Dimarahi oleh seseorang memang tidak menyenangkan. Dalam terapi
psikologis, umumnya terapis akan mengajarkan strategi melihat orang yang
marah tersebut dengan cara yang berbeda.
Contohnya, kita
mengatakan kepada diri sendiri mungkin ia baru saja kehilangan benda
berharga atau mendapat diagnosis kanker, sehingga melampiaskan
kekesalannya pada kita. Cara ini disebut penilaian kembali emosi.
Tim
peneliti dari Universitas Stanford yang terdiri dari Jens Blechert, Gal
Sheppes, Carolina Di Tella, Hants Williams, dan James J. Gross ingin
mempelajari efisiensi dan kecepatan proses penilaian kembali emosi.
"Ini
semacam perlombaan antara informasi yang bersifat emosional dan
informasi pengkajian ulang di otak. Pengolahan emosional berasal dari
bagian belakang ke bagian depan otak, dan penilaian kembali dihasilkan
di bagian depan menuju belakang otak yang memodifikasi proses emosional
"kata Blechert seperti dilansir Eurekalert.org.
Blechert
dan rekan-rekannya melakukan dua eksperimen untuk mempelajari proses
ini. Peserta penelitian ditunjukkan beberapa seri wajah dan diuji
reaksinya. Dalam satu sesi, mereka diminta untuk membayangkan orang yang
sedang mengalami hari yang buruk, tapi tidak ada hubungannya dengan
peserta sama sekali.
"Kami melatih peserta sebentar untuk tidak
menganggap emosi tersebut secara pribadi, tetapi diarahkan kepada orang
yang marah," kata Blechert.
Mereka menemukan bahwa begitu
seseorang telah menyesuaikan penilaiannya terhadap orang lain, mereka
tidak terganggu oleh wajah marah orang itu ketika dimunculkan lagi.
Ketika peserta diminta hanya merasakan emosi yang diperlihatkan oleh
wajah marah, mereka menjadi kesal karena wajah tersebut.
Dalam
penelitian kedua, para peneliti merekam aktivitas listrik di otak dan
menemukan bahwa penilaian kembali menghapus sinyal emosi negatif pada
orang ketika melihat wajah marah.
"Jika seseorang telah terlatih
melakukan penilaian kembali, dan tahu atasannya sering memiliki mood
yang buruk, ia dapat mempersiapkan diri ketika menemui atasannya itu.
Atasannya bisa saja menjerit dan berteriak kepedanya, tapi ia akan
baik-baik saja," kata Blechert yang juga bekerja sebagai seorang terapi.
Sumber : Detikhealth.com
0 Komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan bijak, Semoga dapat memberi wawasan yang lebih bermanfaat!