Rabu, 05 Januari 2011

Askep Klien Dengan Diabetes Insipidus

A. Pengertian
Diabetes insipidus adalah suatu penyakit yang jarang ditemukan, penyakit ini diakibatkan oleh berbagai penyebab yang dapat mengganggu mekanisme neurohypophyseal-renal reflex sehingga mengakibatkan kegagalan tubuh dalam mengkonversi air. Kebanyakan kasus-kasus yang pernah ditemui merupakan kasus yang idiopatik yang dapat bermanifestasi pada berbagai tingkatan umur dan jenis kelamin. Diabetes insipidus terbagi 2 macam, yaitu Diabetes Insipidus Sentral (CDI) dan Diabetes Insipidus Nefrogenik (NDI).



B. Etiologi
- Diabetes Insipidus Sentral
a. Bentuk idiopatik
1. Bentuk non-familiar
2. Bentuk Familiar

b . Paska hipofisektomi
c . Trauma (fraktur dasar tulang tengkorak)

d. Tumor
1. Karsinoma metastasis
2. Kraniofaringioma
3. Kista supraselar
4. Pinealoma

e. Granuloma
1. Sarkoid
2. TBC
3. Sifilis

f. Infeksi
1. Meningitis
2. Ensefalitis
3. Landry-Guillain-Barre’s syndrome

g. Vaskular
1. Trombosis atau perdarahan serebral
2. Aneurisme serebral
3. Post partum necrosis (Sheehan’s syndrome)

h. Histiocytosis
1. Granuloma eosinofilik
2. Penyakit Schuller-Christian

- Diabetes Insipidus Nefrogenik
a. Penyakit ginjal kronik
1. Penyakit ginjal polikistik
2. Medullary systic disease
3. Pielonefritis
4. Obstruksi ureteral
5. Gagal ginjal lanjut

b. Gangguan Elektrolit
1. Hipokalemia
2. Hiperkalsemia

c. Obat-obatan
1. Litium
2. Demeklosiklin
3. Asetoheksamid
4. Tolazamid
5. Glikurid
6. Propoksifen
7, Amfolarisin
8. Vinblastin
9. Kolkisin

d. Penyakit Sickle Cell
e. Gangguan Diet
1. Intake air yang berlebihan
2. Penurunan intake NaCl
3. Penurunan intake protein

f. Lain-lain
1. Multipel mieloma
2. Amiloidosis
3. Penyakit Sjogren’s
4. Sarkoidosis

C. Patofisiologi
a). Diabetes Insipidus Sentral
Diabetes insipidus sentralis disebabkan oleh kegagalan pelepasan ADH yang secara fisiologis dapat merupakan kegagalan sintesis atau penyimpanan secara anatomis, keadaan ini terjadi akibat kerusakan nukleus supra optik, paraventrikular dan filiformis hypotalamus yang mensintesis ADH. Selain itu diabetes insipidus sentral juga timbul karena gangguan pengangkutan ADH polifisealis dan akson hipofisis posterior dimana ADH disimpan untuk sewaktu-waktu dilepaskan kedalam sirkulasi jika dibutuhkan.
Secara biokimia, diabetes insipidus sentral terjadi karena tidak adanya sintesis ADH dan sintesis ADH yang kuantitatif tidak mencukupi kebutuhan, atau kuantitatif cukup tapi merupakan ADH yang tidak dapat berfungsi sebagaimana ADH yang normal. Sintesis neorufisin suatu binding protein yang abnormal, juga menggangu pelepasan ADH. Selain itu diduga terdapat pula diabetes insipidus sentral akibat adanya antibody terhadap ADH. Karena pada pengukuran kadar ADH dalam serum secara radio immunoassay, yang menjadi marker bagi ADH adalah neurofisisn yang secara fisiologis tidak berfungsi, maka kadar ADH yang normal atau meningkat belum dapat memastikan bahwa fungsi ADH itu adalah normal atau meningkat. Dengan demikian pengukuran kadar ADH sering kurang bermakna dalam menjelaskan patofisiologi diabetes insipidus sentral.
Termasuk dalam klasifikasi CDI adalah diabetes insipidus yang diakibatkan oleh kerusakan osmoreseptor yang terdapat pada hypotalamus anterior dan disebut Verney’s osmareseptor cells yang berada di luar sawar daerah otak

b). Diabetes Insipidus Nefrogenik
Istilah diabetes insipidus nefrogenik (NDI) dipakai pada diabetes insipidus yang tidak responsif terhadap ADH eksogen. Secara fisiologis NDI dapat disebabkan oleh :
1. Kegagalan pembentukan dan pemeliharaan gradient osmotik dalam medulla
renalis
2. Kegagalan utilisasi gradient pada keadaan di mana ADH berada dalam jumlah
yang cukup dan berfungsi normal

D. Manifestasi Klinis

Keluhan dan gejala utama diabetes insipidus adalah :
a. Poliuri 5-15 liter / hari
b. Polidipsi
c. Berat jenis urine sangat rendah 1001-1005/50-200 miliosmol/kg BB
d. Peningkatan osmolaritas serum > 300 m. Osm/kg
e. Penurunan osmolaritas urine < 50-200m. Osm/kg


E. Diagnosa dan Intervensi
1. Kekurangan cairan berhubungan dengan ketidakmampuan tubulus ginjal mengkonsentrasikan urine karena tidak terdapat ADH.
Tujuan : Volume cairan klien cukup atau terpenuhi
Intervensi :
  1. Berikan cairan yang cukup sesuai dengan kebutuhan untuk mempertahankan masukan dan keluaran yang seimbang / jam.
  2. Tambahkan masukan parenteral dengan cairan IV sesuai pesanan.
  3. Pantau masukan dan keluaran / 2 jam.
  4. Timbang BB klien tiap hari.
  5. Kaji terhadap tanda dan gejala hypovolemia.
  6. Observasi terhadap efek samping terapi pengganti ADH.
  7. Pantau terhadap dehidrasi berlebihan.
  8. Periksa BJ urine. Kirim urine untuk pemriksaan osmolaritas harian, laporkan BJ < 1,007.
  9. Laporkan temuan abnormal.


Evaluasi :
  1. Masukan dan keluaran seimbang
  2. Masukan < 2500 ml/hari
  3. Keluaran < 100 ml/hari
  4. Kulit lembab dengan turgor yang baik
  5. BB dalam batas normal
  6. TTV dalam batas normal
  7. BJ urine dalam batas normal

2. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi mengenai proses penyakit, pengobatan dan perawatan diri.
Tujuan : Klien mengungkapkan pengertian tentang proses penyakit, pengobatan dan perawatan diri.
Intervensi :
  1. Jelaskan konsep dasar proses penyakit.
  2. Jelaskan mengenai obat-obatan.
  3. Tekankan pentingnya mempertahankan masukan dan keluaran cairan yang seimbang.
  4. Jelaskan pentingnya tindak lanjut rawat jalan yang teratur.
  5. Jelaskan perlunya untuk menghindari obat yang dijual bebas.
  6. Berikan informasi untuk mendapatkan gelang atau waspada medis.

Evaluasi :
Klien dapat mengungkapkan pengertian tentang proses penyakit, pengarahan obat-obatan, gejala untuk dilaporkan dan perlunya mendapatkan gelang waspada medis.

3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan diabetes insipidus
Tujuan : - Mengimplementasikan pola pengamanan baru.
- Mengawali atau memantapkan kembali pendukung yang ada.
- Mendemonstasikan keinginan dan kemampuan untuk mengambil perawatan diri/ anggung jawab peran.
Intervensi :
  1. Berikan suasana yang menerima dan mendukung klien.
  2. Tentukan bagaimana diabetes insipidus mempengaruhi aktifitas sehari-hari.
  3. Anjurkan untuk mengekspresikan perasaan ansietas, takut, bingung, marah, dan tak berdaya.
  4. Dukung perasaan positif klien.
  5. Kembangkan perasaan menghargai diri sendiri dengan menekankan segi positif dalam kehidupan klien.
  6. Anjurkan untuk berkomunikasi dengan keluarga yang lain dan minta bantuan dari profesi lain untuk membantu masalah klien dengan perubahan emosi.
Evaluasi :
  1. Klien mendapatkan perasaan positif pada dirinya.
  2. Klien dapat beraktifitas.

4. Gangguan spiritual berhubungan dengan keadaan yang memalukan (dibetes insipidus) pada saat melakukan ritual keagamaan yang ditandai klien mengatakan malas beribadah.
Tujuan : - Melanjutkan latihan spiritual yang tidak mengganggu
kesehatan.
-Mengekspresikan pengurangan perasaan bersalah dan ansietas.
- Mengekspresikan kepuasan dengan kondisi spiritual.
Intervensi :
 1. Komunikasi penerimaan berbagai keyakinan spiritual dan praktisnya.
 2. Nyatakan pentingnya kebutuhan spiritual.
 3. Berikan privasi dan ketenangan seperti yang dibutuhkan untuk orang yang berdo’a setiap hari untuk kunjungan spiritual dan membaca buku spiritual.
 4. Hubungi pimpinan spiritual untuk mengklarifikasi praktis spiritual dan malaksanakan pelayanan keagamaan atau jikan diinginkan.
 5. Anjurkan ritual keagamaan yang tidak merusak kesehatan.
 6. Selalu bersedia dan berkeinginan untuk mewndengarkan sewaktu klien mengekspresikan keraguan diri, rasa bersalah atau perasaan negatif lainnya.
 7. Berikan kesempatan individu berdo’a dengan orang lain atau dibacakan do’a oleh anggota kelompok keagamaan atau anggota tim perawatan kesehatan yang dapat dengan leluasa dengan aktifitas ini.
Evaluasi :
  1. Klien mendapatka privasi dan ketenangan dalam menjalankan kegiatan spiritual.
  2. Klien dalam menjalankan ritual keagamaan tidak merusak kesehatan.
  3. Klien dapat mengekspresikan perasaan bersalah, keraguan diri, atau perasaan negatif lainnya.


DAFTAR PUSTAKA

1. Suparman. 1987. Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I Edisi II: Jakarta. Penerbit Balai FKUI
2. Susan Martin Tucker (et-al). 1998. Standar Perawatan Pasien, volume 2: Jakarta. Penerbit Buku Kedoteran EGC
3. Hudak and Gallo. 1996 .Perawatan Kritis, Edisi 2: Jakarta . Penerbit Buku Kedokteran EGC
4. Dr. Hasjim Effendi. 1981. Fisiologi Sistem Hormonal dan Reproduksi dan Patofisiologinya: Bandung. Penerbit Alumni anggota IKAPI Bandung
5. Barbara. C. Long, 1996. Perawatan Medikal Bedah 3: Bandung. Penerbit Yayasan IAPK Padjajaran Bandung
6. Guyton. C. Arthur. 1992. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit : Jakarta Penerbit Buku Kedokteran EGC
7. A. Price Sylva and M. Wilsol Lorraine. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 4. Penerbit Buku Kedokteran EGC
8. Bruner dan Sudart. 2000. Buku Saku Keperawatan Medikal Bedah. EGC. 2000 



0 Komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan bijak, Semoga dapat memberi wawasan yang lebih bermanfaat!