Tampilkan postingan dengan label Endokrin. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Endokrin. Tampilkan semua postingan

Jumat, 09 September 2011

Askep Klien Dengan Chusing Syndrom

A. Landasan Teori

1. Pengertian
Sindrom cushing adalah suatu keadaan yang diakibatkan oleh efek metabolik gabungan dari peninggian kadar glukokortikoid dalam darah yang menetap. Kadar yang tinggi ini dapat terjadi secara spontan atau karena pemeberian dosis farmakologik senyawa-senyawa glukokortikoid. (Sylvia A. Price; Patofisiolgi, Hal. 1088).

Chusing Syndrom

2. Etiologi
a. Sindrom cushing disebabkan oleh sekresi kortisol atau kortikosteron yang berlebihan, kelebihan stimulasi ACTH mengakibatkan hiperplasia korteks anal ginjal berupa adenoma maupun carsinoma yang tidak tergantung ACTH juga mengakibatkan sindrom cushing. Demikian juga hiperaktivitas hipofisis, atau tumor lain yang mengeluarkan ACTH. Syindrom cuhsing yang disebabkan tumor hipofisis disebut penyakit cusing. (buku ajar ilmu bedah, R. Syamsuhidayat, hal 945).

b. Sindrom cusing dapat diakibatkan oleh pemberian glukortikoid jangka panjang dalam dosis farmakologik (latrogen) atau oleh sekresi kortisol yang berlebihan pada gangguan aksis hipotalamus-hipofise-adrenal (spontan) pada sindrom cusing spontan, hiperfungsi korteks adrenal terjadi akibat ransangan belebihan oleh ACTH atau sebab patologi adrenal yang mengakibatkan produksi kortisol abnormal. (Sylvia A. Price; Patofisiologi, hal 1091)

3. Patofisiologi
Telah dibahas diatas bahwa penyebab sindrom cishing adalah peninggian kadar glukokortikoid dalam darah yang menetap. Untuk lebih memahami manifestasi klinik sindrom chusing, kita perlu membahas akibat-akibat metabolik dari kelebihan glikokorikoid.

Korteks adrenal mensintesis dan mensekresi empat jenis hormon :
a. Glukokortikoid. Glukokortikoid fisiologis yang disekresi oleh adrenal manusia adalah kortisol.

b. Mineralokortikoid. Mineralokortikoid yang fisiologis yang diproduksi adalah aldosteron.
c. Androgen.
d. Estrogen

Kelebihan glukokortikoid dapat menyebabkan keadan-keadaan seperti dibawah ini :

1. Metabolisme protein dan karbohidrat
Glukokortikoid mempunyai efek katabolik dan antianabolik pada protein, menyebabkan menurunnya kemampuan sel-sel pembentk protein untuk mensistesis protein, sebagai akibatnya terjadi kehilangan protein pada jaringan seperti kulit, otot, pembuluh darah, dan tulang.

Secara klinis dapat ditemukan :
a. Kulit mengalami atropi dan mudah rusak, luka-luka sembuh dengan lambat.

b. Ruptura serabut-serabut elastis pada kulit menyebabkan tanda regang pada kulit berwarna ungu (striae).

c. Otot-otot mengalami atropi dan menjadi lemah.

d. Penipisan dinding pembuluh darah dan melemahnya jaringan penyokong vaskule menyebabkan mudah tibul luka memar.

e. Matriks protein tulang menjadi rapuh dan menyebabkan osteoporosis, sehingga dapat dengan mudah terjadi fraktur patologis.

f. Metabolisme karbohidrat dipengaruhi dengan meransang glukoneogenesis dan menganggu kerja insulin pada sel-sel perifer, sebagai akibatnya penderita dapat mengalami hiperglikemia.

g. Pada seseorang yang mempunyai kapasitas produksi insulin yang normal, maka efek dari glukokortikoid akan dilawan dengan meningkatkan sekresi insulin untuk meningkatkan toleransi glukosa.

h. Sebaliknya penderita dengan kemampuan sekresi insulin yang menurun tidak mampu untuk mengkompensasi keadaan tersebut, dan menimbulkan manifestasi klinik DM.

2. Distribusi jaringan adiposa
a. Distribusi jaringan adiposa terakumulasi didaerah sentral tubuh
b. Obesitas
c. Wajah bulan (moon face)
d. Memadatnya fossa supraklavikulare dan tonjolan servikodorsal (punguk bison)
e. Obesitas trunkus dengan ekstremitas atas dan bawag yang kurus akibat atropi otot memberikan penampilan klasik perupa penampilan Chusingoid.

3. Elektrolit
Efek minimal pada elektrolit serum : Kalau diberikan dalam kadar yang terlalu besar dapat menyebabkan retensi natrium dan pembuangan kalium. Menyebabkan edema, hipokalemia dan alkalosis metabolik.

4. Sistem kekebalan
ada dua respon utama sistem kekebalan; yang pertama adalah pembentukan antibody humoral oleh sel-sel plasma dan limfosit B akibat ransangan antigen yang lainnya tergantung pada reaksi-reaksi yang diperantarai oleh limfosit T yang tersensitasi.

a. Glukokortikoid mengganggu pembentukan antibody humoral dan menghabat pusat-pusat germinal limpa dan jaringan limpoid pada respon primer terhadap anti gen.

Gangguan respon imunologik dapat terjadi pada setiap tingkatan berikut ini :
- Proses pengenalan antigen awal oleh sel-sel sistem monosit makrofag
- Induksi dan proleferasi limfosit imunokompeten
- Produksi anti bodi
- Reaksi peradangan
- Menekan reaksi hipersensitifitas lambat.

5. Sekresi lambung
a. Sekeresi asam lambubung dapat ditingkatkan .
b. Sekresi asam hidroklorida dan pepsin dapat meningkat.
c. Faktor-faktor protekitif mukosa dirubah oleh steroid dan faktor-faktor ini dapat mempermudah terjadinya tukak.

6. Fungsi otak
perubahan psikologik terjadi karena kelebihan kortikosteroid, hal ini ditandai dengan oleh ketidak stabilan emosional, euforia, insomnia, dan episode depresi singkat.

7. Eritropoesis
a. Involusi jaringan limfosit, ransangan pelepasan neutrofil dan peningkatan eritropoiesis.
Namun secara klinis efek farmakologis yang bermanfaat dari glukokortikoid adalah kemampuannya untuk menekan reaksi peradangan.  

Dalam hal ini glukokortikoid :
- Dapat menghambat hiperemia, ekstra vasasi sel, migrasi sel, dan permeabilitas kapiler.
- Menghambat pelapasan kiniin yang bersifat pasoaktif dan menkan fagositosis.
- Efeknya pada sel mast; menghambat sintesis histamin dan menekan reaksi anafilaktik akut yang berlandaskan hipersensitivitas yang dperantarai anti bodi.
- Penekanan peradangan sangat deperlukan, akan tetapi terdapat efek anti inflamasi yang merugikan penderita. Pada infeksi akut tubuh mungkin tidak mampu melindungi diri sebagai layaknya sementara menerima dosis farmakologik. (Sylvia A. Price; Patofisiologi, hal 1090-1091).

4. Jenis-jenis Sindrom Chusing
Sindrom cushing dapat dibagi dalam 2 jenis :

1). Tergantung ACTH
heperfungsi korteks adrenal mungkin dapat disebabkan oleh sekresi ACTH kelenjar hipofise yang abnormal berlebihan. Tipe ini mula-mula dijelaskan oleh oleh Hervey Cushing pada tahun 1932, maka keadaan ini disebut juga sebagai penyakit cushing.

2). Tak tergantung ACTH
adanya adenoma hipofisis yang mensekresi ACTH, selain itu terdapat bukti-bukti histologi hiperplasia hipofisis kortikotrop, masih tidak jelas apakah kikroadenoma maupum hiperplasia timbal balik akibat gangguan pelepasan CRH (Cortikotropin Realising hormone) oleh neurohipotalamus. (Sylvia A. Price; Patofisiologi. hal 1091)

5. Gejala Klinis
Manifestasi klinik yang sering ditemukan pada penyakit sydrom cushing antara lain obes itas sentral, gundukan lemak pada punggung, muka bulat (moon face), striae, berkurangnya massa otot dan kelemahan umum.

Tanda dan gejala lain yang dapat ditemukan pada sindrom cushing seperti atripi/kelemahan otot ekstremitas, hirsutisme (kelebihan bulu pada wanita), ammenorrhoe, impotensi, osteoporosis, atropi kulit, akne, udema., nyeri kepala, mudah memar dan gangguan penyembuhan luka. (Buku Ajar Ilmu Bedah, R. Syamsuhidayat, hal. 946).

6. Diagnosis
Adanya sindrom cushing dapat ditentukan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan jasmani yang telah dijelaskan. Diagnosis umunya ditegakkan berdasarkan kadar kortisol yang tinggi dalam plasma dan kemih. Ada juga tes-tes spesifik yang dipakai untuk menentukan adanya tidaknya irama sirkandian normal pelepasan kortisol dan mekanisme pengaturan umpan balik yang sensitif. Tidak adanya irama sirkandian dan berkurangnya atau berkurangnya kepekaan sistim pengaturan umpan balik merupakan ciri sindrom cushing.

Pemeriksaan fisiologi dapat membantu membedakan chusing hipofisis dari cusing ektopik atau cushing kortek sdrenal primer. Pada sindrom cushing ektipik dan korteks adrenal, sekresi abnormal ACTH atau kortisol biasanya tidak berubah pada peransangan ataupun penekanan untuk menguji mekanisme kontrol umpan balik negatif yang normal.

CT scan resolusi tinggi pada kelenjar hipofisis dapat menunjukkan daerah-daerah penurunan atau penigkatan densitas yang kosisten dengan mikrodema pada sekitar 30% dari penderita-penderita ini. MRI dengan koontras memberikan temuan positif pada ma yoritas penderita. CT scan kelenjar adrenal biasanya menujukkan pembesaran adrenal pada kasus sindrom cushing tergantung ACTH dan massa adrenal pada pasien dengan adenoma atai karsinoma adrenal. (Sylvia, A. Price; Patofisiologi; Hal 1092-1093).

7. Pengobatan/Teraphy
Oengibatan sindrom cushing tergantung ACTH tidak seragam, bergantung pada apakah sumber ACTH adalah hiposis atau ektopik. Beberapa pendekatan terapi dugunakan pada kasus dengan hipersekresi ACTH hipofisis. Jika dijumpai tumor hipofisis sebaiknya sdiusahakan reseksi tumor transfenoidal. Tetapi jika terdapat bukti hiperfungsi hipofisis namun tumor tidak dapat ditemukan maka sebagai gantinya dapat dilakukan radiasi kobalt pada kelenjar hipofise.

Kelebihan kortisol juga dapat ditanggulangi dengan adrenalektomi total dan diikuti pemberian kortisol dosis fisiologik atau dengan kimia yang mampu mrnghambat atau merusal sel-sel korteks adrenal yang mensekresi kortisol.

Pengobatan sindrom ACTH ektopik adalah dengan reseksi neoplasma yang mensekresi ACTH atau adrenalektomi atau supresi kimia fungsi adrenal seperti dianjurkan pada penderita sindrom cushing jenis tergantung ACTH hipofisis. (Silvia A. Price; Patofisiologi, Hal. 1093).

8. Test Diagnostik Laboratorium
a. Hiperglikemi
b. Alkalosis metabolik
c. Hipokalemia
d. Peningkatan ACTH plasma bila di test sepanjang hari
e. Peningkatan natrium serum dan plasma kortisol
f. Plasma kortisol tidak dapat sitekan dengan deksa metason
g. Hitung sel darah putih meningkat
h. Respon hiperaktif terhadap tes ransangan ACTH 8 jam
i. Peningkatan kortisol urine24 jam dan 17-hidroksil kortokosteroid
j. Peningkatan respon tergadap metapiron
(Standar Perawatan Pasien; Susan Martin Tucker, hal, 342)



B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Neurologis
- Kelabilan alam perasaan depresi sampai mania.

b. Muskuloskeletal
- Bufallo hamp
- Obesitas badan dengan ekstremitas kecil
- Penumpukan lemak supra klapikular
- Sakit pinggang
- Kehilangan otot atau kehilangan massa otot
- Osteoporosis

c. Kardiovaskuler
- Hipertensi
- Hiper tensi cairan dengan pitting udema

d. Gaster
- Polidipsia
- Peningkatan berat badan

e. Ginjal
- Poliuri

f. Metabolisme
- Gangguan penyembuhan luka
- Peningkatan kemudahan untuk terserang infeksi
- Intoleransi karbohidrat

g. Integumen
- Moon face
- Kulit tipis transparan
- Peningkatan pigmrntasi
- Mudah memar

h. Reproduksi
- Maskulinitas wanita
- Gangguan menstruasi
- Feminisasi pria
- Impotensi
- Penurunan libido

2. Diagnosa Keperawatan
a. Risiko cedera dan infeksi berhubungan dengan kelemahan dan perubahan metabilisme protein serta respon inflamasi.

b. Kurang perawatan diri; kelemahan perasaan mudah lelah, atropi otot dan perubahan pola tidur.

c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan edema, gangguan kesembuhan dan kulit yang tipis serta rapuh.

d. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan fisik, gangguan fungsi seksual dan penurunan tingkat aktivitas

e. Gangguan proses berpikir berhubungan dengan fluktuasi emosi, irritabilitas dan depresi.
(Susanne C. Smeltzer; Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, hal. 1330)

3. Kolabaratif
Berdasarkan pada data, komplikasi potensial dapat mencakup :
- Krisis addison
- Efek yang merugiakan pada aktivitas korteks adrenal

4. Intervensi dan Implementasi Keperawatan
a. Tujuan
Tujuan utama mencakup penurunan resiko cedera dan infeksi, peningkatan kemampuan untuk melaksanakan kemampuan perawatan mandiri , perbaikan fungsi mental dan tidak adanya komplikasi.

b. Intervensi Keperawatan
1). Pemantauan dan penata laksanaan komplikasi potensial
Krisiss addison. Pasien sindrom cushing yang gejalanya ditangani dengan cara menghentikan pemberian pemeberian kortikoisteroid atau dengan adrenelektomi atau pengangkatan tumor hipofisis akan beresiko mengalami hipofungasi adrenal dan krisis addisonian. Jika fungsi hormon adrenal telah tersupressi oleh kadara drenal yang tinggi dalam darah, maka atropi korteks adrenal kemungkinan akan terjadi. Apabila kadar hormon tersebut menurun dengan cepat akibat pembedahan atau penghentian terapi kortikosdteroid yang tiba-tiba, manifestasi hipofungsi adrenal dan krisis addison dapat terjadi.

Disamping itu, penderita cushin sindrom yang mengalami kejadian yang sangat menimbulkan strees seperti trauma atar operasi darurat beresiko mengalami krisis addisonian karena terdapatnya supressi jangka panjang korteks adrenal. Karena itu kondisi penderita harus dipantau dengan ketat untuk mendeteksi hipotensi , denyut nadi yang lemah dan cepat, ppucat kelemahan yang ekstrim. Pasien tersebut meungkin memerlukan pemberian infus cairan dan elektrolit serta terapi kortikosteroid.

Pasien yang mengalami trauma atau memerlukan operasi darurat memerlukan kadar kortikosteroid tambahan sebelum, selama dan setelah terapi atau operasi. Jika terjadi krisis addisonian pasien harus mendapat pengobatan untuk mengatasi kolaps sirkulasi dan syok. Identifikasi faktor-faltor yang dapat menybebkan krisis tersebut harus diupayakan.

2). Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
Status cairan dan eletrolit dipantau dengan mengukut berat badan pasien setip hari. Karena meningkatnya resikountuk mengalami intoleransi glukosa dan hiperglikemia, maka pemantauan glukosa darah harus dinilai setiap kenaikan kadar glukosa darah harus dimulai detiap kenaikan dilaporkan kepada dokter sehingga terapi dapat diberikan jika diperlukan.

3). Menurunkan risiko cedera dan infeksi
Lingkungan yang amanharus diciptakan untuk mencegah kecelakaan seperti terjatuh, fraktur dan berbagai cedera lain pada tulang serta jaringan lunak. Pasien yang sangat lemah mengkin memerlukan bantuan dan mobilisasi untuk mencegah jatuh dan membentur pada tepi perabot yang tajam.

Pertemuan dengan pengunjung, staff atau pasie yang menderita infeksi haarus dihindari. Penilaina kondisi pasien harus sering dilakukan untuk mendeteksi tanda-tanda infeksi yang tidak jelas, mengingat efek anti inflamasi dari kort ikosteroid dapat menyamarkan tanda-tanda umum infeksi dan inflamasi. Makanan yang tinggi protein, kalsium dan vitamin D harus dianjurkan untuk memperkecil kemungkinan pelisutan otot dan osteoporosis.

4). Rujukan kepada ahli diet dapat membantu pasien untuk memilih jenis-jenis makanan dan kalori.
Persiapan mengahadapi praoperatif
Pasien dipersiapkan untuk menjalani adrenalektomi, jika diperlukan, dan untuk perawatan pasca operasi, jika sindrom cushing merupakan kosekuensi dari tumor hipofisis, tindakan hipofisektomi transfenoidalis dapat dilakukan. Siabetes mellitus dan ulkus peptikum umumnya terjadi pada pasien sindrom cushing, dengan demikian pelaksanaannya harus mencakup pemantauan kadar glukosa darah serta pemeriksaan darah dalam feses, serta intervensi yang tepat.

5). Menganjurkan istirahat dan aktivitas
Kelemahan, perasaan mudah lelah dan pelisutan otot akan menyulitkan penderita sindrom cushing dalam melaksanakan aktivitas yang normal, aktivitas yang ringan harus dianjurkan untuk mencegah komplikasi akibat imobilisasi dan meningkatkan rasa percaya diri. Insomnia sering turut menimbulkan rasa cepat lelah yang dikeluhkan pasien. Waltu istirahat perlu direncanakan dan diatur intervalnya sepanjang hari. Lingkungan yang tenang dan rileks untuk istirahat tidur harus diupayakan.

6). Meningkatkan perawatan kulit
Penigkatan perawatan kulit yang cermat untuk menghindari trauma pada kulit pasien yang rapuh. Penggunaan plester perlu dihindari karena dapat menimbulkan irirtasi kulit dan luka pad kulit yang rapuh ketika plaster itu dilepas. Daerah tonjolan tulang dan kulitnya harus sering diperiksa dan pasien danjurkan serta dibantu untuk mengubah posisi dehingga kerusakan kulit dapat dicegah.

7). Memperbaiki citra tubuh
Jika penyebab sindrom cushing dapat ditangani dengan baik, perubahan fisik lain yang penting juga akan menghilang pada saatnya. Meskipun demikian, akan sangat memmbagtu apabila pasien diberi penjelasan tentang dampak yang ditimbulkan oleh perubahan tersebut terhadap konsep diri dan hubungannya dengan orang lain. Kenaikan berat badan dan edema yang terlihat pada sindrom cushing dapat dimodifikasi dengan diet rendah karbohidrat rendah natrium. Asupan protein yang tinggi dapat mengurangi sebagian gejala lain yang mengganggu.

8). Memperbaiki proses pikir
Penjelasan kepada pasien dan anggota keluarga mengenai penyabab ketidak stabilan emosi amat penting dalam membantu mereka untuk mengatasi fluktuasi emosi, irritabilitas serta depresi yang terjadi. Perilaku psikotik dapat dapat dijumpai pada beberapa pasien dan harus dileporkan. Pasien dan anggota keluarga perlu didorong utuk mengungkapkan perasaannya. (Susanne c. smeltzer, buku ajar keperawatan medikal bedah Brunner Suddart, Hal.1331)

5. Evaluasi Keperawatan
Hasil yang diharapkan :
1. Menurunkan resiko cedera dan infeksi
a. Bebas fraktur atau cedera jaringan lunak.
b. Bebas daerah ekimosis.
c. Tidak mengalami kenaikan suhu, kemerahan, rasa nyeri ataupun tanda-tanda lain infeksi serta inflamasi.

2. Meningkatkan partisipasi dalam aktivitas perawatan mandiri.
a .Merencanakan aktivitas perawatan dan latihan untuk memungkinkan periode istirahat.
b. Melaporkan perbaikan perasaan sehat.
c.  Bebas komplikasi mobilitas.

3. Mencapai/mempertahankan integritas kulit.
a. Memiliki kulit yang utuh tanpa ada bukti adanya luka atau infeksi.
b. Menunjukkan bukti berkurangnya edema pada ekstremitas dan badan.
c. Mengubah posisi dengan sering dan memeriksa bagian kukit yang menonjol setiap hari.

4. Mencapai perbaikan citra tubuh.
a. Mengutarakan perasaan tentang perubahan penampilan, fungsi seksual dan tingkat aktivitas.
b. Mengungkapkan kesadaran bahwa perubahan fisil merupakan akibat dari pemberian kortikosteroid yang berlebihan.

5. Memperlihatkan perbaikan fungsi mental.

6. Tidak adanya komplikasi.
a. Memperlihatkan tanda-tanda vital serta berat badan yang normal serta bebas dari gejala krisis sddisonian.
b. Mengidentifikasi tanda-tanda dan gejala hipofungsi korteks adrenal yang harus dilaporkan dan menyatakan tindakan yang akan diambil pada keadaan salit serta stress berat
c. Mengidentifikasi strategi untuk memperkecil komlikasi sindrom cusing.
d. Mematuhi anjuran untuk pemeriksaan tindakan lanjut.
(Susanne c. smeltzer, buku ajar keperawatan medikal bedah Brunner Suddart, Hal1331)

6. Diagniosa Keperawatan & Intevensi berdasarkan penyimpangan KDM
1). Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan muskuloskeletal, integumen, dan seksual reproduksi.

Intervensi :
a. Pertahankan lingkungan kondusif untuk membicarakan proses perubahan citra tubuh
b. Diskusikan perasaan yang berhubungan dengan perubahan yang dialami oleh pasien
c. Kaji pasien dengan mengidentifikasi dan mengembangkan kekuatan personal serta mekanisme koping untuk mengatasi masalah perubahan fisik
d. Berikan informasi tentang kemungkinan dapat pulihnya gejala pada perubahan fisik.
e. Kaji cara berpakaian untuk meningkatkan higiene personal, tindakan pemotongan bulu, rambut, pakaian yang menarik
f. Hargai keinginan pasien untuk privacy
g. Bersikap sensitif terhadap kebutuhan.
h. Buat waktu luang untuk setiap shift untuk mendengarkan secara aktif dan dukungan emosi
i. Konsulkan kepada ahli keperawatan jiwa.

Hasil yang diharapkan/evaluasi :
- Membicarakan perasaan tentang perubahan dalam penampilan
- Mengungkapkan pengetahuan bahwa gejala kekambuhan akan terjadi dengan pengobatan
- Melakukan higiene harian
- Meningkatkan penampilan melalui penggunaan kosmetik yang bijaksana dan pakaian yang sesuai.

2). Potensial terhadap infeksi berhubungan dengan gangguan respon imun.

Intervensi :
a. Pantau suhu tubuh dan tanda dan atau gejala infeksi lainnya setiap 4 jam
b. Intruksikan pasien berbalik, batuk dan nafas dalamsetiap 2 jam sementara tirah baring
c. Hindari proses invsif yang tidak diperlukan (pemasangan kateter urine)
d. Gunakan tekhinik sterilketika menangani semua lesi kulit, slang drain, atau sisi pungsi intara vena
e. Lakukan pemeriksaan kultur pada luka atau sekresiyang mencurigakan
f. Pertahan kan status nutrisi yang adekuat
g. Hindari penempatan pasien dalam ruangan dengan orang lain yang secara potensial dapat menulari pasien.
h. Hindari personil dengan ispa atau infeksi lain untuk memberikan perawartan pada klien, pantau pengunjung terhadap tanda infeksi dan batasi sesuai kebutuhan , atau ajarkan cara mencucitangan dan menggunakan masker sebelum berkunjung

Hasil yang diharapkan :
- Suhu tubuh dalam batas normal; tidak terdapat infeksi pada integumen, pernafasan, dan sistem ginjal.

3). Potensial untuk terjadinya gangguan integritas kulit berhubungan dengan mudah rusaksnya kapiler atau penipisan kulit

Intervensi :
a. Kaji terhada kemerahan atau kerusakanan kulit setiap 8 jam, bila pasien menjalanai tirah baring kaji setiap 4 jam
b. Berikatan perawatan kulit perawatan kulit pada titik tekanan setiap 4 jam sesuai kebutuhan
c. Gunakakan minyak atau solluision untuk air mandi, bilas dan keringkan dengan baik
d. Hindari penggunaan sabun yang keras dan handuk yang kasar
e. Baringkan pasien pada matras atau tempat anti decubitus
f. Bantu dan berikan dorongan pasien untuk mengubah posisi dengan sering, ajarkan dan bantu pasien saaat melakukan rentang gerak, ambulasi sesering mungkin, instruksikan klien untuk hindari duduk lebih dari 1 jam.

Hasil yang diharapkan / rasional :
- Kulit tetap ututh tanpa bukti-bukti kemerahan.

4.) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan muskuloskeletal karena peningkatan katabolisme protein

Intervensi :
a. Biarkan pasien sesuai keiinginannya, gunakan pagar tempat tidur dan trapez diatas kepala
b. Selingi aktivitas dengan waktu istirahat untuk membantu peningkatan toleransi
c. Kaji dan berikan bantuan untuk ambulasi (alat bantu jalan, tulang) sesuai kebutuhan
d. Antisipasi kebutuhan akan bantuan dengan aktivitas sehari-hari, berpakaian, toileting, memberikan makanan,memebrikan barang-barang, yang dibutuhkan dalam jangkauan yang mudah untuk diraihuntuk mengurangi penggunaan energi
e. Batasi aktivitas sampai tingkat toleransi pasien.
f. Hentikan aktivitas pada saat pertama kali terlihat tanda intoleran, Takikardi, dyspnea, kelelahan.
g. Beilan dorongan untuk meningkatkan aktivitas sesuai toleransi, tetapi mencaribantuan bila terjadi gejala intoleran.

Hasil yang diharapkan/evaluasi :
- Meningkatkan keiikut sertaan dalam perawatan diri dan aktivitas sehari-hari.
- Melaporkan berkurangnya perasaan kelemahan/ keletihan.

5.) Perubahan proses berfikir berhubungan dengan kelebihan sekresi kortisol.

Intervensi :
a. evaluasi metode koping yang lalu dan saat ini.
b. Berikan dorongan untuk membicarakan tentang perasaan kehilangan kontrol.
c. Diskusikan reaksi yang melewati batas terhadap peristiwa dan metode untuk koping selanjutnya.
d. Jelaskan bahwa lonjatan alam perasaan tersebut dapat diatasi dengan pengobatan.
e. Ajarkan dan bantu dalam melakukan teknik relaksasi.
f. Beikan lingkungan yang tenang, stabil dan tanpa stress.
g. Konsisten dengan waktu dan saat melaukuan aktivitas dan prosedur.
i. Cegah situasi yang dapat menyebabkan kemarahan emosisonal.j. Rencanakan perawatan dengan pasien antisipasi kebutuhan.
k. Orientsikan pasien pada lingkungan sesuai kebutuhan.
l. Jelaskan prosedur dengan lambat dan jelas, ulangi bila perlu.

Hasil yang diharapkan/evaluasi :
- Pasien sadar dan berorintasi
- Membicarakan perasaan dengan mudah.
- Mengenali respon yang tidak sesuai terhadap situasi dan mebicarakan rencana untuk menagani respon tersebut.

6.) Kelebihan volume cairan sehubungan dengan sekresi kortisol yang berlebihan menyebakan retensi air dan natrium.

Intervensi :
a. pantau terhadap nilai-nilai elektrolit setiap 4 jam sampai 8 jam dan laporkan temuan abnormal pada dokter.
b. Pantau madukan dan haluaran setiap 4 jam
c. Timbang berat badan pasien setiap hari. Pada waktu yang sama, laporkan prningkatan berat badan.
d. Hindari masukan cairan yang berlebihan bila pasien mengalami hipernatremia.
e. Pantau EKG terhadap abnormalitas yang berhubungan dengan ketidak seimbangan elektrolit, biasanya hipernatremia dan hiper kalemia.
f. Pantau tekanan darah , nadi dan bunyi nafas setiap 4 jam laporkan perubahan yang signifikan dari nilai dasar pasien.
g. Kaji area edema dependen.
h. Berikan perawatan kulituntuk erea yang mengalami edema, balikkan dan ubah posisi setiap 2 jam.
i. Pertahankan diet tinggi protein, tinggi kalium, rendah natrium, mengurangi kalori.

Hasil yang diharapkan/evaluasi :
- Tanda-tanda vital dan elektrolit dalam batas normal untuk pasien, masukan dan haluaran seimbang, berat badan stabil dan dalam batas normal bagi pasien, tidak ada bukti adanya edema.

7). Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang proses penyakit, pengobatan dan perawatan diri.

Intervensi :
a. Jelaskan konsep dasar tentang penyakit .
b. Diskusikan alasan terjadinya perubahan fisik dan emosional.
c. Diskusikan dan berikan informasi tertulis tentang diiet rendah natrium.
d. Jelaskan pentingnya mempertahankan lingkungan yang aman dan keseimbagan aktivitas dan istirahat.
e. Ajarkan nama obat-obatan , dosis, waktu dan cara pemberian, tujuan, efek samping dan efek toksik.
f. Jelaskan pelunya menghindari obat yang dijual bebas tanpa mengkonsultadikan dengan dokter.
g. Tekankan pentingnya melakukan perawatan rawat jalan berkelanjutan.

Hasil yang diharapkan/evaluasi :
- Pasien orang terdekat mengungkapkan pengertian tentang proses penyakit, perinsip perawatan dirumah dan perawatan tindak lanjut, dan rencanakan terapi radiasi atau operasi.



Daftar Pustaka
R. Syamsuhidayat Buku Ajar Ilmu Bedah; EGC; Jakarta; 1997.
Sylvia A. Price; Patofisiolgi Konsep klinis Proses-Proses Penyakit ; EGC; Jakarta; 1994
Susanne C. Smeltzer; Buku Ajar Medikal Bedah Brunner-Suddart; EGC; Jakarta; 1999.
Susan Martin Tucker;Standar Perawatan Pasien; EGC; jakarta.


Askep Klien Dengan Miopia Tumor Maksilla

A. Landasan Teori

1. Pengertian

Tumor yang telah diangkat 
 
Pengertian tumor secara umum : suatu pertumbuhan sel-sel abnormal yang cenderung menginvasi jaringan sekitarnya dan menyebar ke tempat-tempat jauh.

Pengertian tumor secara khusus : suatu pertumbuhan yang terjadi di maksillaris yang cenderung mengimvasi jaringan sekitarnya dan bermetastase ketempat-tempat jauh.

2. Etiologi
a. Cara dan mekanisme terjadinya tumor disebut karsinogenesis.

b. Penyebabnya belum diketahui secara pasti.

c. Perubahan dari sel normal menjadi sel tumor dipengaruhi oleh banyak faktor (multi faktor) dan bersifat individual atau tidak sama pada setiap orang.

d.  Bahan kimia
Berbagai bahan kimia dapat merangsang sel-sel untuk meningkatkan atau menurungkan tingkat reproduksi sel diantaranya : 
- INTERLEUKIN yang dikeluarkan oleh sel sistem immun merangsang proliferasi sel. 
- INTERMIN yang dihasilkan oleh sel-sel yang terinfeksi virus dan sel-sel sistem immun dan peradangan dapat mempengaruhi kecepatan reproduksi berbagai sel tubuh.

3. Patofisiologi
Tumor menyebar secara lokal sewaktu tonjolan-tonjolan mencederai dan mematikan sel-sel yang disekitarnya. Tumor yang sedang tumbuh dapat mematikan sel-sel sekitarnya dengan menekan sel-sel tersebut atau dengan menghancurkan suplai darah dan mengeluarkan bahan kimia serta enzim yang menghancur kan integritas membran sel disekitarnya, sehingga sel tersebut mengalami lisis dan kematian. Setelah sel-sel disekitarnya mati tumpor dapat dengan mudah tumbuh untuk menempati ruang yang ditinggalkan.

4. Manifestasi Klinis
a. Peninggian atau peningkatan tekanan intrakranial
b. Ataksia
c. Perubahan tingkah laku
d. Paralisis saraf kranial
e. Adanya massa
f. Nyeri bila ada metastasis
g.Pertumbuhan polipoid

Gejala akibat pengobatan :
a. Tindakan pembedahan : nyeri pasca bedah, ileus paralitik, gangguan nutrisi, mutilasi

b. Kemoterapi : pansitopenia, imunosupresi, gangguan metabolik, alopesia, muntah, peningkatan berat badan, mukositis, konstipasi, pankreatitis, dan kardiotoksik

c. Radioterapi : reaksi kulit dan mukositis, mual dan muntah, pertumbuhan yang terlambat, kerusakan otak, sindrom somnolen pascaradiasi, alopesia, kegagalan kelenjar eksokrin dan endokrin.

5. Penatalaksanaan
a. Pembedahan
b. Terapi radiasi
c. Kemoterapi

6. Komplikasi
a. Infeksi
Sering terjadi pada stadium lanjut pada para pengidap tumor.

b. Kematian
Hasil akhir dari tumor yang tumbuh akan menghancurkan sel-sel yang hidup.

7. Pencegahan
a. Menghindari merokok
b. Makanan yang kaya buah dan rendah lemak
c. Meghindari penyakit menular seksual
d. Uji penapisan secara dini
e. Deteksi dini yang sudah ada


B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
Data dasar pengkajian pada pasien tumor yaitu :

a. Aktifitas atau istirahat
Gejala : kelemahan atau keletihan
Perubahan pada pola istirahat dan jam kebiasan tidur pada malam hari, adanya faktor-faktor yang mempengaruhi : nyeri, ansietas dan berkeringat pada malam hari.

b. Sirkulasi
Gejala : palpitasi, nyeri dada pada saat beraktifitas.
Kebiasaan : perubahan pada tekanan darah. 

c. Integritas ego
Gejala : faktor stress dan cara mengatasi stress
Masalah tentang perubahan dalam penampilan misalnya : alopesia, lesi cacat, pembedahan, penyangkal diagnosa, perasaan tidak berdaya.
Tanda : menyangkal, menarik diri dan marah.

d. Makanan dan cairan
Gejala : perubahan pada pola defekasi misalnya : darah pada feses, nyerei pada defekasi, dan perubahan pada eliminasi urinarius.
Tanda : perubahan pada bising usus, distensi abdomen.

d. Neurosensori
Gejala : pusing.

e. Nyeri dan kenyamanan
Gejala : tidak ada nyeri atau derajat bervariasi misalnya ketidaknyamanan ringan sampai nyeri berat.

f. Pernapasan
Gejala : Merokok, pemajanan abses.

g. Keamanan
Gejala : Pemajanan pada kimia toksik, karsinogen.
Tanda : demam dan ruang kulit.

h. Seksualitas
Gejala : masalah seksual misalnya:dampak pada hubungan, perubahan pada tingkat kepuasan dan herpes genital.

i. Interaksi sosial
Gejala : ketidak adekuatan atau kelemahan sistem pengdukung, riwayat perkawinan, masalah tentang fungsi / tanggung jawab peran.

2. Diagnosa Keperawatan
1). Nyeri berhubungan dengan adanya pertumbuhan jaringan yang abnormal.
2). Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan anatomi wajah.
3). Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum
4). Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
5). Kecemasan berhubungan dengan proses penyakirnya.

3. Intervensi Keperawatan
Sasaran utama untuk pasien mencangkup perbaikan pada kondisi membran mukosa oral, perbaikan pada masukan nutrisi, mendapatkan citra diri yang positif, mendapatkan kenyamanan, perubahan metode komunikasi, tidak adanya infeksi, pemahaman tentang penyakit dan pengobatannya.

4. Implementasi Keperawatan
a. Peningkatan perawatan mulut
Dimaksudkan untuk mengidentifikasi pasien yang berisiko mengalami komplikasi oral dan membantu pasien menurunkan komplikasi. Adanya gangguan membran mukosa oral dihubungkan dengan pengobatan diberikan pada perawatan primer. 

b. Menjamin masukan makanan dan cairan adekuat
Perawat menganjurkan perubahan dalam konsistensi makanan dan frekuensi makan, berdasarkan pada kondisi penyakit dan pilihan pasien.

c. Mendukung citra diri positif
Perawat harus menentukan ansietas mayor pasien dengan memperhatikan hubungan interpersonal. 

d. Meminimalkan ketidaknyamanan dan nyeri.
Perawat menganjurkan untuk menghindari makanan yang merangsang.

e. Meningkatkan komunikasi efektif
f. Meningkatkan kontrol infeksi
g. Pendidikan pasien dan pertimbangan perawatan dirumah. 

5. Evaluasi Keperawatan
a. Menunjukkan bukti membran mukosa oral utuh.
1. Bebas dari nyeri dan ketidaknyamanan rongga oral
2. Tidak terlihat perubahan pada integritas membran.
3. Mengidentifikasi dan menghindari makanan yang mengiritasi
4. Menyebutkan tindakan yang perlu untuk perawatan mulut prefentif
5. Mentaati program pengobatan.
6. Membatasi atau menghindari penggunaan alkohol dan tembakau.

b. Mencapai dan mempertahankan berat badan yang diinginkan 

c. Mempunyai citra diri positif
1. Mengungkapkan ansietas.
2. Mampu menerima perubahan dan mengubah konsep diri dengan sesuai

c. Mengungkapkan bahwa nyeri tidak ada atau dapat ditoleransi, menghindari makanan dan cairan yang menyebabkan ketidaknyamanan.

d. Mengalami penurunan rasa takut yang berhubungan dengan nyeri, isolasi, dan ketidakmampuan mengatasi
1. Menerima bahwa nyeri akan teratasi bila tidak di hilangkan.
2. Mengekspresikan dengan bebas rasa takut dan masalahnya
.
e. Bebas dari infeksi
1. Menunjukkan nilai-nilai laboratorium normal.
2. Tidak demam.
3. Melakukan hygiene oral setiap setelah makan dan pada saat tidur.

f. Mendapatkan informasi tentang proses penyakit dan program pengobatan.



Daftar Pustaka
1. Brunner and suddart. 2000. Keperawatan medical bedah volume 2. Edisi 8. Jakarta: EGC.
2. Crowin Elizabet.J. 2000. Patofisiologi, Jakarta, EGC.
3. Swearingen. 2000. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 2 Jakarta: EGC.
4. Marylyn E Doengoes, mary Friences 1992. Rencana Asuhan Keperawatan edisi, 3 EGC, jakarta
5. Brenda G. Bare , 2001. buku ajar KMB, Edisi 8 Vol I EGC Jakarta.


Kamis, 28 April 2011

Askep Klien Dengan Hipoglikemia (Bag.1)

Pada awalnya tubuh memberikan respon terhadap rendahnya kadar gula darh dengan melepasakan epinefrin (adrenalin) dari kelenjar adrenal dan beberapa ujung saraf. Epinefrin merangsang pelepasan gula dari cadangan tubuh tetapi jugamenyebabkan gejala yang menyerupai serangan kecemasan (berkeringat, kegelisahan, gemetaran, pingsan, jantung berdebar-debar dan kadang rasa lapar). Hipoglikemia yang lebih berat menyebabkan berkurangnya glukosa ke otak dan menyebabkan pusing, bingung, lelah, lemah, sakit kepala, perilaku yang tidak biasa, tidak mampu berkonsentrasi, gangguan penglihatan, kejang dan koma. Hipoglikemia yang berlangsung lama bisa menyebabkan kerusakan otak yang permanen. Gejala yang menyerupai kecemasan maupun gangguan fungsi otak bisa terjadi secara perlahan maupun secara tiba-tiba. Hal ini paling sering terjadi pada orang yang memakai insulin atau obat hipoglikemik per-oral. Pada penderita tumor pankreas penghasil insulin, gejalanya terjadi pada pagi hari setelah puasa semalaman, terutama jika cadangan gula darah habis karena melakukan olah raga sebelum sarapan pagi. Pada mulanya hanya terjadi serangan hipoglikemia sewaktu-waktu, tetapi lama-lama serangan lebih sering terjadi dan lebih berat.
Hipoglikemia paling sering disebabkan oleh insulin atau obat lain (sulfonilurea) yang diberikan kepada penderita diabetes untuk menurunkan kadar gula darahnya.
Jika dosisnya lebih tinggi dari makanan yang dimakan maka obat ini bisa terlalu banyak menurunkan kadar gula darah.
Hipoglikemia kadang terjadi pada penderita kelainan psikis yang secara diam-diam menggunakan insulin atau obat hipoglikemik untuk dirinya. 
Hipoglikemia juga bisa terjadi akibat gagal ginjal atau gagal jantung, kanker, kekurangan gizi, kelainan fungsi hipofisa atau adrenal, syok dan infeksi yang berat.
Penyakit hati yang berat (misalnya hepatitis virus, sirosis atau kanker) juga bisa menyebabkan hipoglikemia.
    A. Konsep Dasar Hipoglikemi


   1. Pengertian
     Hipoglikemia adalah keadaan dengan kadar glukosa darah dibawah 60 mg/dl, yang merupakan komplikasi potensial terapi insulin atau obat hipoglikemi oral.( Hudak / Galu)
     Hipoglikemia adalah suatu keadaan dimana kadar gula darah hingga dibawah 60 mg/dl secara abnormal rendah. ( http :/ www. Indonesiasehat. Com )
    2. Etiologi
    -Regimen insulin yang tidak fisiologis.
    -Overdosis insulin atau sulfonylurea
    -Tidak makan
    -Tidak mengkonsumsi kudapan yang telah direncanakan
    -Gerak badan tanpa kompensasi makanan
    -Penyakit ginjal stadium akhir
    -Penyakit hati stadium akhir
    -Konsumsi alcohol
    -Kebutuhan insulin
 -Penyembuhan dari keadaan stress
 -Penggunaan zat – zat hipoglikemia
3. Patofisiologi 
  Ketergantungan otak pada setiap saat pada glukosa yang disuplai oleh sirkulasi diakibatkan oleh ketidakmampuan otak untuk membakar asam lemak yang panjang, kurangnya simpanan glukosa sebagai glukogen didalam otak orang dewasa dan ketidaksetiaan keton dalam fase makan atau kondisi post absortif. Saat gula daran turun, tiba – tiba otak mengendali defisiensi energinya setelah kadar serum menurun jauh dibawah sekitar 45mg/dl.


  4.  Tanda dan Gejala Klinis
                               - Gejala adrenergic atau system syaraf otonom :
ü   Pucat
ü   Diahforesis
ü   Takikardi
ü   Rasa lapar
ü   Palpitasi
ü   Tremor halus
ü   Gugup
ü   Cepat marah
ü   Parestisia pada bibir dan Jari
ü   Piloereksi
                                 - Gejala Neuroglikopenia atau system syaraf pusat :
ü   Sakit kepala
ü   Konfulsi
ü   Parestesis sirkumoral
ü   Merasa lelah
ü   Bicara tidak jelas
ü   Diplopia
ü   Emosi labil
ü   Sering menguap
ü   Gerakan spastic pada tungkai bawah
ü   Kejang dan koma
                                  - Perubahan Psikis karena hipoglikemia :
ü   Depresi dan iritabel
ü   Ngantuk pada jam bangun dan malam hari tidak bias tidur
ü   Tidak mampu kosentrasi
                                 - Gejala karena efek hipoglikemik pada system muskuler :
ü   Lemah
ü   Mudah capek



5. Pemeriksaan Diagnostik
Ø      Tes glukosa darah melalui finger – stick
Ø      Hemoglobin glikosilat bisa normal atau tinggi
Ø      Lipid serum bisa normal atau abnormal
Ø      Keton  bias negative atau positif
Ø      Dasar  diagnosis terbukti hipoglikemi dipakai trias whipple :
o       Hipoglikemi dengan gejala – gejala syaraf pusat, psikiatrik,  vasomotrik.
o       Penentuan kadar glukosa darah berulang ditemukan dengan harga < 50mg %.
o       Gejala akan hilang dengan pemberian glukosa.
6.  Penatalaksanaan
1)      Bila pasien sadar atau fase adrenergic, beri karbohidrat 15g ( 3 tablet glukosa atau 120cc jus buah tanpa gula atau 3 permen atau 3 sendok makan glukosa atau 6 ons minuman cola, dan 6 ons jus jeruk ).
2)   Bila pasien tidak sadar atau fase neurologic, beri 1 ampul 50% dextrose ( iv bolus ) atau D40%, 25 – 50cc iv, cairan ruwatan D10 – hipoglikemi menghilang.
              3)    Mencari dan mengobati penyakit dasar.


B. Askep Secara Teori Pada Hipoglikemia
    1. Pengkajian
o       Biodata
o       Riwayat Penyakit Sekarang
o       Riwayat Penyakit Dahulu
o       Riwayat Penyakit Keluarga
o       Kardiovaskuler
o       Neurovaskuler
o       Gastrointestinal
o       Urinarius
o       Seksual
o       Penglihatan Kabur
   
    2. Diagnosa Keperawatan
a.   Resiko kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan poliuria, asupan kurang, dan kurang pengetahuan.
b.  Kelelahan yang berhubungan dengan nutrisi yang tidak adekuat ( dari keadaan glikemik ) dan kelamahan otot.
c.   Perubahan nutrisi kurang atau lebih dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan perubahan metabolisme, dan kurang asupan makanan.
d.   Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis, dan kebutuhan kebutuhan.
e.   Resiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan glukosa darah yang tinggi.
f.    Ketakutan yang berhubungan dengan penyakit kronis yang berlangsung selama hidup, perubahan pola hidup, pemakaian insulin, dan kehilangan pekerjaan.
g.  Defisit pengetahuan tentang penyakit DM, obat serta efek dan efek samping, keterampilan perawatan diri ( injeksi insulin dan  HBGM ( memantau glukosa darah dirumah ), diet, aktivitas yang berhubungan dengan tidak ada informasi baru tentang DM, serta pengobatannya.
h.   Resiko terhadap infektif penatalaksanaan regimen terapeutik ( individual ).
  
3. Intervensi Keperawatan
     Kriteria Hasil
Õ      Menunjukan tanda – tanda keseimbangan cairan
Õ      Rasa lelah berkurang dengan skala 0 – 5
Õ      Resiko infeksi berkurang
Õ      Menunjukan tanda nutrisi yang adekuat
Õ      Rasa cemas  berkurang
Õ      Memperoleh pengetahuan yang cukup
      Intervensi
À      Memperbaiki status cairan
À      Mempertahankan nutrisi yang adekuat
À      Mengurangi kelelahan
À      Menghindari infeksi
À      Mengurangi rasa cemas atau takut
À      Memberi pengetahuan
 
  4. Evaluasi Keperawatan
Z    Keseimbangan cairan membaik
Z    Kelelahan berkurang dan tidak merasa lelah
Z    Resiko infeksi berkurang
Z   Nutrisi yang adekuat dan dapat mempertahankan berat badan dan dapat memilih makanan, jumlah, dan distribusi makanan yang cocok.
Z    Rasa takut atau cemas berkurang
Z    Memperoleh pengetahuan yang cukup 

Daftar Pustaka
Rumahorbo Hotma , S.kep. 1999. “ Asuhan Keperawatan Klien dengan Sistem Endokrin “. Jakarta : EGC.
Baradero Mary , SPC , MN. 2009.”  Seri Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Endokrin “. Jakarta : EGC. 
Gallo & Hundak. 1996. “Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik Volume II ”. Jakarta : EGC.

Rabu, 16 Februari 2011

Askep Klien Dengan Morbus Basedow

A.  Landasan Teori

1. Pengertian
Penyakit basedow atau lazim juga disebut sebagai penyakit graves merupakan penyakit yang sering dijumpai pada orang muda akibat daya peningkatan produksi tiroid yang ditandai dengan peningkatan penyerapan yodium radioaktif oleh kelenjar tiroid.

 Morbus Basedow

2. Etiologi
Diduga akibat peran antibodi terhadap peningkatan produksi tiroid serta adanya adenoma tiroid setempat (suatu tumor) yang tumbuh di dalam jaringan tiroid dan ensekresikan banyak sekali hormon tiroid.
 
3. Patofisiologi
Pada kebanyakan penderita hipertiroidisme, kelenjar tiroid membesar dua sampai tiga kali dari ukuran normalnya, disertai dengan banyaknya hiperplasia dan lipatan – lipatan sel – sel folikel ke dalam folikel, sehingga jumlah sel – sel ini lebih meningkat berapa kali dibandingkan dengan pembesaran kelenjar. Setiap sel meningkatkan kecepatan sekresinya beberapa kali lipat.

Perubahan pada kelenjar tiroid ini mirip dengan perubahan akibat kelebihan TSH. Pada beberapa penderita ditemukan adaya beberapa bahan yang mempunyai kerja mirip dengan TSH yang ada di dalam darah. Biasanya bahan – bahan ini adalah antibodi imunoglobulin yang berikatan dengan reseptor membran yang sama degan reseptor membran yang mengikat TSH. Bahan – bahan tersebut merangsang aktivasi terus – menerus dari sistem cAMP dalam sel, dengan hasil akhirnya adalah hipertiroidisme.

4. Gambaran Klinik
1) Berat badan menurun
2) Eksoftalmus.
3) Palpitasi, takikardia.
4) Nafsu makan meningkat.
5) Tremor (jari tangan dan kaki)
6) Telapak tangan panas dan lembab
7) Takikardia, denyut nadi kadang tidak teratur karena fibrilasi atrium, pulses seler
8) Gugup, mudah terangsang, gelisah, emosi tidak stabil, insomnia.
9) Gondok (mungkin disertai bunyi denyut dan getaran).
10) Dispnea
11) Berkeringat
12) Diare
13) Kelelahan otot 
14) Oligomenore/amenore

5. Pemeriksaan diagnostik
a) Tes ambilan RAI: meningkat.
b) T4 dan T3 serum: meningkat
c) T4 dan T3 bebas serum: meningkat
d) TSH: tertekan dan tidak berespon pada TRH (tiroid releasing hormon)
e) Tiroglobulin: meningkat
f) Stimulasi TRH: dikatakan hipertiroid jika TRH dari tidak ada sampai meningkat setelah pemberian TRH
g) Ambilan tiroid131: meningkat
h) Ikatan proein iodium: meningkat
i) Gula darah: meningkat (sehubungan dengan kerusakan pada adrenal).Kortisol plasma: turun (menurunnya pengeluaran oleh adrenal).
j) Fosfat alkali dan kalsium serum: meningkat.
k) Pemeriksaan fungsi hepar: abnormal
l) Elektrolit: hiponatremi mungkin sebagai akibat dari respon adrenal atau efek dilusi dalam terapi cairan pengganti, hipokalsemia terjadi dengan sendirinya pada kehilangan melalui gastrointestinal dan diuresis.
m) Katekolamin serum: menurun.
n) Kreatinin urine: meningkat
o) EKG: fibrilasi atrium, waktu sistolik memendek, kardiomegali.

 
6. Penanggulangan
Terapi penyakit graves dtujukan kepada pengendalian stadium tirotoksikosis dengan pemberian antitiroid seperti propiltiourasil (PTU) atau karbimasol. Terapi definitif dapat dipilih antara pengobatan antitiroid jangka panjang, ablasio dengan yodium radioaktif atau tiroidektomi subtotal bilateral.

Indikasi tindakan bedah adalah:
1) perlu mencapai hasil definitif cepat.
2) Keberatan terhadap antitiroid .
3) Penanggulangan dengan antitiroid tidak memuaskan
4) Struma multinoduler dengan hipertiroidi
5) Nodul toksik soliter

 
B. Asuhan Keperawatan
 
1. Pengkajian
Data dasar pada pengkajian pasien dengan morbus basedow adalah:
1) Aktivitas/istirahat
a) Gejala: insomnia, sensitivitas meningkat, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan berat.
b) Tanda: Atrofi otot.

2) Sirkulasi
a) Gejala: palpitasi, nyeri dada (angina).
b) Tanda: disritmia (Fibrilasi atrium), irama gallop, murmur, peningkatan tekanan darah dengan tekanan nada yang berat, takikardia saat istirahat, sirkulasi kolaps, syok (krisis tirotoksikosis).

3) Eliminasi
a) Gejala: urine dalam jumalh banyak, perubahan dalam feses (diare).

4) Integritas ego
a) Gejala: Mengalami stres yang berat baik emosional maupun fisik.
b) Tanda: Emosi labil (euforia sedang sampai delirium), depresi.

5) Makanan/cairan
a) Gejala: Kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan meningkat, makan banyak, makannya sering, kehausan, mual dan muntah.
b) Tanda: Pembesaran tiroid, goiter, edema non pitting terutama daerah pretibial.

6) Neurosensori
a) Tanda: Bicaranya cepat dan parau, gangguan status mental dan perilaku, seperti: bingung, disorientasi, gelisah, peka rangsang, delirium, psikosis, stupor, koma, tremor halus pada tangan, tanpa tujuan, beberapa bagian tersentak – sentak, hiperaktif refleks tendon dalam (RTD).

7) Nyeri/kenyamanan
a) Gejala: nyeri orbital, fotofobia.

8) Pernafasan
a) Tanda: frekuensi pernafasan meningkat, takipnea, dispnea, edema paru (pada krisis tirotoksikosis).

9) Keamanan
a) Gejala: tidak toleransi teradap panas, keringat yang berlebihan, alergi terhadap iodium (mungkin digunakan pada pemeriksaan).
b) Tanda: suhu meningkat di atas 37,40C, diaforesis, kulit halus, hangat dan emerahan, rambut tipis, mengkilat, lurus, eksoftalmus: retraksi, iritasi pada konjungtiva dan berair, pruritus, lesi eritema (sering terjadi pada pretibial) yang menjadi sangat parah.

10) Seksualitas
a) Tanda: penurunan libido, hipomenore, amenore dan impoten.

11) Penyuluhan/pembelajaran
a) Gejala: adanya riwayat keluarga yang mengalami masalah tiroid, riwayat hipotiroidisme, terapi hormon toroid atau pengobatan antitiroid, dihentikan terhadap pengobatan antitiroid, dilakukan pembedahan tiroidektomi sebagian, riwayat pemberian insulin yang menyebabkan hipoglikemia, gangguan jantung atau pembedahan jantung, penyakit yang baru terjadi (pneumonia), trauma, pemeriksaan rontgen foto dengan kontras.

2. Diagnosa Keperawatan
1) Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung b/d hipertiroid tidak terkontrol, keadaan hipermetabolisme; peningkatan beban kerja jantung; , perubahan dalam arus balik vena dan tahan vaskuler sistemik; perubahan frekuensi, irama dan konduksi jantung.
2) Kelelahan b/d hipermetabolik dengan peningkatan kebutuhan energi; peka rangsang dari saraf sehubungan dengan gangguan kimia tubuh.
Data penunjang: mengungkapkan sangat kekurangan energi untuk mempertahankan rutinitas umum, penurunan penampilan, labilitas/peka rangsang emosional, gugup, tegang, perilaku gelisah, kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi.
3) Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d peningkatan metabolisme (peningkatan nafsu makan/pemasukan dengan penurunan berat badan); mual muntah, diare; kekurangan insulin yang relatif, hiperglikemia.
4) Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas jaringan b/d perubahan mekanisme perlindungan dari mata; kerusakan penutupan kelopak mata/eksoftalmus.

3. Perencanaan Keperawatan

1) Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung b/d hipertiroid tidak terkontrol, keadaan hipermetabolisme; peningkatan beban kerja jantung; , perubahan dalam arus balik vena dan tahan vaskuler sistemik; perubahan frekuensi, irama dan konduksi jantung.
Tujuan asuhan keperawatan: mempertahankan curah jantung yang adekuat sesuai dengan kebutuhan tubuh yang ditandai dengan tanda vital stabil, denyut nadi perifer normal, pengisisan kapiler normal, stauts mental baik, tidak ada disritmia.
Rencana tindakan dan rasional:
 
1. Mandiri
a) Pantau tekanan darah pada posisi baring, duduk dan berdiri jika memungkinkan. Perhatikan besarnya tekanan nadi.
• Hipotensi umum atau ortostatik dapat terjadi sebagai akibat vasodilatasi perifer yang berlebihan dan penurunan volume sirkulasi. Besarnya tekanan nadi merupakan refleksi kompensasi dari peningkatan isi sekuncup dan penurunan tahanan sistem pembuluh darah.
b) Pantau CVP jika pasien menggunakannya.
• Memberikan ukuran volume sirkuasi yang langsung dan lebih akurat dan mengukur fungsi jantung secara langsung.
c) Periksa/teliti kemungkinan adanya nyeri dada atau angina yang dikeluhkan pasien.
• Merupakan tanda adanya peningkatan kebutuhan oksigen oleh otot jantung atau iskemia.
d) Kaji nadi atau denyut jantung saat pasien tidur.
• Memberikan hasil pengkajian yang lebih akurat terhadap adanya takikardia.
e) Auskultasi suara antung, perhatikan adanya bunyi jantung tambahan, adanya irama gallop dan murmur sistolik.
• S1 dan murmur yang menonjol berhubungan dengan curah jantung meningkat pada keadaan hipermetabolik, adanya S3 sebagai tanda adanya kemungkinan gagal jantung.
f) Pantau EKG, catat dan perhatikan kecepatan atau irama jnatung dan adanya disritmia.
• Takikardia merupakan cerminan langsung stimulasi otot jantung oleh hormon tiroid, dsiritmia seringkali terjadi dan dapt membahayakan fungsi antung atau curah jantung.
g) Auskultasi suara nafas, perhatikan adanya suara yang tidak normal.
• Tanda awal terjadinya kongesti paru yang berhubungan dengan timbulnya gagal jantung.
h) Pantau suhu, berikan lingkungan yang sejuk, batasi penggunaan linen/pakaian, kompres dengan air hangat.
• Demam terjadi sebagai akibat kadar hormon yang berlebihan dan dapat meningkatkan diuresis/dehidrasi dan menyebabkan peningkatan vasodilatasi perifer, penumpukan vena dan hipotensi.
i) Observasi tanda dan gejala haus yang hebat, mukosa membran kering, nadi lemah, pengisisan kapiler lambat, penurunan produksi urine dan hipotensi.
• Dehidrasi yang cepat dapat terjadi yang akan menurunkan volume sirkulasi dan menurunkan curah jantung.
j) Catat masukan dan keluaran, catat berat jenis urine.
• Kehilangan cairan yang banyak (melalui muntah, dare, diuresis, diaforesis) dapat menimbulkan dehidrasi berat, urine pekat dan berat badan menurun.
k) Timbang berat badan setiap hari, sarankan untuk tirah baring, batasi aktivitas yang tidak perlu.
• Aktivitas akan meningkatkan kebutuhan metabolik/sirkulasi yang berpotensi menimbulkan gagal jantung.
l) Catat adanya riwayat asma/bronkokontriksi, kehamilan, sinus bradikardia/blok jantung yang berlanjut menjadi gagal jantung.
• Kondisi ini mempengaruhi pilihan terapi (misal penggunaan penyekat beta-adrenergik merupakan kontraindikasi).
m) Observasi efek samping dari antagois adrenergik, misalnya penurunan nadi dan tekanan darah yang drastis, tanda – tanda adanya kongesti vaskular/CHF, atau henti jantung.
• Satu indikasi untuk menurunkan atau menghentikan terapi.

2. Kolaborasi
a) Berikan cairan iv sesuai indikasi.
• Pemberian cairan melalui iv dengan cepat perlu untuk memperbaiki volume sirkulasi tetapi harus diimbangi dengan perhatian terhadap tanda gagal jantung/kebutuhan terhadap pemberian zat inotropik.
b) Berikan O2 sesuai indikasi
• Mungkin juga diperlukan untuk memenuhi peningkatan kebutuhan metabolisme/kebutuhan terhadap oksigen tersebut.

2) Kelelahan b/d hipermetabolik dengan peningkatan kebutuhan energi; peka rangsang dari saraf sehubungan dengan gangguan kimia tubuh.
Data penunjang: mengungkapkan sangat kekurangan energi untuk mempertahankan rutinitas umum, penurunan penampilan, labilitas/peka rangsang emosional, gugup, tegang, perilaku gelisah, kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi.
Tujuan asuhan keperawatan: Megungkapkan secara verbal tentang peningkatan tingkat energi, menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam melakukan aktifitas.
Rencana tindakan/rasional:

Mandiri:
a) Pantau tanda vital dan catat nadi baik saat istirahat maupun saat melakukan aktifitas.
• Nadi secara luas meningkat dan bahkan saat istirahat, takikardia (di atas 160x/mnt) mungkin akan ditemukan.
b) Catat berkembangnya takipnea, dispnea, pucat dan sianosis.
• Kebutuhan dan konsumsi oksigen akan ditingkatkan pada keadaan hipermetabolik, yang merupakan potensial akan terjadi hipoksia saat melakukan aktivitas.
c) Berikan/ciptakan lingkungan yang tenang, ruangan yang dingin, turunkan stimulasi sesori, warna – warna yang sejuk dan musik santai (tenang).
• Menurunkan stimulasi yang kemungkinan besar dapat menimbulkan agitasi , hiperaktif dan insomnia.
d) Sarankan pasien untuk mengurangi aktifitas dan meningkatkan istirahat di tempat tidur sebanyak – banyaknya jika memungkinkan.
• Membantu melawan pengaruh dari peningkatan metabolisme.
e) Berikan tindakan yang membuat pasien nyaman, seperti: sentuhan/masase, bedak yang sejuk.
• Dapat menurunkan energi dalam saraf yang selanjutnya meningkatkan relaksasi.
f) Memberikan aktifitas pengganti yang menyenangkan dan tenang, seperti membaca, mendengarkan radio dan menonton televisi.
• Memungkinkan unttk menggunakan energi dengan cara konstruktif dan mungkin juga akan menurunkan ansietas.
g) Hindari membicarakan topik yang menjengkelkan atau yang mengancam pasien, diskusikan cara untuk berespons terhadap perasaan tersebut.
• Peningkatan kepekaan dari susunan saraf pusat dapat menyebabkan pasien mudah untuk terangsang, agitasi dan emosi yang berlebihan.
h) Diskusikan dengan orang terdekat keadaan lelah dan emosi yang tidak stabil ini.
• Mengerti bahwa tingkah laku tersebut secara fisik meningkatkan koping terhadap situasi sat itu dorongan dan saran orang terdekat untuk berespons secara positif dan berikan dukungan pada pasien.

Kolaborasi:
i) Berikan obat sesuai indikasi (sedatif, mis: fenobarbital/luminal, transquilizer/klordiazepoksida/librium.
• Untuk mengatasi keadaan (gugup), hiperaktif dan insomnia.

3) Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d peningkatan metabolisme (peningkatan nafsu makan/peasukan dengan penurunan berat badan); mual muntah, diare; kekurangan insulin yang relatif, hiperglikemia.
Tujuan asuhan keperawatan: Menunjukkan berat badan yang stabil disertai dengan nilai laboratorium yang normal dan terbebas dari tanda – tanda malnutrisi.
Rencana tindakan/rasional:

Mandiri:
a) Auskultasi bising usus.
• Bising usus hiperaktif menerminkan peningkatan motilitas lambung yang menurunkan atau mengubah fungsi absorpsi.
b) Catat dan laporkan adanya anoreksia, kelelahan umum/nyeri, nyeri abdomen, munculnya mual dan muntah.
• Peningkatan aktivitas adrenergik dapat menyebabkan gangguan sekresi insulin/terjadi resisten yang mengakibatkan hiperglikemia, polidipsia, poliuria, perubahan kecepatan dan kedalaman pernafasan (tanda asidosis metabolik).
c) Pantau masukan makanan setiap hari dan timbang berat badan setiap hari serta laporkan adanya penurunan berat badan.
• Penurunan berat badan terus menerus dalam keadaan masukan kalori yang cukup merupakan indikasi kegagalan terhadap terapi antitiroid.
d) Dorong pasien untuk makan dan meningkatkan jumlah makan dan juga makanan kecil, dengan menggunakan makanan tinggi kalori yang mudah dicerna.
• Membantu menjaga pemasukan kalori cukup tinggi untuk menambahkan kalori tetap tinggi pada penggunaan kalori yang disebabkan oleh adanya hipermetabolik.
e) Hindari pemberian makanan yang dapat meningkatkan peristaltik usus (mis. Teh, kopi dan makanan berserat lainnya) dan cairan yang menyebabkan diare (mis. Apel, jambu dll).
• Peningkatan motilitas saluran cerna dapat mengakibatkan diare dan gangguan absorpsi nutrisi yang diperlukan.

Kolaborasi:
a) Konsultasikan dengan ahli gizi untuk memberikan diet tinggi kalori, protein, karbohidrat dan vitamin.
• Mungkin memerlukan bantuan untuk menjamin pemasukan zat – zat makanan yang adekuat dan mengidentifikasikan makanan pengganti yang paling sesuai.
b) Berikan obat sesuai indikasi:
(1) Glukosa, vitamin B kompleks.
• Diberikan untuk memenuhi kalori yang diperlukan dan mencegah atau mnegobati hipoglikemia.
(2) Insulin (dengan dosis kecil)
• Dilakukan dalam mengendalikan glukosa darah jika kemungkinan ada peningkatan.

4) Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas jaringan b/d perubahan mekanisme perlindungan dari mata; kerusakan penutupan kelopak mata/eksoftalmus.
Tujuan asuhan keperawatan: Mampu mengidentifikasikan tindakan untuk memberikan perlindungan pada mata dan pencegahan komplikasi.
Rencana tindakan/rasional:

Mandiri:
a) Observasi edema periorbital, gangguan penutupan kelopak mata, lapang pandang sempit, air mata berlebihan. Catat adanya fotofobia, rasa adanya benda di luar mata dan nyeri pada mata.
• Manifestasi umum dari stimulasi adrenergik yang berlebihan berhubungan dengan tirotoksikosis yang memerlukan intervensi pendukung sampai resolusi krisis dapat menghilangkan simtomatologis.
b) Evaluasi ketajaman mata, laporkan adanya pandangan yang kabur atau pandangan ganda (diplopia).
• Oftalmopati infiltratif (penyakit graves) adalah akibat dari peningkatan jaringan retro-orbita, yang menciptakan eksoftalmus dan infiltrasi limfosit dari otot ekstraokuler yang menyebabkan kelelahan. Munculnya gangguan penglihatan dapat memperburuk atau memperbaiki kemandirian terapi dan perjalanan klinis penyakit.
c) Anjurkan pasien menggunakan kacamata gelap ketika terbangun dan tutup dengan penutup mata selama tidur sesuai kebutuhan.
• Melindungi kerusakan kornea jika pasien tidak dapat menutup mata dengan sempurna karena edema atau karena fibrosis bantalan lemak.
d) Bagian kepala tempat tidur ditinggikan dan batasi pemakaian garam jika ada indikasi.
• Menurunkan edema jaringan bila ada komplikasi seperti GJK yang mana dapat memperberat eksoftalmus.
e) Instruksikan agar pasien melatih otot mata ekstraokular jika memungkinkan.
• Memperbaiki sirkulasi dan mempertahankan gerakan mata.
f) Berikan kesempatan pasien untuk mendiskusikan perasaannya tentang perubahan gambaran atau bentuk ukuran tubuh untuk meningkatkan gambaran diri.
• Bola mata yang agak menonjol menyebabkan seseorang tidak menarik, hal ini dapat dikurangi dengan menggunakan tata rias, menggunakan kaca mata.

Kolaborasi:
a) Berikan obat sesuai dengan indikasi:
(1) Obat tetes mata metilselulosa.
• Sebagai lubrikasi mata.
(2) ACTH, prednison.
• Diberikan untuk menurunkan radang yang berkembang dengan cepat.
(3) Obat antitiroid
• Dapat menurunkan tanda/gejala atau mencegah keadaan yang semakin memburuk.
(4) Diuretik
• Dapat menurunkan edema pada keadaan ringan.


 
Daftar Pustaka

Arthur C. Guyton and John E. Hall ( 1997), Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Carolyn M. Hudak, Barbara M. Gallo (1996), Keperawatan Kritis; Pedekatan Holistik Volume II, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Donna D. Igatavicius, Kathy A. Hausman ( 1995), Medical Surgical Nursing: Pocket Companoin For 2 nd Edition, W. B. Saunders Company, Philadelphia.

Lynda Juall Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan: Aplikasi Pada Praktik Klinis edisi 6, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Marylin E. Doengoes, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3, Peneribit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

R. Sjamsuhidajat, Wim de Jong (1997), Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi Revisi, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta


Sumber Referensi : http://materi-kuliah-akper.blogspot.com