Jumat, 18 Maret 2011

Sleep Paralysis (Ketindihan) Bag.1

Ketindihan, antara sains dan mistis

Mungkin kita pernah merasakan pada saat tertidur, kita tiba – tiba terbangun namun badan kita serasa ditindih oleh sesuatu. Kemudian kita melihat makhluk aneh atau semacamnya sedang menindih kita. Fenomena seperti ini kemudian banyak dihubungkan dengan mitos dan cerita mistis. Ada yang menyebutnya ketindihan, erep-erep. dan banyak lagi. Baik di mancanegara maupun di Indonesia, fenomena ini memang banyak dikaitkan dengn sisi mistis, mitos, dan kepercayaan spiritual suku – suku tertentu.

Namun, apakah benar fenomena ini adalah mistis? Apakah memang makhluk gaib, iblis, arwah orang mati, atau hantukah yang menindih kita ketika tertidur sehingga menyulitkan kita bergerak dan melihat makhluk2 aneh dan menyeramkan ketika mengalmi fenomena ini????

Berikut penjelasannya!

Otak
Tahukah anda, fenomena yang selama ini identik dengan mistis dan menyeramkan itu, sumber masalahnya adalah dari otak. Kita tahu bahwa otak adalah bagian yang paling sensitif dalam tubuh kita. Ribuan sel syaraf tertanam di dalam otak kita dan membantu kita dalam berfikir, bergerak, dan banyak lagi.

Dalam otak terdapat jutaan sel syaraf yang saling berinteraksi, interaksi tersebut adalah berupa lompatan impuls yang berupa sinyal listrik dari satu neuron ke neuron yang lain. Lompatan – lompatan impuls ini kemudian menghasilkan suatu gelombang, semakin cepat frekuensi lompatan impuls maka semakin besar frekuensi gelombang yang dihasilkan.

Besarnya frekuensi gelombang otak menandakan kondisi fisik, kesadaran. dan pikiran kita.

1. Betha, frekuensi 12 – 25 Hz.
Dominan pada saat kita dalam kondisi terjaga, menjalani aktifitas sehari-hari yang menuntut logika atau analisa tinggi.

2. Alpha, frekuensi 8 – 12 Hz.
Dominan pada saat tubuh dan pikiran rileks dan tetap waspada. Misalnya ketika kita sedang membaca, menulis, berdoa dan ketika kita fokus pada suatu obyek. Gelombang alpha berfungsi sebagai penghubung pikiran sadar dan bawah sadar. Alfa juga menandakan bahwa seseorang dalam kondisi light trance atau kondisi hypnosis yang ringan. Pada level ini sering terjadi mimpi atau hayalan.

3. Theta, frekuensi 4 – 8 Hz.
Dominan di saat kita dalam kondisi hypnosis, meditasi dalam, hamper tidur, atau tidur.

4. Delta, frekuensi 0,1 – 4 Hz.
Dominan saat tidur lelap tanpa mimpi. Dan juga dialami oleh mereka yang jatuh pingsan atau koma dengan skala yang ‘parah’. Dalam frekuensi ini otak memproduksi human growth hormone yang baik bagi kesehatan manusia. Bila seseorang tidur dalam keadaan delta yang stabil, kualitas tidurnya sangat tinggi. Meski tertidur hanya sebentar, ia akan bangun dengan tubuh tetap merasa segar. Dan di wilayah inilah tidur tahap paling dalam (Rapid Eye Movement) terjadi.

Pada keadaan normal, proses tidur manusia yang baik adalah berturut – turut dimulai dari Betha sampai Delta, namun jika keadaan tubuh kita sedang stress, kelelahan, dan jam tidur tidak teratur maka urutannya menjadi betha, alpha, delta, dan kembali ke betha. Karena gelombang otak dari tahap tidur dalam langsung lompat ke tahap sadar secara tiba – tiba, maka tubuh akan mengalami kesadaran di bagian tubuh atas (mata, telinga) tetapi bagian tubuh yang lain belum sadar (khususnya bagian bawah tubuh). Dan hal itu memicu fenomena sleep paralysis atau yang biasa disebut ketindihan. Yang menarik, saat tindihan terjadi kita sering mengalami halusinasi, seperti melihat sosok atau bayangan hitam di sekitar tempat tidur. Tak heran, fenomena ini pun sering dikaitkan dengan hal mistis.

Jadi, sebenarnya sleep paralysis adalah fenomena yang diakibatkan karena gangguan tidur dan gelombang otak. Fenomena ini juga dapat dijelaskan secara ilmiah dan tidak berhubungan dengan mistis.



Sumber :  http://danielrsn.wordpress.com


0 Komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan bijak, Semoga dapat memberi wawasan yang lebih bermanfaat!