberian sedativa diazepam drip 10 amp (hari pertama dan setiap hari dikurangi 1 amp).
g)    Pertahankan kepatenan jalan nafas dan bersihkan mulut.

2.   Defisit volume cairan berhubungan dengan intake cairan tidak adekuat.

Tujuan  : anak tidak memperlihatkan kekurangan volume cairan dengan criteria : membran mukosa lembab, turgor kulit baik
Intervensi
a)    Kaji intake dan out put setiap 24 jam.
b)    Kaji tanda-tanda dehidrasi, membrane mukosa dan turgor kulit setiap 24 jam.
c)     Berikan dan pertahankan intake oral dan parental sesuai indikasi (infuse 12 tts/m, NGT40cc/jam) dan sesuaikan dengan perkembangan kondisi pasien.
d)    Monitor berat jenis urine dan pengeluarannya.
e)    Pertahankan kepatenan NGT.

3.  Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketegangan dan spasme otot mastikatoris, kesukaran menelan dan membuka mulut.

Tujuan : status nutrisi anak terpenuhi dengan kriteria :
·         Berat badan sesuai dengan usia.
·         Makanan 90% dapat dikonsumsi.
·         Jenis makanan yang dikonsumsi sesuai dengan kebutuhan gizi anak (protein, karbohidrat, lemak dan vitamin yang seimbang).
Intervensi
a)    Pasang dan pertahankan NGT untuk intake makanan.
b)    Kaji bising usus bila perlu, dan hati-hati karena sentuhan dapat merangsang kejang.
c)     Berikan nutrisi yang tinggi, kalori dan protein.
d)    Timbang berat badan sesuai protocol.

4.   Resiko aspirasi berhubungan dengan meningkatnya sekresi, kesukaran menelan, dan spasme otot faring.

Tujuan : tidak terjadi aspirasi dengan kriteria :
§  Jalan nafas bersih dan tidak ada sekret.
§  Pernapasan teratur. 
Intervensi
a)    Kaji status pernapasan setiap 2 - 4 jam.
b)    Lakukan pengisapan lendir dengan hati-hati.
c)     Gunakan sudip lidah saat kejang.
d)    Miringkan ke samping untuk drainage.
e)    Pemberian oksigen 0,5 Liter.
f)     Pemberian sedative sesuai program.
g)    Pertahankan kepatenan jalan nafas dan bersihkan mulut
d.     Impelementasi  Keperawatan

1.     Merawat dan membersihkan luka, bedridement luka (eksisi jaringan nekrotik).
2.    Membuang benda asing dalam luka serta kompres dengan H2O2.
3.    Penatalaksanaa luka dilakukan 1 - 2 jam setelah ATS dan pemberian antibiotik, sekitar luka disuntik ATS.
4.    Diet cukup kalori dan protein bentuk makanan tergantung kemampuan membuka mulut dan menelan.
5.    Isolasi untuk menghindari rangsangan dari luar seperti suara dan tindakan terhadap penderita.
6.    Oksigen, pernapasan buatan dan trachcostomi bila perlu.
7.    Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.
e.      Evaluasi  Keperawatan
   Evaluasi tetanus diklasifikasikan dari tingkat keganasannya :
  •      Ringan : bila tidak ada kejang umum (generalized spsm).
  •      Sedang : bila sesekali muncul kejang umum. 
  •     Berat : bila kejang umum yang berat sering terjadi.  





Daftar Pustaka
- Komite medik RSUP Dr. Sardjito, 2000. Standar Pelayanan Medis, Edisi 2, Cetakan I, Medika FK UGM, Yogyakarta
- Mc Closkey, Joanne C and Bulechek, Gloria M, 1996, Nursing Intervention Classification (NIC), Second edition, Mosby Year Book Inc, St. Louis
- Nanda, 2001, Nursing Diagnosis: Definitions & Classification 2001-2002, Ed-, United States of America 
- http://www.info-sehat.com/content.php?s_sid=924
- http://health.yahoo.com/ency/adam/00615.last reviewed: 1/7/2003 - http://Medindia.net/patients/patientinfo/poll/vote_comfirm.asp
- http://www.nfid.org/factsheets/tetanusadult.html








Posting by Zen
Amparita, 30 Desember 2010


0 Komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan bijak, Semoga dapat memberi wawasan yang lebih bermanfaat!