Selasa, 14 Desember 2010

Asuhan Keperawatan Klien Dengan Trachoma

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Trachoma adalah sebuah penyakit mata menular, dan penyebab utama kebutaan akibat infeksi di dunia. Secara global, 84 juta orang menderita infeksi aktif dan hampir 8 juta orang menjadi tunanetra sebagai akibat dari penyakit ini.
Trakoma adalah salah satu bentuk radang konjungtiva (selaput lendir mata) yang berlangsung lama dan disebabkan oleh Chlamydia Trachomatis. Infeksi ini menyebar melalui kontak langsung dengan sekret kotoran mata penderita trakoma atau melalui alat-alat kebutuhan sehari-hari seperti handuk, alat-alat kecantikan dan lain-lain. Penyakit ini sangat menular dan biasanya menyerang kedua mata. Bila ditangani secepatnya, trakoma dapat disembuhkan dengan sempurna. Namun bila terlambat dalam penanganannya, trakoma dapat menyebabkan kebutaan.

B. Etiologi
Trachoma disebabkan oleh Chlamydia trachomatis dan disebarkan melalui kontak langsung dengan mata, hidung, dan tenggorokan yang terkena cairan (yang mengandung kuman ini) dari pengidap, atau kontak dengan benda mati, seperti handuk dan / atau kain lap, yang pernah kontak serupa dengan cairan ini. Lalat juga dapat menjadi rute transmisi. Jika tidak diobati, infeksi trachoma berulang dapat mengakibatkan entropion yang merupakan bentuk kebutaan permanen dan disertai rasa nyeri jika kelopak mata berbalik ke dalam, karena ini menyebabkan bulu mata menggaruk kornea. Anak-anak yang paling rentan terhadap infeksi ini karena kecenderungan mereka untuk dengan mudah menjadi kotor, tetapi efek-efek pengihatan kabur dan gejala lebih parah lainnya sering tidak terasa sampai dewasa.

C. Klasifikasi
Mac Callan : Berdasarkan pada gambaran kerusakan konjungtiva, dibagi dalam 4 stadium yaitu :
1. Stadium Insidious : folikel imatur kecil-kecil pada konj palp sup, jar parut.
2. Stadium akut (trakoma nyata) : terdapat hipertrofi papil & folikel yang masak pada palp sup.
3. Stadium sikatriks : sikatriks konj, bentuk garis-garis putih halus disertai folikel dan hipertrofi.
4. Stadium penyakitembuhan : trakoma inaktif, folikel, sikatriks meluas tanpa peradangan.

Klasifikasi Menurut WHO
1. Trakoma Inflamasi-Folikuler (TF)
2. Trakoma Inflamasi – Intense (TI)
3. Trakoma Sikatriks (TS)
4. Trakoma Trikiasis (TT)
5. Kekeruhan kornea (CO)

D. Tanda dan gejala

Bakteri ini memiliki masa inkubasi dari 5 sampai 12 hari setelah seseorang mengalami gejala konjungtivitis atau iritasi mirip dengan “mata merah muda.” Endemik kebutaan trakoma merupakan hasil dari beberapa episode reinfeksi yang menghasilkan peradangan terus-menerus pada konjungtiva. Tanpa reinfeksi, peradangan akan berangsur-angsur mereda.
Peradangan konjungtiva disebut “trachoma aktif” dan biasanya terlihat pada anak-anak, terutama anak-anak pra sekolah (dasar). Hal ini ditandai dengan benjolan putih di permukaan bawah tutup mata atas (conjunctival folikel atau pusat-pusat germinal limfoid). Non-peradangan dan penebalan tertentu sering dikaitkan dengan papila. Folikel mungkin juga muncul di persimpangan kornea dan sclera (limbal folikel). Trakoma aktif akan sering menjengkelkan dan memiliki cairan berair. Infeksi sekunder bakteri dapat terjadi dan menyebabkan discharge purulen.
Perubahan-perubahan struktural trakoma disebut sebagai “cicatricial trakoma”. Ini termasuk jaringan parut di tutup mata (konjungtiva tarsal) yang mengarah pada distorsi tutup mata dengan tekuk dari tutup (Tarsus) sehingga muncul bulu mata gosok pada mata (trichiasis). Bulu mata ini akan mengakibatkan kekeruhan kornea dan bekas luka dan kemudian mengarah ke kebutaan. Bekas luka linear hadir dalam sulkus subtarsalis disebut ‘garis Arlt’s’. Selain itu, pembuluh darah dan jaringan parut dapat menyerang bagian atas kornea (pannus).
Lebih lanjut gejala termasuk:
1. Keluarnya cairan kotor dari mata – bukan air mata (emisi atau sekresi cairan yang mengandung lendir dan nanah dari mata)
2. Pembengkakan kelopak mata
3. Trichiasis (berbalik-nya bulu mata)
4. Pembengkakan kelenjar getah bening di depan telinga
5. Munculnya garis parutan pada kornea
6. Komplikasi pada telinga, hidung dan tenggorokan.
Komplikasi utama atau yang paling penting adalah ulkus (luka/iritasi) pada kornea karena infeksi bakteri.

E. Patofisiologi
Melalui kontak langsung dengan discharge yang keluar dari mata yang terkena infeksi atau dari discharges nasofaring melalui jari atau kontak tidak langsung dengan benda yang terkontaminasi, seperti handuk, pakaian dan benda-benda lain yang dicemari discharge nasofaring dari penderita. Lalat, terutama Musca sorbens di Afrika dan Timur Tengah dan spesies jenis Hippelates di Amerika bagian selatan, ikut berperan pada penyebaran penyakit. Pada anak-anak yang menderita trachoma aktif, chlamydia dapat ditemukan dari nasofaring dan rektum. Namun didaerah endemis untuk serovarian dari trachoma tidak ditemukan reservoir genital.
Masa inkubasi sukar ditentukan karena timbulnya penyakit ini adalah lambat. Penyakit ini termasuk penyakit mata yang sangat menular.

Gambaran kliniknya dibagi atas 4 stadium :
1. Stadium I; disebut stadium insipien atau stadium permulaan, didapatkan terutama folikel di konjungtiva tarsal superior, pada konjungtiva tarsal inferior juga terdapat folikel, tetapi ini tidak merupakan gejala khas trakoma. Pada kornea di daerah limbus superior terdapat keratitis pungtata epitel dan subepitel. Kelainan kornea lebih jelas apabila diperiksa dengan melakukan tes fluoresin, dimana akan terlihat titik-titik hijau pada defek kornea.
2. Stadium II; disebut stadium established atau nyata, didapatkan folikel-folikel di konjungtiva tarsal superior,beberapa folikel sudah matur berwarna lebih abu-abu. Pada kornea selain keratitis pungtata superficial, juga terlihat adanya neovaskularisasi, yaitu pembuluh darah baru yang berjalan dari limbus ke arah kornea bagian atas. Susunan keratitis pungtata superfisial dan neovaskularisasi tersebut dikenal sebagai pannus.
3. Stadium III; disebut stadium parut, dimulai terbentuknya sikatriks pada folikel konjungtiva tarsal superior yang terlihat sebagai garis putih halus. Pannus pada kornea lebih nyata. Tidak jarang pada stadium ini masih terlihat trikiasis sebagai penyakit. Pada stadium ini masih dijumpai folikel pada konjungtiva tarsal superior.
4. Stadium IV; disebut stadium penyembuhan. Pada stadium ini, folikel pada konjungtiva tarsal superior tidak ada lagi, yang ada hanya sikatriks. Pada kornea bagian atas pannus tidak aktif lagi. Pada stadium ini dijumpai komplikasi-komplikasi seperti entropion sikatrisiale, yaitu pinggir kelopak mata atas melengkung ke dalam disebabkan sikatriks pada tarsus. Bersamaan dengan enteropion, bulu-bulu mata letaknya melengkung kedalam menggosok bola mata (trikiasis). Bulu mata demikian dapat berakibat kerusakan pada kornea, yang mudah terkena infeksi sekunder, sehingga mungkin terjadi ulkus kornea. Apabila penderita tidak berobat, ulkus kornea dapat menjadi dalam dan akhirnya timbul perforasi.

F. Pencegahan dan pengobatan/perawatan
Meskipun trakoma dihapuskan dari banyak negara maju dalam abad terakhir, penyakit ini bertahan di banyak bagian dunia berkembang khususnya di masyarakat tanpa akses yang memadai terhadap air dan sanitasi. Dalam banyak masyarakat ini, wanita tiga kali lebih besar daripada laki-laki akan dibutakan oleh penyakit ini,karena peran mereka sebagai pengasuh dalam keluarga.
Tanpa intervensi, trakoma keluarga tetap bertahan dalam lingkaran kemiskinan, karena penyakit dan efek jangka panjang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Pencegahan yang penting meliputi:
• Pembedahan: Bagi individu dengan trichiasis (berbaliknya arah lengkungan bulu mata ke arah dalam), sebuah prosedur rotasi bilamellar tarsal dibenarkan untuk mengarahkan bulu mata menjauh dari bola mata.
• Terapi antibiotik : Pedoman WHO merekomendasikan jika terjadi endemik massa (sekitar 10 % dari populasi suatu daerah) maka perawatan/pengobatan dengan antibiotik tahunan harus terus dilakukan sampai prevalensi turun di bawah lima persen. Jika prevalensi lebih rendah dari itu maka pengobatan antibiotik harus berbasiskan keluarga.
• Pilihan antibiotik: oral dosis tunggal 20 mg / kg atau topical tetracycline (satu persen salep mata dua kali sehari selama enam minggu). Azitromisin lebih disukai karena digunakan sebagai oral dosis tunggal.
• Kebersihan: Anak-anak dengan hidung terlihat terlalu berair, okular discharge, atau lalat di wajah mereka paling tidak dua kali lebih mungkin untuk memiliki trakoma aktif dibanding anak-anak dengan wajah yang bersih. Intensif kesehatan berbasis masyarakat untuk mempromosikan program pendidikan muka-cuci dapat secara signifikan mengurangi prevalensi trachoma aktif.
• Perbaikan lingkungan: Modifikasi dalam penggunaan air, kontrol lalat, penggunaan jamban, pendidikan kesehatan dan kedekatan dengan hewan peliharaan semuanya telah diusulkan untuk mengurangi penularan dari C. trachomatis. Perubahan-perubahan ini menimbulkan banyak tantangan untuk pelaksanaannya. Agaknya perubahan lingkungan ini pada akhirnya berdampak pada penularan infeksi okular melalui wajah kurangnya kebersihan.


G. Prognosis
Jika tidak diobati dengan baik dengan antibiotik oral, gejalanya dapat meningkat dan menyebabkan kebutaan, yang merupakan hasil dari ulkus (luka/iritasi) dan jaringan parut pada kornea. Operasi juga mungkin diperlukan untuk memperbaiki kelainan bentuk kelopak mata.


ASUHAN KEPERAWATAN TRACHOMA


A. Pengkajian
1. Anamnesis
Kaji gejala yang dialami klien sesuai dengan geajala yang ditimbulkan, meliputi gatal dan rasa terbakar / sensasi benda asing pada infeksi bakteri akut da infeksi virus, nyeri dan fotofobia, keluhan peningkatan produksi air mata, pada anak – anak dapat disertai dengan demam dan keluhan pada mulut dan tenggorokan. Kaji riwayat detail tentang masalah sekarang dan catat riwayat cedera atau terpajan lingkungan yang tidak bersih. (Indriana N. Isitiqomah, 2004)
2. Pemeriksaan fisik
a. Pengkajian ketajaman mata
Kaji visus klien dan catat derajat pandangan perifer klien karena jika terdapat sekret yang menempel pada kornea dapat menimbulkan kemunduran visus.

b. Kaji rasa nyeri
Terjadi rasa tidak nyaman ringan sampai berat.

c. Kesimetrisan kelopak mata
Terjadi gangguan kesimetrisan kelopak mata akibat timbulnya jaringan parut pada kelopak mata yang berakibat entropen dan trikiasis (inversi bulu mata).

d. Reaksi mata terhadap cahaya / gerakan mata

Timbul fotofobia (sensitif terhadap cahaya) atau blepharospasme (kejang kelopak mata)

e. Kemampuan membuka dan menutup mata
Timbul gangguan penutupan kelopak mata secara efektif.

f. Pemeriksaan fisik (inspeksi)
Infeksi struktur luar mata dan inspeksi kelenjar untuk mengetahui adanya pembengkakan akibat inflamasi. (Brunner dan Suddart, 2001)

3. Pemeriksaan penunjang
Inkulasi klamidia dapat ditemukan pada kerokan konjungtiva yang di pulas dengan giemsa, namun tidak selalu ada. Inklusi ini tampak sebagai massa sitoplasma biru atau ungu gelap yang sangat halus, yang menutupi inti dari sel epitel. Pulasan antibody fluorescein dan tes immuno – assay enzim tersedia dipasaran dan banyak di pakai di klinik laboratorium. Tes bari tu menggantikan pulasan giemsa untuk sediaan hapus konjungtiva dan isolasi agen clamidial dalam biakan sel.

B. Analisa Data
1. Data objectif
 Gatal – gatal
 Nyeri (ringan sampai berat)
 Lakrimasi (mata selalu berair)
 Fotofobia (sensitif terhadap cahaya) atau blepharospasme (kejang kelopak mata)

2. Data subjectif
 Klien mengeluh gatal – gatal pada bagian mata
 Klien mengeluh nyeri pada bagian konjungtiva
 Klien mengeluh matanya mengalami reaksi sensitif terhadap cahaya
 klien mengatakan mengalami reaksi sensitif terhadapcahaya.

C. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan pembengkakan kelenjar getah bening (edema), fotofobia dan inflamasia.
2. Resiko tinggi penularan penyakit pada mata yang lain atau orang lain berhubungan dengan keterbatasan pengetahuan
3. Resiko tinggii cidera berhubungan dengan penurunan lapang pandang.

D. Intervensi Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan pembengkakan kelenjar getah bening (edema), fotofobia dan inflamasia.
Tujuan : nyeri hilang / terkontrol, ketidaknyamanan hilang / terkontrol
Kriteria hasil :
Melaporkan nyeri / ketidaknyamanan tulang terkontrol
Pasien tampak rileks dan tenang
Intervensi :
a. Kaji derajat nyeri
Rasional : untuk mengetahui kemajuan / terjadinya komplikasi.
b. Beri kompres hangat
Rasional : untuk mengurangi nyeri, mempercepat penyembuhan dan membersihkan mata
c. Anjurkan klien menggunakan kacamata hitam pada cahaya kuat
Rasional : cahaya yang kuat dapat menyebabkan rasa tak nyaman.
d. Kolaborasi pemberian analgesik sesuai indikasi
Rasional : untuk mengurangi rasa nyeri.

2. Gangguan penglihatan / persepsi sensori visual berhubungan dengan kerusakan kornea
Tujuan : Penggunaan penglihatan yang optimal
Kriteria hasil :
 Pasien berpartisipasi dalam program pengobatan
 Pasien akan mempertahankan lapang ketajaman penglihatan lebih lanjut.
Intervensi :
a. Kaji derajat / tipe kehilangan penglihatan
Rasional : mengetahui harapan masa depan klien dan pilihan intervensi.
b. Dorong klien untuk mengekspresikan perasaan tentang kehilangan / kemungkinan kehilangan penglihatan.
Rasional : intervensi dini untuk mencegah kebutaan, klien menghadapi kemungkinan / mengalami kehilangan penglihatan sebagian atau total.
c. Tunjukkan pemberian tetes mata, contoh menghitung tetesan, mengikuti jadwal, tidak salah dosis.
Rasional : Mengontrol TIO, mencegah kehilangan penglihatan lebih lanjut
d. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi, misalnya agen osmotik sistemik.
Rasional : untuk mengurangi TIO

3. Resiko tinggi cidera berhubungan dengan penurunan lapang pandang dan kebutaan.
Tujuan : peningkatan lapang pandang optimal
Kriteria hasil :
Tidak terjadi cedera.
Intervensi :
a. Bersihkan sekret mata dengan cara benar.
Rasional : sekret mata akan membuat pandangan kabur.
b. Kaji ketajaman penglihatan, catat apakah satu atau dua mata yang terlibat.
Rasional : terjadi penurunan tajam penglihatan akibat sekret mata.
c. Anjurkan pasien menggunakan kaca mata gelap
Rasional : mengurangi fotofobia yang dapat mengganggu penglihatan klien.
d. Perhatikan keluhan penglihatan kabur yang dapat terjadi setelah penggunaan tetes mata dan salep mata
Rasional : membersihkan informasi pada klien agar tidak melakukan aktivitas berbahaya sesaat setelah penggunaan obat mata.



DAFTAR PUSTAKA

Carpenito,Lynda Juall.2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 10.Jakarta:EGC
Marlyn,E Doenges.2000.Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3.Jakarta:EGC
Http://jec@jakarta-eye-center.com/trachoma.html 
 
 
Sumber :  http://fatmazdnrs.blogspot.com

Amparita, 14 Desember 2010

0 Komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan bijak, Semoga dapat memberi wawasan yang lebih bermanfaat!