Narsis
Pernahkah Anda narsis? Di hadapan teman-teman Anda mungkin, atau sang pacar barangkali? Sekedar sharing ilmu saja.
Narsis ternyata juga masuk dalam gangguan kepribadian. Tepatnya gangguan kepribadian narsistik . Anda boleh tidak percaya dan barang kali, memang perlu sebuah bukti ilmiahnya.
Bagi orang psikologi, pasti tidak asing lagi dengan yang namanya Buku pegangan PPDGJ dan DSM IV-TR. Dalam buku tersebut dijelaskan, adanya aksis II yaitu gangguan kepribadian. Diantara sekian macam gangguan kepribadian, ternyata terdapat satu gangguan yang mungkin seseorang tidak menyadari akan adanya gangguan tersebut dalam dirinya. Yaitu narcissistic personality disorder (Gangguan Kepribadian Narsistik).
Dalam buku Essentials Abnormal Psychology karya V. Mark Durand dan David H. Barlow, dijelaskan bahwa gangguan kepribadian narsistik adalah gangguan yang melibatkan pola pervasive dari grandiosities dalam fantasi atau perilaku; membutuhkan pujian dan kurang memiliki empati.
Orang-orang yang menilai “tinggi” dirinya sendiri – bahkan melebih-lebihkan kemampuan riil mereka dan menganggap dirinya berbeda dengan orang lain, serta pantas menerima perlakuan khusus, merupakan perilaku yang sangat ekstrem.
Dalam mitologi Yunani, Narcissus adalah seorang pemuda yang menolak cinta Echo dan sangat terpesona dengan keelokannya sendiri. Ia menghabiskan waktunya untuk mengagumi bayangan dirinya yang tercermin di danau. Para psikoanalis, termasuk Freud, menggunakan istilah narcissistic untuk mendeskripsikan orang-orang yang menunjukkan bahwa dirinya orang penting secara berlebih-lebihan dan yang terokupasi dengan keinginan mendapatkan perhatian (Cooper dan Ronningstam, 1992).
- Deskripsi Klinis
Penderita gangguan kepribadian narsistik memiliki perasaan yang tidak masuk akal bahwa dirinya orang penting dan sangat terokupasi dengan dirinya sendiri sehingga mereka tidak memiliki sensivitas dan tidak memiliki perasaan iba terhadap orang lain (Gunderson, Ronningstam, dan Smith, 1995). Mereka membutuhkan dan mengharapkan perhatian khusus. Mereka juga cenderung memanfaatkan dan mengeksploitasi orang lain bagi kepentingannya sendiri serta hanya sedikit menunjukkan sedikit empati. Ketika dihadapkan pada orang lain yang sukses, mereka bisa merasa sangat iri hati dan arogan. Dan karena mereka sering tidak mampu mewujudakan harapan-harapannya sendiri, mereka sering merasa depresi.
Penderita gangguan kepribadian narsistik memiliki perasaan yang tidak masuk akal bahwa dirinya orang penting dan sangat terokupasi dengan dirinya sendiri sehingga mereka tidak memiliki sensivitas dan tidak memiliki perasaan iba terhadap orang lain (Gunderson, Ronningstam, dan Smith, 1995). Mereka membutuhkan dan mengharapkan perhatian khusus. Mereka juga cenderung memanfaatkan dan mengeksploitasi orang lain bagi kepentingannya sendiri serta hanya sedikit menunjukkan sedikit empati. Ketika dihadapkan pada orang lain yang sukses, mereka bisa merasa sangat iri hati dan arogan. Dan karena mereka sering tidak mampu mewujudakan harapan-harapannya sendiri, mereka sering merasa depresi.
Menurut DSM IV-TR, kriteria gangguan kepribadian narsistik yaitu, pandangan yang dibesar-besarkan mengenai pentingnya diri sendiri, arogansi, terfokus pada keberhasilan, kecerdasan, kecantikan diri, kebutuhan ekstrem untuk dipuja, perasaan kuat bahwa mereka berhak mendapatkan segala sesuatu, kecenderungan memanfaatkan orang lain, dan iri kepada orang lain.
Ciri-ciri penderita narsis :
- Ditandai dengan perilaku yang emosional dan dramatis, dan dapat juga dikategorikan ke dalam penyimpangan perilaku yang antisosial.
- Memiliki perasaan bangga yang berlebihan tentang kehebatan atau keunikan dirinya, misalnya membanggakan kemampuannya, kecantikan atau bakatnya secara berlebihan.
- Melebih-lebihkan prestasi yang dicapainya atau memusatkan perhatian berlebihan pada permasalahannya.
- Hanya berfokus pada fantasi tentang sukses, kekuatan, kecemerlangan, kecantikan atau mendapatkan cinta dari pasangan ideal.
- Selalu membutuhkan dan mengharapkan perhatian dan pujian secara terus-menerus.
- Dalam merespons kritik atau kekalahan dapat berupa reaksi marah berlebihan.
- Orang narsis memiliki keyakinan bahwa dialah orang yang lebih baik dan istimewa daripada orang lain.
- Tidak bisa memahami emosi dan perasaan orang lain
- Mengharapkan orang lain untuk selalu setuju dengan segala ide dan rencananya
- Suka mengambil keuntungan dari orang lain
- Mengekspresikan penghinaan kepada orang-orang yang dianggapnya lebih rendah
- Suka cemburu terhadap orang lain
- Memiliki keyakinan bahwa orang lain selalu cemburu terhadap dirinya
- Sulit menjaga hubungan yang baik dan sehat
- Membuat tujuan-tujuan yang seringkali tidak masuk akal
- Menjadi mudah terluka dan ditolak
- Memiliki rasa pengharagaan terhadap diri sendiri yang rapuh dan lemah
- Terlihat seperti orang yang keras hati dan emosional
- Memiliki sifat yang congkak, angkuh dan sombong
- Bisa menjadi sangat marah dan tidak sabar bila tidak mendapatkan perlakuan yang istimewa dari seseorang yang diharapkan
- Memaksakan untuk memiliki segala sesuatu yang terbaik
- Memiliki perasaan malu dan terhina, dan agar bisa merasa lebih baik, maka akan bereaksi dengan marah, menghina atau meremehkan orang lain.
Dari ciri-ciri tersebut, karakter narsis sekilas terlihat mirip seperti karakter orang dengan rasa percaya diri yang kuat. Padahal hal tersebut tidak lah sama. Orang narsis memang memiliki rasa percaya diri yang kuat, namun rasa percaya diri tersebut adalah rasa percaya diri yang tidak sehat, karena hanya memandang dirinya lah yang paling hebat dari orang lain. Di sisi lain, orang dengan rasa percaya diri yang sehat tidak mengagung-agungkan dirinya saja, namun juga bisa menghargai orang lain.
- Penyebab dan Penanganan
Beberapa penulis, termasuk Kohut (1971, 1977), percaya bahwa gangguan kepribadian narsistik muncul dari kegagalan meniru empati dari orang tua pada masa perkembangan awal anak. Akibatnya, anak tetap terfiksasi di tahap perkembangan grandiose. Selain itu, anak (dan kelak setelah dewasa) menjadi terlibat dalam pencarian, yang tak berkunjung dan tanpa hasil, figure ideal yang dianggapnya dapat memenuhi kebutuhan empatiknya, yang tak pernah terpenuhi.
Beberapa penulis, termasuk Kohut (1971, 1977), percaya bahwa gangguan kepribadian narsistik muncul dari kegagalan meniru empati dari orang tua pada masa perkembangan awal anak. Akibatnya, anak tetap terfiksasi di tahap perkembangan grandiose. Selain itu, anak (dan kelak setelah dewasa) menjadi terlibat dalam pencarian, yang tak berkunjung dan tanpa hasil, figure ideal yang dianggapnya dapat memenuhi kebutuhan empatiknya, yang tak pernah terpenuhi.
Treatment research sangat terbatas, baik dalam hal jumlah studi maupun laporan tentang kesuksesannya (Groopman dan Cooper, 2001). Bila terapi dicobakan pada individu-individu ini, terapi itu sering kali difokuskan pada grandiositas, hipersensivitas terhadap evaluasi orang lain, dan kekurangan empati terhadap orang lain (Beck dan Freeman, 1990). Terapi kognitif diarahkan pada usaha mengganti fantasi mereka dengan focus pada pengalaman sehari-hari yang menyenangkan, yang memang benar-benar dapat dicapai. Strategi coping seperti latihan relaksasi digunakan untuk membantu mereka mengahadapi dan menerima kritik. Membantu mereka untuk memfokuskan perasaannya terhadap orang lain juga menjadi tujuannya. Karena penderita gangguan ini rentan mengalami episode-episode depresif, terutama pada usia pertengahan, penanganan sering dimulai untuk mengatasi depresinya. Tetapi, mustahil untuk menarik kesimpulan tentang dampak penanganan semacam itu pada gangguan kepribadian narsistik yang sesungguhnya.
Sumber Referensi :
- Anonim. 2009. Handout Psikologi : Gangguan Kepribadian. Yogyakarta: Tidak diterbitkan
- Durand, V. Mark dan David H. Barlow. 2006. Essentials Abnormal Psychology. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
- Kartono, Dr. Kartini dan Dali Gulo.2003. Kamus Psikologi. Bandung: Pionir Jaya
- Muslim, Dr. Rusdi Editor. 2002. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ III. Jakarta: Tidak Ada Penerbit
- Anonim. 2009. Handout Psikologi : Gangguan Kepribadian. Yogyakarta: Tidak diterbitkan
- Durand, V. Mark dan David H. Barlow. 2006. Essentials Abnormal Psychology. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
- Kartono, Dr. Kartini dan Dali Gulo.2003. Kamus Psikologi. Bandung: Pionir Jaya
- Muslim, Dr. Rusdi Editor. 2002. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ III. Jakarta: Tidak Ada Penerbit
- http://informasitips.com/kenali-lebih-jauh-ciri-ciri-penderita-narsis
0 Komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan bijak, Semoga dapat memberi wawasan yang lebih bermanfaat!