Selama ini ibu tiri kerap divisualisasikan
sebagai sosok yang kejam dan jahat. Namun kenyataannya, cukup banyak
dari mereka yang memiliki kisah sedih, mulai dari ditolak anak tiri
sampai tidak dibela suaminya. Inilah kisah sedih mereka.
Kisah sedih para ibu tiri ini dirangkum oleh Joanna Collie dalam bukunya 'From Mother To Stepmother'. Seperti dikutip dari Mail Online, dalam menulis bukunya itu, ia mewawancarai setidaknya 24 orang lebih wanita yang kini menjadi ibu tiri.
Salah satu wanita tersebut adalah Alison Shelton. Alison menikah dengan Bruce. Dari pernikahan sebelumnya, ia memiliki dua anak, sedangkan Bruce, satu anak.
Sejak anak Bruce, Matt (12 tahun), menyatakan ingin tinggal bersama mereka, Alison bertekad menghapus stereotipe ibu tiri yang terkesan jahat. "Aku tahu tentang kisah Cinderella dan ibu tirinya yang kejam. Tapi aku ingin keluarga yang menyatu dan bahagia, di mana Matt dan anak-anakku bisa akrab," ujarnya.
Saat Alison berusaha mewujudkan keinginannya itu, Matt justru membuat situasi menjadi sulit. Anak itu hanya mau bersama sang ayah.
"Anak-anakku jadi melihat Matt dan ayahnya (suami Alison) sebagai pesaing mereka untuk mendapatkan perhatianku," tuturnya.
Liburan pun dilakukan dengan harapan bisa menyatukan anak-anak pasangan itu. Namun ternyata Matt tetap menunjukkan sikap yang sama.
"Matt dengan jelas mengatakan dia mau pergi mancing dengan ayahanya, sementara aku menghabiskan waktu seharian bersama anak-anakku di pantai," keluhnya.
Saat itu, Alison ingin sekali mengeluarkan sisi jahatnya. Ia merasa Matt ingin merusak kehidupannya dengan Bruce. Apalagi suaminya sama sekali tidak memberi dukungan dan justru memihak Matt.
"Aku memasak seperti biasanya untuk anak-anak dan dia dengan gampang bilang 'aku tidak suka'. Bruce kemudian menyuruhku membuatkan makanan yang lain untuk Matt dan aku menolak. Saat itu aku merasa akulah orang yang jahat," urai Alison.
Joanna dalam bukunya menjelaskan, apa yang dialami Alison itu juga dirasakan banyak ibu tiri lainnya. Menjadi ibu tiri memang perlu perjuangan yang tidak mudah.
Joanna sendiri mengalami hal itu. Ia menjadi ibu tiri dari seorang anak perempuan saat menikah dengan Paul. Ia sendiri juga seorang ibu dari satu orang putri.
Kehidupan keluarga itu mulai berjalan tidak baik saat mereka semua tinggal serumah. Dua anak perempuan yang diharapkan Joanna bisa akur, justru tidak saling bicara dan menghindar. Kondisi semakin memburuk, saat ia harus membedakan tempat menaruh kebutuhan sehari-hari.
"Menaruh susu di lemari es nya seolah-olah membuatku merasa melakukan pelanggaran," ujar Joanna. "Aku merasa aku harus permisi dulu untuk menggunakan microwave mereka, meskipun aku menggunakannya untuk membuatkan mereka makanan," tambahnya.
Enam bulan pertama setelah tinggal bersama keluarga barunya, Joanna merasa shock. Ia tidak menyangka anaknya dan anak suaminya ingin menjadikan keluarga baru mereka tercerai-berai.
Kesulitan dalam membangun keluarga bahagia di pernikahan keduanya itu tidak datang dari anak tirinya saja. Menurutnya, seorang ibu tiri juga kerap merasa mereka mengkhianati anak kandungnya sendiri.
Joanna mengatakan, putrinya merasa ibunya tidak lagi mau menghabiskan lebih banyak waktu bersamanya, demi menyatukan keluarga barunya. "Dia memutuskan tidak bicara denganku, berkomunikasi melalui notes yang ditulisnya di Post-it," tuturnya lagi.
Selama tiga tahun pertama pernikahannya dengan Paul, Joanna harus menjalani masa sulit itu. Dia harus berada di antara putrinya dan suami barunya.
"Menyatukan dua pihak memang tidak akan terjadi dalam semalam. Butuh waktu lama. Dalam kasusku, anak-anak kami mulai akhirnya mau menyatu saat mereka remaja. Mereka akhirnya bisa akrab saat mulai menjadi orang dewasa muda," ucapnya panjang lebar.
Sayangnya tidak semua keluarga bisa bertahan lama seperti Joanna dan Paul. Menurut Joanna, ketegangan antara pasangan orangtua baru itu dengan anak-anaknya cukup bisa menghancurkan pernikahan. Dari pengamatannya, penolakan anak yang konstan dan keberpihakan, bisa mempengaruhi kehidupan pasangan tersebut.
Dari lusinan ibu tiri yang diwawancarainya, ia melihat di dua tahun pertama aktivitas seks jauh menurun menjadi 1-3 kali saja dalam sebulan. Semua tekanan itu pada akhirnya bisa membuat wanita yang tadinya tidak mau jadi ibu tiri jahat, mengeluarkan sisi buruknya.
"Cinderella bertanggungjawab akan hal ini. Ribuan anak-anak tumbuh dengan kepercayaan ibu tiri itu kejam. Sehingga dalam kehidupan nyata, kami ibu tiri jadi sulit, meskipun sebenarnya ingin menghapus stereotipe itu," tandas Joanna.
0 Komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan bijak, Semoga dapat memberi wawasan yang lebih bermanfaat!