Tampilkan postingan dengan label Imunitas. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Imunitas. Tampilkan semua postingan

Senin, 14 Februari 2011

Askep Klien Dengan Malaria

A. Landasan Teori
 
1. Definisi
Malaria adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh parasit dari genus Plasmodium, yang ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles dengan gambaran penyakit berupa demam yang sering periodik, anemia, pembesaran limpa dan berbagai kumpulan gejala oleh karena pengaruhnya pada beberapa organ misalnya otak, hati dan ginjal. (http://medicafarma.blogspot.com)

Malaria adalah penyakit akut dan dapat menjadi kronik yang disebabkan oleh protozoa (genus plasmodium) yang hidup intra sel (Iskandar Zulkarnain, 1999).

Malaria adalah penyakit infeksi yang dapat bersifat akut maupun kronik, disebabkan oleh protozoa genus plasmodium ditandai dengan demam, anemia dan splenomegali.
 
 Plasmodium
 
2. Etiologi
Plasmodium adalah parasit yang termasuk vilum Protozoa, kelas sporozoa. Terdapat empat spesies Plasmodium pada manusia yaitu : Plasmodium vivax menimbulkan malaria vivax (malaria tertiana ringan). Plasmodium falcifarum menimbulkan malaria falsifarum (malaria tertiana berat), malaria pernisiosa dan Blackwater faver. Plasmodium malariae menimbulkan malaria kuartana, dan Plasmodium ovale menimbulkan malaria ovale. (Nelson, 1999)

Keempat spesies plasmodium tersebut dapat dibedakan morfologinya dengan membandingkan bentuk skizon, bentuk trofozoit, bentuk gametosit yang terdapat di dalam darah perifer maupun bentuk pre-eritrositik dari skizon yang terdapat di dalam sel parenkim hati.
 
 

3. Manifestasi Klinik
1. Plasmodium vivax ( malaria tertiana )
a. Meriang
b. Panas dingin menggigil/ demam ( 8 sampai 12 jam, dapat terjadi dua hari sekali setelah gejala pertama terjadi dapat terjadi selama 2 minggu setelah infeksi)
c. Keringat dingin
d. Kejang-kejang
e. Perasaan lemas, tidak nafsu makan, sakit pada tulang dan sendi.

2. Plasmodium falcifarum ( malaria tropika )
a. Meriang
b. Panas dingin menggigil/ demam ( lebih dari 12 jam, dapat terjadi dua hari sekali setelah gejala pertama terjadi dapat terjadi selama 2 miggu setelah infeksi)
c. Keringat dingin
d. Kejang-kejang
e. Perasaan lemas, tidak nafsu makan, sakit pada tulang dan sendi.

3. Plasmodium malariae ( malaria kuartana )
a. Meriang
b. Panas dingin menggigil/ demam ( gejala pertama tidak terjadi antara 18 sampai 40 hari setelah infeksi terjadi. Gejala tersebut kemudian akan terulang kembali setiap 3 hari )
c. Keringat dingin
d. Kejang-kejang
e. Perasaan lemas, tidak nafsu makan, sakit pada tulang dan sendi

4. Plasmodium ovale ( jarang ditemukan )
Dimana manifestasi klinisnya mirip malaria tertiana :
a. Meriang
b. Panas dingin menggigil/ demam ( 8 sampai 12 jam, dapat terjadi dua hari sekali setelah gejala pertama terjadi dapat terjadi selama 2 minggu setelah infeksi)
c. Keringat dingin
d. Kejang-kejang
e. Perasaan lemas, tidak nafsu makan, sakit pada tulang dan sendi.

4. Patogenesis dan Patifisiologi
Terjadinya infeksi oleh parasit Plasmodium ke dalam tubuh manusia dapat terjadi melalui dua cara yaitu :
1. Secara alami melalui gigitan nyamuk anopheles betina yang mengandung parasit malaria
2. Induksi yaitu jika stadium aseksual dalam eritrosit masuk ke dalam darah manusia, misalnya melalui transfuse darah, suntikan, atau pada bayi yang baru lahir melalui plasenta ibu yang terinfeksi (congenital).

Patofisiologi malaria sangat kompleks dan mungkin berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut :
1. Penghancuran eritrosit yang terjadi oleh karena :
-Pecahnya eritrosit yang mengandung parasit
-Fagositosis eritrosit yang mengandung dan tidak mengandung parasit

Akibatnya terjadi anemia dan anoksia jaringan dan hemolisis intravaskuler
2. Pelepasan mediator Endotoksin-makrofag
Pada proses skizoni yang melepaskan endotoksin, makrofag melepaskan berbagai mediator endotoksin.
3. Pelepasan TNF ( Tumor necrosing factor atau factor nekrosis tumor )
Merupakan suatu monokin yang dilepas oleh adanya parasit malaria. TNF ini bertanggung jawab terhadap demam, hipoglikemia, ARDS.
4. Sekuetrasi eritrosit
Eritrosit yang terinfeksi dapat membentuk knob di permukaannya. Knob ini mengandung antigen malaria yang kemudian akan bereaksi dengan antibody. Eritrosit yang terinfeksi akan menempel pada endotel kapiler alat dalam dan membentuk gumpalan sehingga terjadi bendungan. (http://medicafarma.blogspot.com)

5. Data Penunjang
a. Laboratorium
Anemia pada malaria dapat terjadi akut maupun kronik, pada keadan akut terjadi penurunan yang cepat dari Hb. Penyebab anemia pada malaria adalah pengrusakan eritrosit oleh parasit, penekanan eritropoesis dan mungkin sangat penting adalah hemolisis oleh proses imunologis. Pada malaria akut juga terjadi penghambatan eritropoesis pada sumsum tulang, tetapi bila parasitemia menghilang, sumsum tulang menjadi hiperemik, pigmentasi aktif dengan hyperplasia dari normoblast. Pada darah tepi dapat dijumpai poikilositosis, anisositosis, polikromasia dan bintik-bintik basofilik yang menyerupai anemia pernisioasa. Juga dapat dijumpai trombositopenia yang dapat mengganggu proses koagulasi.
Pada malaria tropika yang berat maka plasma fibrinogen dapat menurun yang disebabkan peningkatan konsumsi fibrinogen karena terjadinya koagulasi intravskuler. Terjadi ikterus ringan dengan peningkatan bilirubin indirek yang lebih banyak dan tes fungsi hati yang abnormal seperti meningkatnya transaminase, tes flokulasi sefalin positif, kadar glukosa dan fosfatase alkali menurun. Plasma protein menurun terutama albumin, walupun globulin meningkat. Perubahan ini tidak hanya disebabkan oleh demam semata melainkan juga karena meningkatkan fungsi hati. Hipokolesterolemia juga dapat terjadi pada malaria. Glukosa penting untuk respirasi dari plasmodia dan peningkatan glukosa darah dijumpai pada malaria tropika dan tertiana, mungkin berhubungan dengan kelenjar suprarenalis. Kalium dalam plasma meningkat pada waktu demam, mungkin karena destruksi dari sel-sel darah merah. LED meningkat pada malaria namun kembali normal setelah diberi pengobatan.

b. Diagnosis
Diagnosis malaria sering memerlukan anamnesa yang tepat dari penderita tentang asal penderita apakah dari daerah endemic malaria, riwayat bepergian ke daerah malaria, riawayat pengobatan kuratip maupun preventip.
 
-Pemeriksaan tetes darah untuk malaria
Pemeriksaan mikroskopik darah tepi untuk menemukan adanya parasit malaria sangat penting untuk menegakkan diagnosa. Pemeriksaan satu kali dengan hasil negative tidak mengenyampingkan diagnosa malaria. Pemeriksaan darah tepi tiga kali dan hasil negative maka diagnosa malaria dapat dikesampingkan. 
Adapun pemeriksaan darah tepi dapat dilakukan melalui :

1. Tetesan preparat darah tebal. Merupakan cara terbaik untuk menemukan parasit malaria karena tetesan darah cukup banyak dibandingkan preparat darah tipis. Sediaan mudah dibuat khususnya untuk studi di lapangan. Ketebalan dalam membuat sediaan perlu untuk memudahkan identifikasi parasit. Pemeriksaan parasit dilakukan selama 5 menit (diperkirakan 100 lapang pandangan dengan pembesaran kuat). Preparat dinyatakan negative bila setelah diperiksa 200 lapang pandangan dengan pembesaran 700-1000 kali tidak ditemukan parasit. Hitung parasit dapat dilakukan pada tetes tebal dengan menghitung jumlah parasit per 200 leukosit. Bila leukosit 10.000/ul maka hitung parasitnya ialah jumlah parasit dikalikan 50 merupakan jumlah parasit per mikro-liter darah.

2. Tetesan preparat darah tipis.
Digunakan untuk identifikasi jenis plasmodium, bila dengan preparat darah tebal sulit ditentukan. Kepadatan parasit dinyatakan sebagai hitung parasit (parasite count), dapat dilakukan berdasar jumlah eritrosit yang mengandung parasit per 1000 sel darah merah. Bila jumlah parasit > 100.000/ul darah menandakan infeksi yang berat. Hitung parasit penting untuk menentukan prognosa penderita malaria. Pengecatan dilakukan dengan pewarnaan Giemsa, atau Leishman’s, atau Field’s dan juga Romanowsky.
Pengecatan Giemsa yang umum dipakai pada beberapa laboratorium dan merupakan pengecatan yang mudah dengan hasil yang cukup baik.

- Tes Antigen : p-f test
Yaitu mendeteksi antigen dari P.falciparum (Histidine Rich Protein II). Deteksi sangat cepat hanya 3-5 menit, tidak memerlukan latihan khusus, sensitivitasnya baik, tidak memerlukan alat khusus. Deteksi untuk antigen vivaks sudah beredar dipasaran yaitu dengan metode ICT. Tes sejenis dengan mendeteksi laktat dehidrogenase dari plasmodium (pLDH) dengan cara immunochromatographic telah dipasarkan dengan nama tes OPTIMAL. Optimal dapat mendeteksi dari 0-200 parasit/ul darah dan dapat membedakan apakah infeksi P.falciparum atau P.vivax. Sensitivitas sampai 95 % dan hasil positif salah lebih rendah dari tes deteksi HRP-2. Tes ini sekarang dikenal sebagai tes cepat (Rapid test).

- Tes Serologi
Tes serologi mulai diperkenalkan sejak tahun 1962 dengan memakai tekhnik indirect fluorescent antibody test. Tes ini berguna mendeteksi adanya antibody specific terhadap malaria atau pada keadaan dimana parasit sangat minimal. Tes ini kurang bermanfaat sebagai alat diagnostic sebab antibody baru terjadi setelah beberapa hari parasitemia. Manfaat tes serologi terutama untuk penelitian epidemiologi atau alat uji saring donor darah. Titer > 1:200 dianggap sebagai infeksi baru ; dan test > 1:20 dinyatakan positif . Metode-metode tes serologi antara lain indirect haemagglutination test, immunoprecipitation techniques, ELISA test, radio-immunoassay.

- Pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction) --->pemeriksaan infeksi
Pemeriksaan ini dianggap sangat peka dengan tekhnologi amplifikasi DNA, waktu dipakai cukup cepat dan sensitivitas maupun spesifitasnya tinggi. Keunggulan tes ini walaupun jumlah parasit sangat sedikit dapat memberikan hasil positif. Tes ini baru dipakai sebagai sarana penelitian dan belum untuk pemeriksaan rutin.
 
6. Komplikasi
Komplikasi malaria umumnya disebabkan karena P.falciparum dan sering disebut pernicious manifestasions. Sering terjadi mendadak tanpa gejala-gejala sebeumnya, dan sering terjadi pada penderita yang tidak imun seperti pada orang pendatang dan kehamilan. Komplikasi terjadi 5-10 % pada seluruh penderita yang dirawat di RS dan 20 % diantaranya merupakan kasus yang fatal.

Penderita malaria dengan kompikasi umumnya digolongkan sebagai malaria berat yang menurut WHO didefinisikan sebagai infeksi P.falciparum dengan satu atau lebih komplikasi sebagai berikut :
1. Malaria serebral (coma) yang tidak disebabkan oleh penyakit lain atau lebih dari 30 menit setelah serangan kejang ; derajat penurunan kesadaran harus dilakukan penilaian berdasar GCS (Glasgow Coma Scale) ialah dibawah 7 atau equal dengan keadaan klinis soporous.
2. Acidemia/acidosis ; PH darah <>respiratory distress.
3. Anemia berat (Hb <> 10.000/ul; bila anemianya hipokromik atau miktositik harus dikesampingkan adanya anemia defisiensi besi, talasemia/hemoglobinopati lainnya.
4. Gagal ginjal akut (urine kurang dari 400 ml/24 jam pada orang dewasa atau 12 ml/kg BB pada anak-anak) setelah dilakukan rehidrasi, disertai kreatinin > 3 mg/dl.
5. Edema paru non-kardiogenik/ARDS (adult respiratory distress syndrome).
6. Hipoglikemi : gula darah <>
7. Gagal sirkulasi atau syok : tekanan sistolik <> 10C:8).
8. Perdarahan spontan dari hidung atau gusi, saluran cerna dan disertai kelainan laboratorik adanya gangguan koagulasi intravaskuler
9. Kejang berulang lebih dari 2 kali/24 jam
10. Makroskopik hemoglobinuri oleh karena infeksi malaria akut (bukan karena obat anti malaria/kelainan eritrosit (kekurangan G-6-PD)
11. Diagnosa post-mortem dengan ditemukannya parasit yang padat pada pembuluh kapiler pada jaringan otak.
 
7. OPenetalaksaan Medis
Pengobatan malaria dapat dilakukan dengan memberikan obat antimalari. Obat antimalaria dapat dibagi dalam 9 golongan yaitu :
1.kuinin (kina)
2.mepakrin
3.klorokuin, amodiakuin
4.proguanil, klorproguanil
5.Primakuin
6.pirimetamin
7.sulfon dan sulfonamide
8.kuinolin methanol
9.antibiotic

Berdasarkan suseptibilitas berbagai macam stadium parasit malaria terhadap obat antimalaria, maka obat antimalaria dapat juga dibagi dalam 5 golongan yaitu :
1 Skizontisida jaringan primer yang dapat membunuh parasit stadium praeritrositik dalam hati sehingga mencegah parasit masuk dalam eritrosit, jadi digunakan sebagai obat profilaksis kausal. Obatnya adalah proguanil, pirimetamin.
2 Skizontisida jaringan sekunder dapat membunuh parasit siklus eksoeritrositik P. vivax dan P. ovale dan digunakan untuk pengobatan radikal sebagai obat anti relaps, obatnya adala primakuin.
3 Skizontisida darah yang membunuh parasit stadium eritrositik, yang berhubungan dengan penyakit akut disertai gejala klinik. Obat ini digunakan untuk pengobatan supresif bagi keempat spesies Plasmodium dan juga dapat membunuh stadium gametosit P. vivax, P. malariae dan P. ovale, tetapi tidak efektif untuk gametosit P. falcifarum. Obatnya adalah kuinin, klorokuin atau amodiakuin; atau proguanil dan pirimetamin yang mempunyai efek terbatas.
4 Gametositosida yang menghancurkan semua bentuk seksual termasuk gametosit P. falcifarum. Obatnya adalah primakuin sebagai gametositosida untuk keempat spesies dan kuinin, klorokuin atau amodiakuin sebagai gametositosida untuk P. vivax, P. malariae dan P. ovale.
5 Sporontosida yang dapat mencegah atau menghambat gametosit dalam darah untuk membentuk ookista dan sporozoit dalam nyamuk Anopheles. Obat – obat yang termasuk golongan ini adalah primakuin dan proguanil.

8. Penetalaksanaan Keperawatan
1. Bila anak panas dilakukan kompres dingin akan terjadi pemindahan panas secara konduksi untuk menurunkan suhu tubuh anak.
2. Bila anak tidur diberikan tirai atau tabir pada jendelanya untuk menghindari nyamuk masuk dan menggigit anak. 
 
 
 
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
1. Aktivitas/ istirahat
  • Gejala : Keletihan, kelemahan, malaise umum
  • Tanda : Takikardi, Kelemahan otot dan penurunan kekuatan.
2. Sirkulasi
  • Tanda : Tekanan darah normal atau sedikit menurun. Denyut perifer kuat dan cepat (fase demam) Kulit hangat, diuresis (diaphoresis ) karena vasodilatasi. Pucat dan lembab (vaso kontriksi), hipovolemia,penurunan aliran darah.
3. Eliminasi
  • Gejela : Diare atau konstipasi; penurunan haluaran urine
  • Tanda : Distensi abdomen
4. Makanan dan cairan
  • Gejala : Anoreksia mual dan muntah
  • Tanda : Penurunan berat badan, penurunan lemak subkutan, dan Penurunan masa otot. Penurunan haluaran urine, kosentrasi urine.
5. Neuro sensori
  • Gejala : Sakit kepala, pusing dan pingsan.
  • Tanda : Gelisah, ketakutan, kacau mental, disorientas deliriu atau koma.
6. Pernapasan.
  • Tanda : Tackipnea dengan penurunan kedalaman pernapasan .
  • Gejala : Napas pendek pada istirahat dan aktivitas
7. Penyuluhan/ pembelajaran
  • Gejala : Masalah kesehatan kronis, misalnya hati, ginjal, keracunan alkohol, riwayat splenektomi, baru saja menjalani operasi/ prosedur invasif, luka traumatik.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada pasien dengan malaria berdasarkan dari tanda dan gejala yang timbul dapat diuraikan seperti dibawah ini (Doengoes, Moorhouse dan Geissler, 1999):
  1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan makanan yang tidak sdekuat ; anorexia; mual/muntah
  2. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan penurunan sistem kekebalan tubuh; prosedur tindakan invasif
  3. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme, dehidrasi, efek langsung sirkulasi kuman pada hipotalamus.
  4. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang di perlukan untuk pengiriman oksigen dan nutrient dalam tubuh.
  5. Kurang pengetahuan, mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya pemajanan/ mengingat kesalahan interprestasi informasi, keterbatasan kognitif.
3. Intervensi Keperawatan

Rencana keperawatan malaria berdasarkan masing-masing diagnosa diatas adalah :

1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan makanan yang tidak sdekuat; anorexia; mual/muntah .

Tindakan/ Intervensi :
  • Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai. Observasi dan catat masukan makanan klien. Rasional : mengawasi masukan kalori atau kualitas kekeurangan konsumsi makanan.
  • Berikan makan sedikit dan makanan tambahan kecil yang tepat. Rasional : Dilatasi gaster dapat terjadi bila pemberian makan terlalu cepat setelah periode anoreksia
  • Pertahankan jadwal penimbangan berat badan secara teratur. Rasional : Mengawasi penurunan berat badan atau efektifitas nitervensi nutrisi
  • Diskusikan yang disukai klien dan masukan dalam diet murni. Rasional : Dapat meningkatkan masukan, meningkatkan rasa berpartisipasi/ kontrol
  • Observasi dan catat kejadian mual/ muntah, dan gejala lain yang berhubungan. Rasional : Gejala GI dapat menunjukan efek anemia (hipoksia) pada organ
  • Kolaborasi untuk melakukan rujukan ke ahli gizi. Rasional : Perlu bantuan dalam perencanaan diet yang memenuhi kebutuhan nutrisi.
2. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan penurunan sistem tubuh (pertahanan utama tidak adekuat), prosedur invasif.

Tindakan/ Intervensi :
  • Pantau terhadap kecenderungan peningkatan suhu tubuh. Rasional : Demam disebabkan oleh efek endoktoksin pada hipotalamus dan hipotermia adalah tanda tanda penting yang merefleksikan perkembangan status syok/ penurunan perfusi jaringan.
  • Amati adanya menggigil dan diaforosis. Rasional : Menggigil sering kali mendahului memuncaknya suhu pada infeksi umum.
  • Memantau tanda - tanda penyimpangan kondisi/ kegagalan untuk memperbaiki selama masa terapi. Rasional : Dapat menunjukkan ketidak tepatan terapi antibiotik atau pertumbuhan dari organisme.
  • Berikan obat anti infeksi sesuai petunjuk. Rasional : Dapat membasmi/ memberikan imunitas sementara untuk infeksi umum
  • Dapatkan spisemen darah. Rasional : Identifikasi terhadap penyebab jenis infeksi malaria
3. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme dehirasi efek langsung sirkulasi kuman pada hipotalamus.

Tindakan/ intervensi :
  • Pantau suhu pasien (derajat dan pola), perhatikan menggigil. Rasional : Hipertermi menunjukan proses penyakit infeksius akut. Pola demam menunjukkan diagnosis.
  • Pantau suhu lingkungan. Rasional : Suhu ruangan/ jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal.
  • Berikan kompres mandi hangat, hindari penggunaan alkohol. Rasional : Dapat membantu mengurangi demam, penggunaan es/alkohol mungkin menyebabkan kedinginan. Selain itu alkohol dapat mengeringkan kulit.
  • Berikan antipiretik. Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus.
  • Berikan selimut pendingin. Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam dengan hipertermi.
4. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang di perlukan untuk pengiriman oksigen dan nutrient dalam tubuh

Tindakan/ intervensi :
  • Pertahankan tirah baring bantu dengan aktivitas perawatan. Rasional : Menurunkan beban kerja miokard dan konsumsi oksigen, memaksimalkan efektifitas dari perfusi jaringan.
  • Pantau terhadap kecenderungan tekanan darah, mencatat perkembangan hipotensi dan perubahan pada tekanan nadi. Rasional : Hipotensi akan berkembang bersamaan dengan kuman yang menyerang darah.
  • Perhatikan kualitas, kekuatan dari denyut perifer. Rasional : Pada awal nadi cepat kuat karena peningkatan curah jantung, nadi dapat lemah atau lambat karena hipotensi yang terus menerus, penurunan curah jantung dan vaso kontriksi perifer.
  • Kaji frukuensi pernafasan kedalaman dan kualitas. Perhatikan dispnea berat. Rasional : Peningkatan pernafasan terjadi sebagai respon terhadap efek-efek langsung dari kuman pada pusat pernafasan. Pernafasan menjadi dangkal bila terjadi insufisiensi pernafasan, menimbulkan resiko kegagalan pernafasan akut.
  • Berikan cairan parenteral. Rasional : Untuk mempertahankan perfusi jaringan, sejumlah besar cairan mungkin dibutuhkan untuk mendukung volume sirkulasi.
5. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya pemajanan/ mengingat kesalahasn interprestasi informasi, keterbatasan kognitif.

Tindakan/ intervensi:
  • Tinjau proses penyakit dan harapan masa depan. Rasional : Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pilihan.
  • Berikan informasi mengenai terapi obat - obatan, interaksi obat, efek samping dan ketaatan terhadap program. Rasional : Meningkatkan pemahaman dan meningkatkan kerja sama dalam penyembuhan dan mengurangi kambuhnya komplikasi.
  • Diskusikan kebutuhan untuk pemasukan nutrisional yang tepat dan seimbang. Rasional : Perlu untuk penyembuhan optimal dan kesejahteraan umum.
  • Dorong periode istirahat dan aktivitas yang terjadwal. Rasional : Mencegah pemenatan, penghematan energi dan meningkatkan penyembuhan.
  • Tinjau perlunya kesehatan pribadi dan kebersihan lingkungan. Rasional : Membantu mengontrol pemajanan lingkungan dengan mengurangi jumlah penyebab penyakit yang ada.
  • Identifikasi tanda dan gejala yang membutuhkan evaluasi medis. Rasional : Pengenalan dini dari perkembangan / kambuhnya infeksi. 
  • Tekankan pentingnya terapi antibiotik sesuai kebutuhan. Rasional : Pengguaan terhadap pencegahan terhadap infeksi.


Sumber Referensi :
- http://dezlicious.blogspot.com
- http://medicafarma.blogspot.com
- http://ahmadyozi.blogspot.com


Jumat, 04 Februari 2011

Askep Klien Dengan Scleroderma

1. Definisi Scleroderma

Scleroderma

Scleroderma adalah suatu penyakit autoimun dari jaringan penghubung. Penyakit autoimun adalah penyakit-penyakit yang terjadi ketika jaringan-jaringan tubuh diserang oleh sistim imunnya sendiri. Scleroderma dikarakteristikan oleh pembentukan dari jaringan parut (fibrosis) pada kulit dan organ-organ tubuh. Ini menjurus pada ketebalan dan keteguhan dari area-area yang terlibat. Scleroderma, ketika ia tersebar atau menyebar luas keseluruh tubuh, juga dirujuk sebagai systemic sclerosis.

2. Etiologi  Scleroderma

Penyebab dari scleroderma tidak diketahui. Peneliti-peneliti telah menemukan beberapa bukti bahwa gen-gen adalah faktor-faktor yang penting, namun lingkungan tampaknya juga memainkan suatu peran. Akibatnya adalah pengaktifan sistim imun, menyebabkan luka pada jaringan-jaringan yang berakibat pada luka yang serupa dengan pembentukan jaringan parut. Fakta bahwa gen-gen tampaknya menyebabkan suatu kecenderungan untuk mengembangkan scleroderma berarti bahwa warisan paling sedikit memainkan suatu bagian peran. Adalah tidak luar biasa untuk menemukan penyakit-penyakit autoimun lain pada keluarga-keluarga dari pasien-pasien scleroderma. Beberapa bukti untuk peran yang mungkin dimainkan gen-gen dalam menjurus pada pengembangan dari scleroderma datang dari studi dari Choctaw Native Americans yang adalah kelompok dengan kejadian dari penyakit yang dilaporkan paling tinggi. Penyakit adalah lebih sering pada wanita-wanita daripada pada pria-pria.

3. Klasifikasi Scleroderma

Scleroderma dapat diklasifikasikan dalam istilah-istilah dari derajat dan lokasi kulit yang terlibat. Karena itu, scleroderma telah dikatagorikan kedalam dua kelompok-kelompok utama, diffuse (tersebar) dan limited (terbatas).
Bentuk diffuse dari scleroderma (systemic sclerosis) melibatkan penebalan simetris dari kulit dari kaki-kai dan tangan-tangan, muka, dan batang tubuh (dada, punggung, perut, atau panggul-panggul) tang dapat secara cepat maju/berkembang ke pengerasan setelah suatu fase peradangan dini. Penyakit organ dapat terjadi sejak dini dan adalah serius. Organ-organ yang terpengaruh termasuk kerongkongan (esophagus), usus-usus, paru-paru dengan luka parut (fibrosis), jantung, dan ginjal-ginjal. Tekanan darah tinggi dapat menjadi suatu efek sampingan yang menyusahkan. 

Bentuk limited dari scleroderma cenderung dibatasi pada kulit dari jari-jari tangan dan muka. Perubahan-perubahan kulit dan ciri-ciri lain dari penyakit cenderung terjadi lebih perlahan daripada pada bentuk diffuse. Karena suatu pola klinik yang karakteristik dapat terjadi pada pasien-pasien dengan bentuk limited dari scleroderma, bentuk ini telah mengambil nama lain yang tersusun dari huruf-huruf awal pertama dari komponen-komponen yang umum. Jadi, bentuk ini juga disebut CREST variant of scleroderma. Nama ini menunjukan ciri-ciri berikut: 

C...Calcinosis merujuk pada pembentukan dari endapan-endapan yang kecil dari kalsium di kulit. Ini terlihat sebagai area-area keputihan yang keras pada kulit yang dangkal, umumnya yang menutupi siku-siku tangan, lutut-lutut, atau jari-jari tangan. Endapan-endapan yang kokoh ini dapat menjadi perih, dapat menkadi terinfeksi, dan dapat copot secara spontan atau memerlukan pengangkatan secara operasi. Ini adalah yang paling sedikit umum dari ciri-ciri CREST scleroderma variant. 

R...Raynaud's phenomenon merujuk pada kejang dari pembuluh-pembuluh arteri yang kecil yang mensupali darah ke jari-jari tangan, jari-jari kaki, hidung, lidah, atau telinga-telinga. Area-area ini menjadi biru, putih, kemudian merah setelah paparan pada ekstrim-ekstrim dari dingin, atau bahkan adakalanya dengan ekstrim-ekstrim dari panas atau gangguan emosional. 

E...Esophagus disease pada scleroderma dikarakteristikan oleh berfungsinya otot dari bagian duapertiga yang lebih rendah dari kerongkongan yang buruk. Ini dapat menjurus pada suau kerongkongan yang lebarnya secara abnormal yang mengizinkan asam lambung untuk mengalir balik kedalam kerongkongan untuk menyebabkan heartburn (rasa terbakar dihulu hati), peradangan, dan luka parut yang berpotensi. Ini dapat akhirnya menjurus pada kesulitan dalam melewatkan makanan dari mulut melalui kerongkongan kedalam lambung. Gejala-gejala dari heartburn dirawat secara agresif pada pasien-pasien dengan scleroderma dalam rangka untuk mencegah luka pada kerongkongan. 

S...Sclerodactyly merujuk pada penebalan dan pengetatan ditempat dari kulit jari-jari tangan atau jari-jari kaki. Ini dapat memberikan mereka suatu penampakan yang "berkilauan" dan sedikit bengkak. Pengetatan dapat menyebabkan pembatasan gerakan yang parah dari jari-jari tangan dan jari-jari kaki. Perubahan-perubahan kulit ini umumnya berlanjut lebih perlahan dari yang dari pasien-pasien dengan bentuk diffuse dari scleroderma. 

T...Telangiectasias adalah area-area merah yang kecil, seringkali pada muka, tangan-tangan dan dimulut dibelakang bibir-bibir. Area-area ini memucat ketika mereka ditekan diatasnya dan mewakili kapiler-kapiler yang melebar. 


Pasien-pasien dapat mempunyai variasi-variasi dari CREST, contohnya, CRST, REST, ST, dan seterusnya. Pasien-pasien dapat juga mempunyai penyakit "tumpang tindih" dengan ciri-ciri dari keduanya CREST dan bentuk diffuse dari scleroderma. Beberapa pasien-pasien mempunyai tumpang-tumpang tindih dari scleroderma dan penyakit-penyakit jaringan penghubung lain, seperti , systemic lupus erythematosus, dan polymyositis. Ketika ciri-ciri dari scleroderma hadir bersama-sama dengan ciri-ciri dari polymyositis dan systemic lupus erythematosus, kondisi dirujuk sebagai penyakit jaringan penghubung yang dicampurkan atau mixed connective tissue disease (MCTD). 

Akhirnya, perubahan-perubahan kulit scleroderma dapat sangat dilokalisir. Morphea adalah kulit scleroderma yang dilokalisir pada suatu bidang area dari kulit yang menjadi mengeras dan sedikit berpigmen. Adakalanya morphea dapat menyebabkan berbagai luka-luka pada kulit. Morphea tidak dihubungkan dengan penyakit ditempat lain di tubuh. Linear scleroderma adalah scleroderma yang biasanya berlokasi pada suatu kaki, seringkali mempresentasikan sebagai suatu bidang dari kulit yang mengeras menuruni kaki dari seorang anak. Linear scleroderma pada anak-anak dapat memperlambat pertumbuhan tulang dari anggota badan yang dipengaruhi. Adakalanya linear scleroderma dihubungkan dengan suatu area "satellite" dari suatu bidang kecil dari kulit scleroderma yang dilokalisir, seperti pada perut. 

4. Manifestasi Klinis Scleroderma

Gejala-gejala dari scleroderma tergantung pada tipe dari scleroderma yang hadir dan luas dari keterlibatan eksternal dan internal pada individu yang terpengaruh. Karena scleroderma dapat mempengaruhi kulit, kerongkongan, pembuluh-pembuluh darah, ginjal-ginjal, paru-paru, tekanan darah dan usus-usus, gejala-gejala yang disebabkannya dapat melibatkan banyak area-area tubuh. 

Scleroderma mempengaruhi kulit untuk menyebabkan tanda-tanda peradangan yang ditempat (lokal) atau yang menyebar luas (kemerahan, pembengkakan, keperihan, gatal, dan nyeri) yang dapat menjurus pada pengetatan atau pengerasan kulit. Perubahan-perubahan kulit ini dapat tersebar luas, namun adalah paling umum untuk mereka untuk mempengaruhi jari-jari tangan, kaki-kaki, muka, dan leher. Ini dapat menjurus pada batasan yang berkurang dari gerakan jari-jari tangan, jari-jari kaki, dan rahang. Area-area kecil dari pengapuran atau kalsifikasi (calcinosis), sementara tidak umum, dapat adakalanya dicatat sebagai nodul-nodul yang keras pada ujung-ujung dari siku-siku tangan atau di jari-jari tangan. 

Scleroderma yang mempengaruhi kerongkongan (esophagus) menjurus pada heartburn (rasa terbakar dihulu hati). Ini adalah secara langsung sebagai suatu akibat dari asam lambung mengalir balik naik kedalam kerongkongan. Adakalanya ini dapat menjurus pada luka parut dari kerongkongan dengan kesulitan menelan dan/atau nyeri yang dilokalisir di pusat dada. 

Pembuluh-pembuluh darah yang dapat dipengaruhi termasuk arteriol-arteriol yang kecil dari ujung-ujung jari tangan, jari-jari kaki, dan ditempat lain. Pembuluh-pembuluh ini dapat mempunyai suatu kecenderungan pada kekejangan ketika area-area dipaparkan pada dingin, menjurus pada kebiruan, kepucatan, dan kemerahan dari jari-jari tangan, jari-jari kaki, dan adakalanya hidung atau telinga-telinga yang terlibat. Perubahan-perubahan warna ini dirujuk sebagai Raynaud's phenomenon. Raynaud's phenomenon dapat menyebabkan suplai oksigen yang tidak cukup ke ujung-ujung jari-jari tangan atau jari-jari kaki yang terlibat, menyebabkan borok-borok kecil atau kulit yang menghitam (mati). Adakalanya Raynaud's phenomenon juga dihubungkan dengan perasaan geli (tingling). Pembuluh-pembuluh darah lain yang dapt dilibatkan pada scleroderma adalah kapiler-kapiler kecil dari muka, bibir-bibir, mulut, atau jari-jari tangan. Kapiler-kapiler ini melebar membentuk tempat-tempat kecil merah yang memucat, yang disebut telangiectasias. 

Tekanan darah yang meninggi adalah berpotensi serius dan dapat menjurus pada kerusakan ginjal. Gejala-gejala termasuk sakit kepala, kelelahan, dan pada kasus-kasus berat, stroke.
Peradangan paru-paru pada scleroderma dapat menyebabkan luka parut, berakibat pada sesak napas, terutama dengan pengerahan tenaga secara fisik. Tekanan yang meninggi pada arteri-arteri paru-paru (pulmonary hypertension) dapat juga menyebabkan sesak napas dan kesulitan memdapatkan suatu napas yang cukup dengan aktivitas. 

Scleroderma yang mempengaruhi usus besar (kolon) paling sering menyebabkan sembelit namun dapat juga menjurus pada kejang dan diare. Ketika ini adalah berat/parah, dapat berakibat pada rintangan pembuangan air besar sepenuhnya. 

5. Pemeriksaaan Penunjang

Diagnosis dari scleroderma syndrome didasarkan pada penemuan dari ciri-ciri klinik dari penyakit-penyakit. Hampir semua pasien-pasien dengan scleroderma mempunyai tes-tes darah yang menyarankan autoimmunity, antinuclear antibodies (ANAs). A particular antibody, the anticentromere antibody, is found almost exclusively in the limited, or CREST, form of scleroderma. Anti-Scl 70 antibody (antitopoisomerase I antibody) is most often seen in patients with the diffuse form of scleroderma. 

Tes-tes lain digunakan untuk mengevaluasi kehadiran atau luas dari segala penyakit internal (dalam). Ini mungkin termasuk tes-tes pencernaan bagian atas dan bawah untuk mengevalusai usus-usus, x-rays dada, pengujian fungsi paru, dan CAT scanning untuk memeriksa paru-paru, EKG dan echocardiograms, dan adakalanya katerisasi jantung untuk mengevaluasi tekanan pada arteri-arteri dari jantung dan paru-paru.

6. Perawatan Scleroderma

Perawatan dari scleroderma diarahkan menuju ciri-ciri individu yang mempengaruhi area-area tubuh yang berbeda.
Perawatan yang agresif dari peninggian-peninggian dalam tekanan darah telah menjadi sangat penting dalam mencegah gagal ginjal. Obat-obat tekanan darah, seperti captopril, seringkali digunakan.
Data terakhir mengindikasikan bahwa colchicine dapat berguna dalam mengurangi peradangan dan keperihan yang secara periodis menyertai nodul-nodul calcinosis pada kulit. Gatal kulit dapat dibebaskan dengan lotion-lotion (emollients) seperti Eucerin dan Lubriderm. 

Raynaud's phenomenon yang ringan mungkin memerlukan hanya penghangatan dan perlindungan tangan. Aspirin dosis rendah seringkali ditambahkan untuk mencegah bekuan-bekuan darah kecil pada jari-jari tangan, terutama pada pasien-pasien dengan suatu sejarah pemborokan-pemborokan ujung jari. Raynaud's phenomenon yang sedang dapat dibantu dengan obat-obat yang membuka arteri-arteri, seperti nifedipine (Procardia, Adalat) dan nicardipine (Cardene), atau dengan obat luar (topical) nitroglycerin yang dioleskan pada jari tangan/kaki yang paling terpengaruh (paling efektif pada sisi-sisi dari jari tangan/kaki dimana arteri-arteri berada). Penyangga jari yang diaplikasikan secara lembut dapat melindungi jaringan-jaringan yang perih. Suatu kelompok dari obat-obat yang digunakan secara khas untuk depresi, yang disebut serotonin reuptake inhibitors, seperti fluoxetine (Prozac), dapat adakalanya memperbaiki sirkulasi dari jari tangan/kaki yang terpengaruh. Raynaud's phenomenon yang berat/parah dapat memerlukan prosedur-prosedur operasi, seperti yang untuk menginterupsi syaraf-syraf dari jari tangan yang menstimulasi penyempitan dari pembuluh-pembuluh darah (digital sympathectomy). Pemborokan-pemborokan dari jari-jari tangan dapat memerlukan antibiotik-antibiotik topical (obat luar) atau oral (mulut). 

Iritasi kerongkongan dan heartburn dapat dibebaskan dengan omeprazole (Prilosec), esomeprazole (Nexium), atau lansoprazole (Prevacid). Antacids dapat juga bermanfaat. Meninggikan kepala ranjang dapat mengurangi aliran balik dari asam kedalam kerongkongan yang menyebabkan peradangan dan heartburn. Menghindari kafein dan merokok sigaret juga membantu. 

Sembelit, kejang, dan diare adakalanya disebabkan oleh bakteri-bakteri yang dapat dirawat dengan tetracycline atau erythromycin. Studi-studi baru-baru ini telah menunjukan bahwa erythromycin dapat juga digunakan. Pemasukan cairan dan serat yang ditingkatkan adalah tindakan-tindakan umum yang baik.
Kulit kering yang teriritasi dan gatal dapat dibantu dengan emollients seperti Lubriderm, Eucerin, atau Bagbalm. 

Telangiectasias, seperti yang pada muka, dapat dirawat dengan terapi laser lokal. Paparan matahari harus diminimalkan karena ia dapat memperburuk telangiectasias. 

Kira-kira 10% dari pasien-pasien dengan CREST variant mengembangkan tekanan-tekanan yang meninggi pada pembuluh-pembuluh darah ke paru-paru (pulmonary hypertension). Tekanan darah yang meningginya abnormal dari arteri-arteri yang mensuplai paru-paru seringkali dirawat dengan obat-obat antagonis kalsium, seperti nifedipine, dan obat-obat pengencer darah (anticoagulation). Pulmonary hypertension yang lebih parah dapat dibantu dengan infusi intravena prostacyclin (Iloprost) yang terus menerus. Suatu obat baru yang diminum, bosentan (Tracleer), sekarang tersedia untuk merawat pulmonary hypertension yang berat/parah.
Sebagai tambahan, obat-obat digunakan untuk menekan sistim imun yang aktifnya berlebihan yang tampaknya secara spontan menyebabkan penyakit pada organ-organ yang dipengaruhi. Obat-obat yang digunakan untuk maksud ini termasuk penicillamine, azathioprine, dan methotrexate. Penelitian baru-baru ini telah menemukan bahwa penicillamine dosis rendah [Depen, Cuprimine] [125mg setiap dua hari] adalah seefektif dosis-dosis tinggi dari penicillamine yang sebelumnya digunakan, dengan keracunan yang kurang. Peradangan yang serius dari paru-paru (alveolitis) dapat memerlukan penekanan imun dengan cyclophosphamide (Cytoxan) bersama dengan prednisone. Perawatan optimal dari penyakit paru scleroderma adalah suatu area dari penelitian yang aktif. Transplantasi sel induk (stem-cell transplantation) sedang dijelajahi sebagai suatu kemungkinan pilihan.
Tidak ada obat yang telah ditemukan yang adalah efektif secara universal untuk semua pasien-pasien dengan scleroderma. Pada seorang pasien individu, penyakitnya mungkin adalah ringan dan tidak memerlukan perawatan-perawatan. Pada beberapa, penyakitnya adalah membinasakan dan tanpa belaskasihan. 

7. Prognosis Untuk Pasien-Pasien Dengan Scleroderma

Prognosis seorang pasien dioptimalkan dengan pengamatan (monitor) yang ketat dari status kesehatan keseluruhannya dan perawatan dari komplikasi-komplikasi, terutama tekanan darah yang meninggi. Data terakhir mengindikasikan bahwa periode yang kritis dari risiko organ adalah umumnya dalam tiga tahun pertama dari keterlibatan kulit. Ini berarti bahwa pasien-pasien dapat ditenteramkan hatinya bahwa risiko dari komplikasi-komplikasi yang mengancam organ mereka adalah kurang secara signifikan setelah tiga tahun mempunyai gejala-gejala kuliut. 

Lebih banyak penelitian diperlukan pada semua area-area dari penyakit scleroderma, dari penyebab sampai perawatan. Sekarang ini scleroderma berlanjut mencengangkan ilmuwan-ilmuwan kedokteran. Peneliti-peneliti sedang mengevaluasi keefektifan dari thalidomide untuk perawatan scleroderma. Tes-tes yang lebih sensitif untuk mendeteksi dini penyakit paru dari scleroderma juga sedang dievaluasi. Psoralen and ultraviolet light therapy (PUVA) sedang dipelajari sebagai suatu kemungkinan perawatan untuk scleroderma yang terbatas.
Banyak peneliti-peneliti sedang menyelidiki peran-peran dari beragam pembawa-pembawa pesan sel, yang disebut cytokines, dalam menyebabkan scleroderma. Peneliti-peneliti juga sekarang ini sedang mempelajari suatu hormon dari kehamilan, yang disebut relaxin, untuk perawatan scleroderma. Hasil-hasil pendahuluan menyarankan bahwa ia mungkin memperbaiki scleroderma. Relaxin secara normal mengendurkan ligamen-ligamen dari pelvis dan mematangkan rahim untuk kelahiran anak. Bagaimana ia mungkin bekerja pada scleroderma adalah tidak jelas.


Sumber Referensi : http://www.totalkesehatananda.com


Kamis, 30 Desember 2010

Askep Klien Dengan Tetanus

LANDASAN TEORI

A. Pengertian
Penyakit akut yang disebabkan oleh infeksi clostridium tetani yang berefek pada system saraf, dapat diawalai oleh luka yang terkontaminasi.
Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani ditandai dengan spasme otot yang periodik dan berat
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa disertai gangguan kesadaran.
Tetanus (lockjaw) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh racun yang dihasilkan oleh bakteri Clostridium tetani. Disebut juga lockjaw karena terjadi kejang pada otot rahang. Tetanus banyak ditemukan di negara-negara berkembang.
Tetanus disebut juga dengan "Seven day Disease ". Dan pada tahun 1890, diketemukan toksin seperti strichnine, kemudian dikenal dengan tetanospasmin, yang diisolasi dari tanah anaerob yang mengandung bakteri. lmunisasi dengan mengaktivasi derivat tersebut menghasilkan pencegahan dari tetanus. ( Nicalaier 1884, Behring dan Kitasato 1890 ).

   Tetanus dan Penyebabnya
  
B. Epidemiologi
Penyakit ini tersebar di seluruh dunia, terutama pada daerah resiko tinggi dengan cakupan imunisasi DPT yang rendah.
Reservoir utama kuman ini adalah tanah yang mengandung kotoran ternak sehingga resiko penyakit ini di daerah peternakan sangat tinggi. Spora kuman Clostridium tetani yang tahan kering dapat bertebaran di mana-mana.

Port of entry tak selalu dapat diketahui dengan pasti, namun dapat diduga melalui :
1. Luka tusuk, gigitan binatang, luka bakar
2. Luka operasi yang tidak dirawat dan dibersihkan dengan baik
3. OMP, caries gigi
4. Pemotongan tali pusat yang tidak steril.
5. Penjahitan luka robek yang tidak steril.


C. Etiologi
Tetanus disebabkan oleh bakteri gram positif Cloastridium tetani Bakteri ini berspora, dijumpai pada tinja binatang terutama kuda, juga bisa pada manusia dan juga pada tanah yang terkontaminasi dengan tinja binatang tersebut. Spora ini bisa tahan beberapa bulan bahkan beberapa tahun, jika ia menginfeksi luka seseorang atau bersamaan dengan benda daging atau bakteri lain, ia akan memasuki tubuh penderita tersebut, lalu mengeluarkan toksin yang bernama tetanospasmin.Pada negara belum berkembang, tetanus sering dijumpai pada neonatus, bakteri masuk melalui tali pusat sewaktu persalinan yang tidak baik, tetanus ini dikenal dengan nama tetanus neonatorum.

D. Patogenesis
Tetanospasmin adalah toksin yang menyebabkan spasme,bekerja pada beberapa level dari susunan syaraf pusat, dengan cara :
a.Tobin menghalangi neuromuscular transmission dengan cara menghambat pelepasan acethyl-choline dari terminal nerve di otot.
b.Kharekteristik spasme dari tetanus ( seperti strichmine ) terjadi karena toksin mengganggu fungsi dari refleks synaptik di spinal cord.
c.Kejang pada tetanus, mungkin disebabkan pengikatan dari toksin oleh cerebral ganglioside.
d.Beberapa penderita mengalami gangguan dari Autonomik Nervous System (ANS ) dengan gejala : berkeringat, hipertensi yang fluktuasi, periodisiti takikhardia, aritmia jantung, peninggian cathecholamine dalam urine
Kerja dari tetanospamin analog dengan strychninee, dimana ia mengintervensi fungsi dari arcus refleks yaitu dengan cara menekan neuron spinal dan menginhibisi terhadap batang otakTimbulnya kegagalan mekanisme inhibisi yang normal, yang menyebabkan meningkatnya aktifitas dari neuron Yang mensarafi otot masetter sehingga terjadi trismus. Oleh karena otot masetter adalah otot yang paling sensitif terhadap toksin tetanus tersebut. Stimuli terhadap afferen tidak hanya menimbulkan kontraksi yang kuat, tetapi juga dihilangkannya kontraksi agonis dan antagonis sehingga timbul spasme otot yang khas .
Ada dua hipotesis tentang cara bekerjanya toksin, yaitu:
1. Toksin diabsorbsi pada ujung syaraf motorik dari melalui sumbu silindrik dibawa kekornu anterior susunan syaraf pusat
2. Toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk kedalam sirkulasi darah arteri kemudian masuk kedalam susunan syaraf pusat.

E. Manifestasi Klinis
Secara umum tanda dan gejala yang akan muncul:
1.Spasme dan kaku otot rahang (trismus)
2. Pembengkakan, rasa sakit dan kaku dari berbagai otot:
    a. Otot leher
    b. Otot dada
    c. Merambat ke otot perut
    d. Otot lengan dan paha
    e. Otot punggung, seringnya epistotonus
3. Tetanik seizures (nyeri, kontraksi otot yang kuat)
4. Iritabilitas
5. Demam

Gejala penyerta lainnya:
1. Keringat berlebihan
2. Sakit menelan
3. Spasme tangan dan kaki
4. Produksi air liur
5. BAB dan BAK tidak terkontrol
6. Terganggunya pernapasan karena otot laring terserang

Berdasarkan tipe tetanus
1. Tetanus local
- Kekakuan sekelompok otot yang dekat dengan invasi kuman
-Nyeri terus menerus, unyreling → awal kelainan general
-anti toksin yang beredar tidak cukup menetralkan toksin yang menumpuk di sekitar tempat masuk
-Dapat berlangsung beberapa minggu atau bulan → hilang tanpa bekas
-Tetanus ringan, kematian 1%
2. Tetanus sefalik
- Port d’entre di kepala, leher, mata, telinga atau (jarang) pasca tonsilektomi
- Inkubasi 1-2 hari
- Kelumpuhan saraf II (optikus), IV (troklearis), VII (fasialis), IX (glosofaringeus), X (S. vagus), XI (hipoglosus), sendiri atau kombinasi
- Prognosis jelek
3. Tetanus generalisata
- Port d’entri: luka tusuk dalam, furunkulosis, cabut gigi, embedded splinter, ulkus dekubiti, tusukan jarum tidak steril, fraktura komplikata yang menjadi supuratif
- mengenai seluruh otot skelet
- Tanda: irritable, trismus (kekakuan otot wajah) → muka meringis, sulit menelan, kaku kuduk, otot punggung →epistotonus (punggung melengkung) dengan lengan fleksi dan abduksi, kaku otot abdomen, disfagia, fotofobia
- Kejang generalisata mudah timbul dengan pacu ringan seperti :sentuhan angina, suara, cahaya terang, hentakan tempat tidur, rabaan
- uji laboratorium tidak mempunyai peran diagnostik

F. Patofisiologi
Toksin tetanospamin menyebar dari saraf perifer secara ascending bermigrasi secara sentripetal atau secara retrogard mcncapai CNS. Penjalaran terjadi didalam axis silinder dari sarung parineural. Teori terbaru berpendapat bahwa toksin juga menyebar secara luas melalui darah (hematogen) dan jaringan/sistem lymphatic.

Waktu inkubasi (mulai masuknya spora sampai munculnya manifestasi klinik) umumnya 3-21 hari, dapat hanya 1 hari tapi juga dapat sampai berbulan-bulan, ada hubungan antara inkubasi dengan jarak tempat invasi kuman sampai SSP (susunan saraf pusat. 

G. Diagnosis
1. Riwayat dan temuan secara fisik
Kenaikan tonus otot skelet: trismus, kontraksi otot-otot kepala/wajah dan mulut, perut papan
2. Pemeriksaan laboratorium
Kultur luka (mungkin negative)
Test tetanus anti bodi
3. Lab : SGOT, CPK meninggi serta dijumpai myoglobinuria.
4. Tes lain untuk menyingkirkan penyakit lain seperti meningitis, rabies, epilepsy dll

H. Diagnosis banding
Untuk membedakan diagnosis banding dari tetanus, tidak akan sular sekali dijumpati dari pemeriksaan fisik, laboratorium test (dimana cairan serebrospinal normal dan pemeriksaan darah rutin normal atau sedikit meninggi, sedangkan SGOT, CPK dan SERUM aldolase sedikit meninggi karena kekakuan otot-otot tubuh), serta riwayat imunisasi, kekakuan otot-otot tubuh), risus sardinicus dan kesadaran yang tetap normal.

I. Komplikasi
Komplikasi pada tetanus yaang sering dijumpai: laringospasm, kekakuan otot-otot pematasan atau terjadinya akumulasi sekresi berupa pneumonia dan atelektase serta kompressi fraktur vertebra dan laserasi lidah akibat kejang. Selain itu bisa terjadi rhabdomyolisis dan renal failure.

- Mortalitas 44-55%
- Faktor yang berpengaruh jelek adalah: luasnya otot yang terlibat, panas tinggi, masa inkubasi yang pendek
- Kematian biasanya terjadi pada minggu pertama sakit
- Kelelahan, asfiksia, pneumonia aspirasi

J. Penatalaksanaan
1. Netralisasi toksin dengan tetanus antitoksin (TAT)
a. hiperimun globulin (paling baik)
Dosis: 3.000-6.000 unit IM
Waktu paruh: 24 hari, jadi dosis ulang tidak diperlukan
Tidak berefek pada toksin yang terikat di jaringan saraf; tidak dapat menembus barier darah-otak
b. Antitoksin kuda
Dosis: 100.000 unit, dibagi dalam 50.000 unit IM dan 50.000 unit IV, pelan setelah dilakukan skin test


2. Perawatan luka
a. Bersihkan, kalau perlu didebridemen, buang benda asing, biarkan terbuka (jaringan nekrosis atau pus membuat kondisis baik C. Tetani untuk berkembang biak)
b. Penicillin G 100.000 U/kg BB/6 jam (atau 2.000.000 U/kg BB/24 jam IV) selama 10 hari
c. Alternatif
Tetrasiklin 25-50 mg/kg BB/hari (max 2 gr) terbagi dalam 3 atau 4 dosis

3. Berantas kejang
a. Hindari rangsang, kamar terang/silau, suasana tenang
b. Preparat anti kejang
Barbiturat dan Phenotiazim
- Sekobarbital/Pentobarbital 6-10 mg/kg BB IM jika perlu tiap 2 jam untuk optimum level, yaitu pasien tenag setengah tidur tetapi berespon segera bila dirangsang
- Chlorpromazim efektif terhadap kejang pada tetanus
- Diazepam 0,1-0,2 mg/kg BB/3-6 jam IV kalau perlu 10-15 mg/kg BB/24 jam: mungkin 2-6 minggu

4. Terapi suportif
a. Hindari rangsang suara, cahaya, manipulasi yang merangsang
b. Perawatan umum, oksigen
c. Bebas jalan napas dari lender, bila perlu trakeostomi
d. Diet TKTP yang tidak merangsang, bila perlu nutrisi parenteral, hindari dehidrasi
e. Kebersihan mulut, kulit, hindari obstipasi, retensi urin 

K. Pencegahan
1. Imunisasi tetanus
    Dipertimbangkan proteksi terhadap tetanus selama 10 tahun setelah suntukan
    a. DPT vaksin pada bayi dan anak-anak
    b. Td vaksin digunakan pada booster untuk remaja dan dewasa
    Ada juga yang menganjurkan dilakukan imunisasi setiap interval 5 tahun
2. Membersihkan semua jenis luka setelah injuru terjadi, sekecil apapun
3. Melahirkan di tempat yang terjaga kebersihannya 

Seorang penderita yang terkena tetanus tidak imun terhadap serangan ulangan artinya dia mempunyai kesempatan yang sama untuk mendapat tetanus bila terjadi luka sama seperti orang lainnya yang tidak pernah di imunisasi. Tidak terbentuknya kekebalan pada penderita setelah ianya sembuh dikarenakan toksin yang masuk kedalam tubuh tidak sanggup untuk merangsang pembentukkan antitoksin ( kaena tetanospamin sangat poten dan toksisitasnya bisa sangat cepat, walaupun dalam konsentrasi yang minimal, yang mana hal ini tidak dalam konsentrasi yang adekuat untuk merangsang pembentukan kekebalan).
Ada beberapa kejadian dimana dijumpai natural imunitas. Hal ini diketahui sejak C. tetani dapat diisolasi dari tinja manusia. Mungkin organisme yang berada didalam lumen usus melepaskan imunogenic quantity dari toksin. Ini diketahui dari toksin dijumpai anti toksin pada serum seseorang dalam riwayatnya belum pernah di imunisasi, dan dijumpai/adanya peninggian titer antibodi dalam serum yang karakteristik merupakan reaksi secondary imune response pada beberapa orang
yang diberikan imunisasi dengan tetanus toksoid untuk pertama kali. Dengan dijumpai natural imunitas ini, hal ini mungkin dapat menjelaskan mengapa insiden tetanus tidak tinggi, seperti yang semestinya terjadi pada beberapa negara dimana pemberian imunisasi tidak lengkap/ tidak terlaksana dengan baik. Sampai pada saat ini pemberian imunisasi dengan tetanus toksoid merupakan satu-satunya cara dalam pencegahan terjadinya tetanus. Pencegahan dengan pemberian imunisasi telah dapat dimulai sejak anak berusia 2 bulan, dengan cara pemberian imunisasi aktif( DPT atau DT ).

 

LANDASAN ASUHAN KEPERAWATAN
a.     Pengkajian
1.   Identitas pasien : nama, umur, tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, tanggal masuk, tanggal pengkajian, diagnose medis, rencana terapi.
2.   Identitas orang tua :
·         Ayah : nama, usia, pendidikan, pekerjaan, agama, alamat.
·         Ibu    : nama, usia, pendidikan, pekerjaan, agama, alamat.

3.   Identitas saudara kandung.
4.   Keluhan utama/alasan masuk RS.
5.   Riwayat kesehatan.
·         Riwayat kesehatan sekarang.
·         Riwayat kesehatan masa lalu.
Ante natal care.
Ø  Natal
Ø  Post natal care
·         Riwayat kesehatan keluarga.
6.    Riwayat imunisasi.
7.    Riwayat tumbuh kembang.
·         Pertumbuhan fisik.
·         Perkembangan tiap tahap.
8.    Riwayat nutrisi.
·         Pemberian ASI.
·         Susu formula.
·         Pemberian makanan tambahan.
·         Pola perubahan nutrisi tiap tahap usia sampai nutrisi saat ini.
9.    Riwayat Psikososial.
10.  Riwayat Spritual.
11.   Reaksi Hospitalisasi.
·         Pemahaman keluarga tentang sakit yang rawat inap.
12.  Aktivitas sehari-hari.
·         Nutrisi
·         Cairan
·         Eliminasi BAB/BAB
·         Istirahat/tidur
·         Olahraga
·         Personal Hygiene
·         Aktivitas/mobilitas fisik
·         Rekreasi/refresing

13.  Pemeriksaan fisik.
·         Keadaan umum klien
·         Tanda-tanda vital
·         Antropometri
·         System pernapasan
·         System cardio vaskuler
·         System pencernaan
·         System indra
·         System muskulo skeletal
·         System integument
·         System endokrin
·         System perkemihan
·         System reproduksi
·         System imun
·         System saraf : funsi celebral, fungsi cranial, fungsi motorik, fungsi sensorik, fungsi cerebellum, reflex, iritasi meningen.

14.  Pemeriksaan tingkat perkembangan.
·         0-6 tahun dengan menggunakan DDST (motoorik kasar, motorik halus, bahasa, personal social).
·         6 tahun keatas (perkembangan kognitif, psikoseksual, psikososial).
15.  Tes diagnostic.
16.  Terapi.

b.     Diagnosa  Keperawatan
1  Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan meningkatnya sekretsi atau produksi mucus.
2   Devisit volume cairan berhubungan dengan intake cairan tidak adekuat.
3   Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketegangan dan spasme otot mastikatoris, kesukaran menelan dan membuka mulut.
4   Resiko aspirasi berhubungan dengan meningkatnya sekresi, kesukaran menelan dan spasme otot faring.
5   Resiko injuri berhubungan dengan aktivitas kejang.
6   Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan aktivitas tatanuslysin.
7  Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan aktivitas kejang.
8 Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit berhubungan dengan perubahan status kesehatan, penata laksanaan gangguan kejang.
9   Cemas berhubungan dengan kemungkinan injuri selama kejang.

c.      Intervensi  Keperawatan

1.   Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan meningkatnya sekretsi atau produksi mucus.

Tujuan : Anak memperlihatkan kepatenan jalan nafas dengan criteria jalan nafas bersih, tidak ada sekresi.
Intervensi
a)    Kaji status pernapasan, frekuensi, irama setiap 2 - 4 jam.
b)    Lakukan pengisapan lendir dengan hati-hati dan pasti bila ada penumpukan sekret.
c)     Gunakan sudip lidah saat kejang.
d)    Miringkan ke samping untuk drainage.
e)    Observasi oksigen sesuai program.
f)     Pemberian sedativa diazepam drip 10 amp (hari pertama dan setiap hari dikurangi 1 amp).
g)    Pertahankan kepatenan jalan nafas dan bersihkan mulut.

2.   Defisit volume cairan berhubungan dengan intake cairan tidak adekuat.

Tujuan  : anak tidak memperlihatkan kekurangan volume cairan dengan criteria : membran mukosa lembab, turgor kulit baik
Intervensi
a)    Kaji intake dan out put setiap 24 jam.
b)    Kaji tanda-tanda dehidrasi, membrane mukosa dan turgor kulit setiap 24 jam.
c)     Berikan dan pertahankan intake oral dan parental sesuai indikasi (infuse 12 tts/m, NGT40cc/jam) dan sesuaikan dengan perkembangan kondisi pasien.
d)    Monitor berat jenis urine dan pengeluarannya.
e)    Pertahankan kepatenan NGT.

3.  Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketegangan dan spasme otot mastikatoris, kesukaran menelan dan membuka mulut.

Tujuan : status nutrisi anak terpenuhi dengan kriteria :
·         Berat badan sesuai dengan usia.
·         Makanan 90% dapat dikonsumsi.
·         Jenis makanan yang dikonsumsi sesuai dengan kebutuhan gizi anak (protein, karbohidrat, lemak dan vitamin yang seimbang).
Intervensi
a)    Pasang dan pertahankan NGT untuk intake makanan.
b)    Kaji bising usus bila perlu, dan hati-hati karena sentuhan dapat merangsang kejang.
c)     Berikan nutrisi yang tinggi, kalori dan protein.
d)    Timbang berat badan sesuai protocol.

4.   Resiko aspirasi berhubungan dengan meningkatnya sekresi, kesukaran menelan, dan spasme otot faring.

Tujuan : tidak terjadi aspirasi dengan kriteria :
§  Jalan nafas bersih dan tidak ada sekret.
§  Pernapasan teratur. 
Intervensi
a)    Kaji status pernapasan setiap 2 - 4 jam.
b)    Lakukan pengisapan lendir dengan hati-hati.
c)     Gunakan sudip lidah saat kejang.
d)    Miringkan ke samping untuk drainage.
e)    Pemberian oksigen 0,5 Liter.
f)     Pemberian sedative sesuai program.
g)    Pertahankan kepatenan jalan nafas dan bersihkan mulut
d.     Impelementasi  Keperawatan

1.     Merawat dan membersihkan luka, bedridement luka (eksisi jaringan nekrotik).
2.    Membuang benda asing dalam luka serta kompres dengan H2O2.
3.    Penatalaksanaa luka dilakukan 1 - 2 jam setelah ATS dan pemberian antibiotik, sekitar luka disuntik ATS.
4.    Diet cukup kalori dan protein bentuk makanan tergantung kemampuan membuka mulut dan menelan.
5.    Isolasi untuk menghindari rangsangan dari luar seperti suara dan tindakan terhadap penderita.
6.    Oksigen, pernapasan buatan dan trachcostomi bila perlu.
7.    Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.
e.      Evaluasi  Keperawatan
   Evaluasi tetanus diklasifikasikan dari tingkat keganasannya :
  •      Ringan : bila tidak ada kejang umum (generalized spsm).
  •      Sedang : bila sesekali muncul kejang umum. 
  •     Berat : bila kejang umum yang berat sering terjadi.  





Daftar Pustaka
- Komite medik RSUP Dr. Sardjito, 2000. Standar Pelayanan Medis, Edisi 2, Cetakan I, Medika FK UGM, Yogyakarta
- Mc Closkey, Joanne C and Bulechek, Gloria M, 1996, Nursing Intervention Classification (NIC), Second edition, Mosby Year Book Inc, St. Louis
- Nanda, 2001, Nursing Diagnosis: Definitions & Classification 2001-2002, Ed-, United States of America 
- http://www.info-sehat.com/content.php?s_sid=924
- http://health.yahoo.com/ency/adam/00615.last reviewed: 1/7/2003 - http://Medindia.net/patients/patientinfo/poll/vote_comfirm.asp
- http://www.nfid.org/factsheets/tetanusadult.html








Posting by Zen
Amparita, 30 Desember 2010