Rabu, 29 Desember 2010

Askep Klien Dengan Diabetes Melitus (DM)

A.    Konsep Dasar Medik

 

1.      Pengertian
a.  Diabetes Mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002. Hal : 1220).
b. Diabetes Mellitus adalah keadaan hyperglikemia kronis yang disebabkan oleh faktor lingkungan dan keturunan secara bersama-sama, mempunyai karakteristik hyperglikemia kronis tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol. (WHO).
c. Diabetes Melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif. (Pusat Diabetes dan Lipid RSCM dan FKUI).
2.      Anatomi Fisiologi Pankreas
a.    Anatomi Pangkreas
Pankreas adalah suatu alat tubuh yang berbentuk agak panjang kira-kira 15 cm dengan berat 60 – 100 gram. Terletak di Abdomen bagian atas di depan Vertebra I dan II, dimana kepalanya dalam lekukan Duodenum dan ekornya menyentuh Kelenjar Lympe. 
                Pankreas terdiri dari tiga bagian yaitu :
a)   Kepala Pankreas merupakan bahagian paling besar terletak di sebelah kanan Umbilical dalam lekukan Duodenum.
b)   Badan Pankreas merupakan bagian utama organ itu letaknya sebelah Lambung dan depan Vertebra Lumbalis pertama.
c)   Ekor Pankreas adalah bagian runcing sebelah kiri, dan yang sebenarnya menyentuh Lympa. 

                Pankreas terdiri dari dua jaringan utama yaitu :
a)    Acini yang menyekresi getah pencernaan ke Duodenum.
b)    Pulau Langerhans yang tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi menyekresi insulin dan glukagon langsung ke darah. Pulau-pulau Lengerhans berbentuk oval dan tersebar di seluruh Pangkreas. Dalam tubuh manusia terdapat 1 – 2 juta pulau-pulau Langerhans yang dibedakan atas granulasi dan pewarnaan, setengah dari sel ini menyekresi hormon insulin.
Pulau-pulau Langerhans menghasilkan 4 jenis sel :
1) Sel-sel A (alfa). Sekitar 20 - 40 % memproduksi glukagon. Glukagon melepaskan glukosa dengan glikogenolosis sehingga dapat menaikkan gula darah dan melepaskan peptida aktif termasuk hormon ACTH.
2) Sel-sel B (beta). Sekitar 60 -  68 %, berfungsi memproduksi insulin. Sel ini lebih banyak mengandung granulosa. Ciri khasnya adalah kristaloid rhomboid yang merupakan penghasil insulin. Selain itu, sel ini bekerja terhadap membran sel untuk memudahkan transpor glukosa ke dalam sel sehingga kadar gula darah menurun.
3) Sel-sel D (delta). sekitar 5 – 15 % membuat somatostatin, tidak bergranula dan berbentuk poligunal tidak teratur, inti sel berbentuk bundar dan terletak di tengah mitokondria.
4) Sel-sel F. sekitar 1% mengandung dan menyekresi pengkreatik polipeptida. Sel ini berjumlah lebih sedikit dan terletak berdekatan dengan sel A. Selain itu, sel tersebut berisi gelembung kecil dalam Pulau Langerhans di daerah kepala Pangkreas dan melepaskan somatotatin yang dapat menghambat sekresi insulin. (Syaifuddin, Anatomi Tubuh Manusia : 2009)

b.    Fisiologi Pangkreas
                   Fungsi Pankreas ada dua, maka disebut organ rangka, yaitu :
a)   Fungsi Eksokrin yaitu berfungsi untuk memproduksi cairan Pangkreas yang disekresi melalui Duktus Pangkrestikus ke dalam Usus halus.
b)   Fungsi Endokrin atau kelenjar tertutup berfungsi membentuk hormon dalam pulau Langerhans yaitu kelompok pulau-pulau kecil yang tersebar antara Alveoli-alveoli Pankreas terpisah dan tidak mempunyai saluran.

Dua hormon penting yang dihasilkan oleh Pankreas adalah Insulin dan Glukagon :
1).  Insulin
Insulin merupakan protein yang terdiri atas dua rantai asam amino yang satu sama lainnya dihubungkan oleh ikatan disulfida, sebelum dapat befungsi ia harus berikatan dengan reseptor yang besar dalam membran sel. Sekresi insulin dikendalikan oleh kadar glukosa darah. Kadar glukosa darah berlebihan akan merangsang sekresi insulin dan bila kadar glukosa darah normal atau rendah maka sekresi insulin akan berkurang.

Mekanisme kerja insulin :
(a)  Meningkatkan transpor glukosa ke dalam sel / jaringan tubuh (kecuali Otak, Tubulus Ginjal, Mukosa Usus halus, dan Sel Darah Merah). Masuknya glukosa adalah suatu proses difusi karena perbedaan konsentrasi glukosa bebas antara luar sel dan dalam sel.
(b)   Meningkatkan transpor asam amino ke dalam sel
(c)    Meningkatkan sintesa protein di Otak dan Hati
(d)   Menghambat kerja hormon yang sensitif terhadap lifase, menigkatkan sintesa lipid
(e)   Meningkatkan pengambilan kalsium dari cairan sekresi.

2).  Glukagon
Glukagon adalah suatu hormon yang disekresikan oleh sel-sel alfa Pulau Langerhans mempunyai beberapa fungsi yang berlawanan dengan insulin. Fungsi yang terpenting adalah : meningkatkan konsentrasi glukosa dalam darah.
Pengatur sekresi glukosa darah perubahan konsentrasi glukosa darah mempunyai efek yang  jelas berlawanan pada sekresi glukagon dibandingkan pada sekresi insulin, yaitu penurunan glukosa darah dapat menghasilkan sekresi glukagon, bila glukagon darah turun 70 mg/100 ml darah pankreas menyekresi glukosa dalam jumlah yang sangat banyak yang cepat  memobilisasi glukosa dari Hati. Jadi glukagon membantu melindungi terhadap hypoglikemia. (Syaifuddin, Fisiologi Tubuh Manusia: 2009)

3.      Klasifikasi
            Berdasarkan klasifikasi dari WHO (1985) dibagi beberapa tipe yaitu :
a.    Diabetes Mellitus Tipe I, Insulin Dependen Diabetes Mellitus (IDDM) yang dahulu dikenal dengan nama Juvenil Onset Diabetes (JOD), penderita tergantung pada pemberian insulin untuk mencegah terjadinya ketoasidosis dan mempertahankan hidup. Biasanya pada anak-anak atau usia muda dapat disebabkan karena keturunan.
b.    Diabetes Mellitus Tipe II, Non Insulin Dependen Diabetes Mellitus (NIDDM) yang dahulu dikenal dengan  nama Maturity Onset Diabetes (MOD). Disebabkan karena kurangnya produksi insulin dari sel beta Pankreas, tetapi biasanya resistensi aksi insulin pada jaringan perifer. Biasanya terjadi pada orang tua (umur lebih 40 tahun) atau anak dengan obesitas.
c.     Diabetes Mellitus Tipe Lain
1)   Diabetes oleh beberapa sebab seperti kelainan Pankreas, kelainan hormonal, diabetes karena obat/zat kimia, kelainan reseptor insulin, kelainan genetik dan lain-lain.
2)    Obat-obat yang dapat menyebabkan hyperglikemia antara lain :
Furasemid, Thyasida Diuretic Glukortikoid, Dilanting dan Asam Hidotinik

d.    Diabetes Gestasional (Diabetes Kehamilan) adalah intoleransi glukosa selama kehamilan, tidak dikelompokkan ke dalam NIDDM. Pada pertengahan kehamilan meningkat sekresi hormon pertumbuhan dan Hormon Chorionik Somatomamotropin (HCS). Hormon ini meningkat untuk mensuplai asam amino dan glukosa ke fetus.

4.      Etiologi
Etiologi dari Diabetes Mellitus sampai saat ini masih belum diketahui dengan pasti dari studi-studi eksperimental dan klinis kita mengetahui bahwa Diabetes Mellitus adalah merupakan suatu sindrom yang menyebabkan kelainan yang berbeda-beda dengan lebih satu penyebab yang mendasarinya.
a.    Diabetes Melitus tipe I
Diabetes tipe I ditandai oleh penghancuran sel-sel beta Pankreas yang merupakan kombinasi dari beberapa faktor yaitu :
1) Faktor Genetik
Dalam hal ini, penderita tidak mewarisi Diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu predisposisi ke arah terjadinya Diabetes tipe I yaitu dengan ditemukannya tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu pada individu tersebut.
2) Faktor Imunologi
Pada Diabetes tipe I terdapat suatu respon autoimun sehingga antibodi tubuh terarah pada sel-sel Pulau Langerhans yang dianggapnya jaringan tersebut seolah-olah sebagai jaringan abnormal.
3) Faktor Lingkungan
Penyelidikan dilakukan terhadap kemungkinan faktor-faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel beta, contoh hasil penyelidikan yang menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang menimbulkan destruksi sel beta.

b.         Diabetes Melitus Tipe II
Mekanisme yang tepat pada Diabetes tipe II sehingga terjadi resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin masih belum diketahui.
Faktor genetik memegang peranan penting dalam hal resistensi insulin dan juga terdapat beberapa faktor resiko tertentu yang berhubungan dengan proses terjadinya Diabetes tipe II yaitu :
1)   Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun).
2)   Obesitas.
3)   Riwayat keluarga. Pincus dan White berpendapat perbandingan keluarga yang menderita Diabetes Mellitus dengan kesehatan keluarga sehat, ternyata angka kesakitan keluarga yang menderita Diabetes Mellitus mencapai 8,33 % dan 5,33 % bila dibandingkan dengan keluarga sehat yang memperlihatkan angka hanya 1,96 %.
4)    Kelompok etnik tertentu.

5.      Patofisiologi
a.    Diabetes Melitus Tipe I
Pada Diabetes Tipe I terdapat ketidakmampuan Pankreas menghasilkan insulin karena hancurnya sel-sel beta Pulau Pankreas. Dalam hal ini akan menimbulkan hiperglikemia puasa dan hiperglikemia post prandial.
Dengan tingginya konsentrasi glukosa dalam darah, maka akan muncul glukosuria (glukosa dalam urine), dan eksresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan (diuresis osmotik) sehingga pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defesiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak sehingga terjadi penurunan berat badan akan muncul gejala peningkatan selera makan (polifagia). Akibat yang lain yaitu terjadinya proses glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukogenesis tanpa hambatan sehingga efeknya berupa pemecahan lemak dan terjadi peningkatan keton yang dapat mengganggu keseimbangan asam-basa dan mengarah ke terjadinya ketoasidosis.

b.    Diabetes Melitus tipe II
Terdapat dua masalah utama pada Diabetes Melitus tipe II yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan berikatan pada reseptor khusus pada permukaan sel tapi dalam hal ini reseptor kurang dan meskipun kadar insulin tinggi dalam darah tetap saja glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel sehingga sel akan kekurangan glukosa.
Mekanisme inilah yang dikatakan sebagai resistensi insulin. Untuk mengatasi resistensi insulin dan memecah terbentuknya glukosa dalam darah yang berlebihan maka harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Namun demikian sel-sel beta tidak mampu mengimbanginya maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi Diabetes Melitus tipe II.

6.      Gambaran Klinik
             Gejala yang lazim terjadi, pada Diabetes Mellitus sebagai berikut :
a.   Poliuri (banyak kencing)
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai melampaui daya serap Ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotik diuresis yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga penderita mengeluh banyak kencing.
b.   Polidipsi (banyak minum)
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi penderita lebih banyak minum.
c.   Polipagi (banyak makan)
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel sehingga mengalami starvasi (lapar).
d.   Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang.
Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh berusaha mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan protein.
e.   Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa-sarbitol fruktosa) yang disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak. 

7.      Test diagnostik
Kriteria diagnostik WHO (1985) untuk Diabetes Melitus pada orang dewasa yang diambil pada sedikitnya dua kali pemeriksaan :
a. Glukosa plasma sewaktu (random) > 200 mg/dl.
b. Glukosa plasma puasa (nuchter) > 140 mg/dl.
c. Glukosa 2 jam post prandial (2 jam sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat) lebih dari 200 mg/dl. (Brunner dan Suddarth, 2002) 


Pada kriteria diagnostik Diabetes Melitus menurut ADA 1997 terdapat tiga cara menegakkan diagnosa Diabetes Melitus, dan setiap hasil tes tersebut masih memerlukan konfirmasi pada kesempatan yang berbeda oleh salah satu cara lain. Misalnya seseorang dengan gejala spesifik dengan kadar glukosa darah sewaktu > 200 mg/dl, dikonfirmasi pada hari yang berbeda dengan :
a. Kadar glukosa plasma puas > 126 mg/dl.
b. Kadar glukosa 2 jam PP dengan TTG adalah > 200 mg/dl
c. Gejala spesifik dengan kadar glukosa darah sewaktu > 200 mg/dl, baru dapat dikatakan sebagai Diabetes Melitus.
ADA (American Diabetes Association) meyakini ada suatu kelompok antara, dimana hasil menunjukkan belum adanya Diabetes tetapi kadar glukosa sudah melampaui normal yang disebut dengan Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT) yaitu 110 mg/dl – 126 mg/dl. Bila kadar glukosa darah puasa kurang dari 110 mg/dl dikatakan normal. (Pusat Lipid Dan Diabetes RSCM/FKUI, 2002 ; hal 21).

8.      Penatalaksanaan
Diabetes Melitus jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan berbagai penyakit dan diperlukan kerja sama semua pihak di tingkat pelayanan kesehatan.
Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan berbagai usaha dan akan diuraikan sebagai berikut :
a. Perencanaan Makan ( Diet )
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak yang sesuai dengan kecukupan gizi yang baik yaitu :
1)   Karbohidrat sebanyak 60 – 70 %.
2)   Protein sebanyak 10 – 15 %.
3)   Lemak sebanyak 20 – 25 %.
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut, dan kegiatan jasmani.
Untuk kepentingan klinis praktis, penentuan jumlah kalori dipakai rumus Broca yaitu berat badan idaman = (TB – 100) – 10 %.
                 Sehingga didapatkan :
1) Berat badan kurang = < 90 % dari BB idaman.
2) Berat badan normal = 90 – 110 % dari BB idaman.
3) Berat badan lebih = 110 – 120 % dari BB idaman
4) Gemuk = > 120% dari BB idaman.
Jumlah kalori yang diperlukan dari BB idaman dikali berlebihan kalori basal yaitu untuk laki-laki 30 kkal/kg BB, dan wanita kkal/kg BB, kemudian ditambah untuk kebutuhan kalori aktivitas (10 – 30 % untuk pekerja berat), koreksi status gizi (gemuk dikurangi, kurus ditambah) dan kalori untuk menghadap stress akut sesuai dengan kebutuhan.
Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas dibagi dalam beberapa porsi yaitu :
1) Makan pagi sebanyak 20 %).
2) Makan siang sebanyak 30 %.
3) Makan sore sebanyak 25 %.
4) 2 – 3 porsi makanan ringan sebanyak 10 – 15 % diantaranya.

b. Latihan Jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3 – 4 kali seminggu) selama kurang lebih 30 menit yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta.
Sebagai contoh olahraga ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30 menit. Olahraga sedang adalah berjalan cepat selama 20 menit dan olahraga berat misalnya jogging.

c. Pengelolaan Farmakologis
Sarana pengelolaan farmakologis Diabetes berupa :
1)   Obat Hipoglikemia Oral (OHO).
a) Golongan Sulfonilurea.
Obat golongan ini sudah dipakai sejak tahun 1957 dan tidak dipakai pada tipe Diabetes Melitus tipe I. Mekanisme kerja obat golongan sulfoniluera :
                                                             (1) Menstimulasi pelepasan insulin yang tersimpan.
                                                             (2) Menurunkan ambang sekresi insulin.
                                                             (3) Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.
b) Golongan biguanid
Saat ini dari golongan ini yang masih dipakai adalah Metformin. Metformin ini menurunkan kadar glukosa darah pengaruhnya terhadap kerja insulin pada tingkat selular, distal dari reseptor insulin serta efeknya juga berefek menurunkan kadar glukosa Hati. Metformin mencapai kadar puncak dalam darah setelah 2 jam.
c) Alga Glukosidase Inhibitor – Acarbose.
Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat enzim alfa glukodosidase di dalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia post prandial. Obat ini bekerja di lumen Usus dan tidak menyebabkan hiperglikemia dan juga tidak berpengaruh pada kadar insulin.
d) Insulin sensitizing agent.
Thiazolidinediones adalah golongan obat baru yang mempunyai efek farmakologis meningkatkan sensitivitas insulin. Golongan ini bekerja meningkatkan glukosa disposal pada sel dan mengurangi produksi glukosa di Hati. Tetapi baru mulai dicoba dan belum beredar di pasaran Indonesia.

2)   Insulin
Dosis insulin oral atau suntikan dimulai dengan dosis rendah dan dinaikkan perlahan-lahan sesuai dengan hasil glukosa darah pasien. Bila sulfoniluera atau metformin telah diterima sampai dosis maksimal tetapi tidak tercapai sasaran glukosa darah maka dianjurkan penggunaan kombinasi sulfoniluera dengan metformin. Dan bila masih belum berhasil, dipakai kombinasi sulfoniluera dan insulin.

9.      Komplikasi
a. Akut
1) Hypoglikemia
2)  Ketoasidosis
b. Kronik
1) Makroangiopati, mengenai pembuluh darah jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak, pembuluh darah besar yang dapat mengakibatkan ulcus/ganggren.
2) Mikroangiopati mengenai pembuluh darah kecil retinopati diabetic dan nefropati diabetic.
3) Neuropati diabetic.


B.     Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

Pemberian Asuhan Keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan kerja sama antara perawat dengan klien dan keluarga, untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal dalam melakukan proses terapeutik maka perawat melakukan metode ilmiah yaitu proses keperawatan.
Proses keperawatan merupakan tindakan yang berurutan yang dilakukan secara sistematis dengan latar belakang pengetahuan komprehensif untuk mengkaji status kesehatan klien, mengidentifikasi masalah dan diagnosa, merencanakan intervensi, mengimplementasikan rencana dan mengevaluasi rencana sehubungan dengan proses keperawatan pada klien dengan gangguan Sistem Endokrin.
1.      Pengkajian
a.  Aktivitas /istirahat
Gejala       :   lemah, letih, susah bergerak/susah berjalan, kram otot, tonus otot menurun, gangguan istirahat/tidur.
Tanda       :   Tachikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau daya aktivitas, letargi/disorientasi, koma, penurunan kekuatan otot.
b.  Sirkulasi
Gejala       :   adanya riwayat Hipertensi ; IM akut, klaudikasi, bebas dan kesemutan pada esktremitas.
Tanda        :   Tachikardia, perubahan tekanan darah postural ; Hipertensi,
                   Kulit panas, kering, dan kemerahan ; bola Mata cekung.
c.  Integritas ego
Gejala       :   stress, bergantung pada orang lain, masalah finansial yang berhubungan dengan kondisi.
Tanda        :   ansietas, peka rangsang.
d.  Eliminasi
Gejala       :   perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa nyeri/terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), ISK baru/berulang, nyeri tekan Abdomen, diare.
Tanda        :   urine encer, pucat, kuning ; poliuri, urine berkabut, bau busuk (infeksi), bising Usus lemah dan menurun ; hiperaktif (diare).
e.  Makanan/cairan
Gejala       :   hilang nafsu makan, mual/muntah, tidak mengikuti diet ; peningkatan masukan glukosa/karbohidrat, penurunan berat badan lebih dari periode beberapa minggu, haus.
f.   Neurosensori
 Gejala      :  pusing/pening, sakit kepala, kesemutan, bebas kelemahan pada otot, parestesia, gangguan penglihatan.
 Tanda       :   disorientasi ; mengantuk, letargi, supor/koma (tahap lanjut), gangguan memori (baru, masa lalu) ; kacau mental.
g.   Nyeri/kenyamanan
 Gejala       :   Abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat).
 Tanda       :   wajah meringis dengan palpitasi ; tampak sangat berhati-hati
h.   Pernapasan
Gejala      :   merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergantung ada tidaknya infeksi).
Tanda      :   batuk dengan/tanpa sputum purulen (infeksi), frekuensi pernafasan.
i.     Keamanan
Gejala      :   Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
Tanda      :   demam, Kulit rusak, lesi/ulserasi, menurunnya kekuatan umum/rentang gerak, parestesia/paralysis otot termasuk otot-otot pernafasan (jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam).
j.    Seksualitas
Gejala      :   raba Vagina (cenderung infeksi), masalah impoten pada pria : kesulitan orgasme pada wanita.
(Doenges, 2000 ; hal 726 – 728).

2.      Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pengkajian data keperawatan yang sering terjadi berdasarkan teori, maka diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien Diabetes Mellitus yaitu :
a. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis osmotik.
b. Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan  tubuh berhubungan dengan ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral.
c. Resiko infeksi berhubungan dengan hyperglikemia.
d. Resiko tinggi terhadap perubahan persepsi sensori berhubungan dengan ketidakseimbangan glukosa/insulin dan atau elektrolit.
e. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik.
f. Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang/progresif yang tidak dapat diobati, ketergantungan pada orang lain.
g. Kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya pemajanan/mengingat, kesalahan interpretasi informasi. (Doenges, 2000 ; hal 726 – 728).

3.      Rencana Keperawatan
a.  Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis osmotik.
Tujuan : Tidak terjadi kekurangan volume cairan dengan kriteria :
1) Mendemonstrasikan hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil
2) Nadi perifer dapat diraba
3) Turgor Kulit dan pengisian kapiler baik
4) Haluaran urine tepat secara individu, dan kadar elektrolit dalam batas normal.
Intervensi :
a)    Pantau tanda-tanda vital.
Rasional :     Hypovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia.
b)    Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor Kulit, dan membran mukosa.
Rasional       :   Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi, atau volume sirkulasi yang adekuat.
c)     Pantau masukan dan keluaran, catat berat jenis urine.
Rasional      :   Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi ginjal, dan keefektifan dari terapi yang diberikan.
d)    Timbang berat badan setiap hari.
Rasional      :   Memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang sedang berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti.
e)    Berikan terapi cairan sesuai indikasi.
Rasional      :   Tipe dan jumlah dari cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan dan respons pasien secara individual.

b.   Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan  tubuh berhubungan dengan ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral.
Tujuan : Pemenuhan nutrisi teratasi dengan kriteria :
1) Mencerna jumlah kalori/nutrien yang tepat
2) Menunjukkan tingkat energi biasanya
3) Berat badan stabil atau bertambah.
Intervensi :
a)     Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan oleh pasien.
Rasional      :  Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan terapeutik.
b)     Timbang berat badan setiap hari atau sesuai indikasi.
Rasional      :   Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat (termasuk absorbsi dan utilisasinya).
c)     Identifikasi makanan yang disukai/dikehendaki termasuk kebutuhan etnik/kultural.
Rasional      :   Jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan dalam perencanaan makan, kerjasama ini dapat diupayakan setelah pulang.
d)    Libatkan keluarga pasien pada perencanaan makan sesuai indikasi.
Rasional       : Meningkatkan rasa keterlibatannya; memberikan informasi pada  keluarga untuk memahami nutrisi pasien.
e)    Berikan pengobatan insulin secara teratur sesuai indikasi.
Rasional       :  Insulin reguler memiliki awitan cepat dan karenanya dengan cepat pula dapat membantu memindahkan glukosa ke dalam sel.

c.   Resiko infeksi berhubungan dengan hyperglikemia.
Tujuan : Tidak terjadi infeksi dengan kriteria :
1) Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko infeksi.
2) Mendemonstrasikan teknik, perubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya infeksi.
Intervensi :
a)    Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan.
Rasional      :   Pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya telah mencetuskan keadaan ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi nosokomial.
b)    Tingkatkan upaya untuk pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang baik pada semua orang yang berhubungan dengan pasien termasuk pasiennya sendiri.
Rasional      :   Mencegah timbulnya infeksi silang.
c)    Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasif.
Rasional      :  Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi media terbaik bagi pertumbuhan kuman.
d)    Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sungguh.
Rasional      : Sirkulasi perifer bisa terganggu yang menempatkan pasien pada peningkatan resiko terjadinya kerusakan pada kulit/iritasi kulit dan infeksi.
e)    Lakukan perubahan posisi, anjurkan batuk efektif dan nafas dalam.
Rasional      :   Membantu dalam memventilasi semua daerah paru dan memobilisasi sekret.

d.   Resiko tinggi terhadap perubahan persepsi sensori berhubungan dengan ketidakseimbangan glukosa/insulin dan atau elektrolit.
Tujuan : Tidak terjadi perubahan persepsi sensori dengan kriteria :
1) Mempertahankan tingkat kesadaran/orientasi.
2) Mengenali dan mengkompensasi adanya kerusakan sensori.
Intervensi :
a)    Pantau tanda-tanda vital dan status mental.
Rasional      :   Sebagai dasar untuk membandingkan temuan abnormal
b)    Panggil pasien dengan nama, orientasikan kembali sesuai dengan kebutuhannya.
Rasional      :   Menurunkan kebingungan dan membantu untuk mempertahankan kontak dengan realitas.
c)    Pelihara aktivitas rutin pasien sekonsisten mungkin, dorong untuk melakukan kegiatan sehari-hari sesuai kemampuannya.
Rasional      :   Membantu memelihara pasien tetap berhubungan dengan realitas dan mempertahankan orientasi pada lingkungannya.
d)    Selidiki adanya keluhan parestesia, nyeri atau kehilangan sensori pada paha/kaki.
Rasional      :   Neuropati perifer dapat mengakibatkan rasa tidak nyaman yang berat, kehilangan sensasi sentuhan/distorsi yang mempunyai resiko tinggi terhadap kerusakan kulit dan gangguan keseimbangan.

e.   Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik.
Tujuan : Kelelahan berkurang/hilang dengan kriteria :
1) Mengungkapkan peningkatan tingkat energi.
2) Menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan.
Intervensi :
a)    Diskusikan dengan pasien kebutuhan akan aktivitas.
Rasional      :   Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan tingkat aktivitas meskipun pasien mungkin sangat lemah.
b)    Berikan aktivitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup.
Rasional      :   Mencegah kelelahan yang berlebihan.
c)    Pantau nadi, frekuensi pernafasan dan tekanan darah sebelum/sesudah melakukan aktivitas.
Rasional     : Mengindikasikan tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi secara fisiologis.
d)    Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai toleransi.
Rasional      :   Meningkatkan kepercayaan diri/harga diri yang positif sesuai tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi.

f.    Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang/progresif yang tidak dapat diobati, ketergantungan pada orang lain.
Tujuan : Perasaan ketidakberdayaan klien dapat berkurang/hilang dengan kriteria :
1) Mengakui perasaan putus asa
2) Mengidentifikasi cara-cara sehat untuk menghadapi perasaan.
3) Membantu dalam merencanakan perawatannya sendiri dan secara mandiri mengambil tanggung jawab untuk aktivitas perawatan diri.
Intervensi :
a)  Anjurkan pasien/keluarga untuk mengekspresikan perasaannya tentang perawatan di rumah sakit dan penyakitnya secara keseluruhan.
Rasional      :   Mengidentifikasi area perhatiannya dan memudahkan cara pemecahan masalah.
b)    Tentukan tujuan/harapan dari pasien atau keluarga.
Rasional      :   Harapan yang tidak realistis atau adanya tekanan dari orang lain atau diri sendiri dapat mengakibatkan perasaan frustasi, kehilangan kontrol diri dan mungkin mengganggu kemampuan koping.
c)    Berikan dukungan pada pasien untuk ikut berperan serta dalam perawatan diri sendiri dan berikan umpan balik positif.
Rasional      :   Meningkatkan perasaan kontrol terhadap situasi.
d)    Berikan dukungan pada pasien untuk ikut berperan serta dalam perawatan diri sendiri.
Rasional      :   Meningkatkan perasaan kontrol terhadap situasi.

g.    Kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya pemajanan/mengingat, keselahan interpretasi informasi.
Tujuan : Pengetahuan klien meningkat dengan kriteria :
1) Mengungkapkan pemahaman tentang penyakit.
2) Mengidentifikasi hubungan tanda/gejala dengan proses penyakit dan menghubungkan gejala dengan faktor penyebab.
3) Dengan benar melakukan prosedur yang perlu  dan menjelaskan rasional tindakan.
Intervensi :
a)    Ciptakan lingkungan saling percaya
Rasional      :   Menanggapi dan memperhatikan perlu diciptakan sebelum pasien bersedia mengambil bagian dalam proses belajar.
b)    Diskusikan dengan klien tentang penyakitnya.
Rasional      :   Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pertimbangan dalam memilih gaya hidup.
c)     Diskusikan tentang rencana diet, penggunaan makanan tinggi serat.
Rasional      :   Kesadaran tentang pentingnya kontrol diet akan membantu pasien dalam merencanakan makan/mentaati program.
d)    Diskusikan pentingnya untuk melakukan evaluasi secara teratur dan jawab pertanyaan pasien/orang terdekat.
Rasional      :   Membantu untuk mengontrol proses penyakit dengan lebih ketat. (Doenges, 2000 ; hal 729 – 741).

4.        Implementasi
Pelaksanaan rencana keperawatan adalah kegiatan atau tindakan yang diberikan kepada klien sesuai dengan rencana asuhan keperawatan. Pada tahap ini perawat menerapkan keterampilannya dan pengetahuannya berdasarkan ilmu keperawatan dan ilmu lain, yang terkait secara integrasi. Pada waktu perawat memberikan Asuhan Keperawatan, proses pengumpulan data berjalan terus-menerus guna perubahan/penyesuaian tindakan keperawatan.
Beberapa faktor dapat mempengaruhi pelaksanaan rencana Asuhan Keperawatan, antara lain sumber-sumber yang ada, pengorganisasian pekerjaan perawat serta lingkungan fisik dimana Asuhan Keperawatan dilakukan.Pelaksanaan tindakan keperawatan pasien (empat tindakan yang utama) :

a. Melakukan observasi
b. Melaksanakan prosedur keperawatan
c. Memberikan pendidikan kesehatan (penyuluhan kesehatan).
d. Melaksanakan program pengobatan.
Pelaksanaan tindakan keperawatan yang telah direncanakan, dilakukan berdasarkan standar Asuhan Keperawatan dan sistem pendelegasian yang telah ditetapkan.

5.        Evaluasi
Hasil yang diharapkan pada klien Diabetes Mellitus adalah :
1.    Apakah kebutuhan volume cairan klien terpenuhi/adekuat ?
2.    Apakah nutrisi klien terpenuhi ke arah rentang yang diinginkan ?
3.    Apakah infeksi dapat dicegah dengan mempertahankan kadar glukosa ?
4.    Apakah tidak terjadi perubahan sensori perseptual ?
5.    Apakah kelelahan dapat diatasi dan produksi energi dapat dipertahankan sesuai kebutuhan ?
6.    Apakah klien dapat menerima keadaan dan mampu merencanakan perawatannnya sendiri ?
7.    Apakah klien dapat mengungkapkan pemahaman tentang penyakit ?


     DAFTAR PUSTAKA
Doenges, dkk.  2000. Rencana  Asuhan Keperawatan (Edisi3).  Jakarta:  EGC.
Brunner dan Suddarth. 2002. Buku Ajar  Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :  EGC.
Engram, Barbara. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Hinclift, Sue. 1999. Kamus Keperawatan. Jakarta : EGC

Laksman, Hendra. 2005. Kamus Kedokteran. Jakarta : Djambatan
Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. (Edisi 3 Jilid 2) Jakarta : Media Aesculapius Ficul,
Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 1995.  Patofisiologi (Edisi 4). Jakarta :  EGC
Syaifuddin. 2009.  Anatomi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan  (Edisi 2). Jakarta : Salemba Medika.
Syaifuddin. 2009Fisiologi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan (Edisi 2). Jakarta : Salemba Medika


KTI " Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sitem Endokrin " Diabetes Mellitus" oleh Muhammad Ilyas Politeknik Kesehatan Makassar Prodi Keperawatan Parepare, 2010
Posting by Zen
Amparita, 29 Desember 2010

0 Komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan bijak, Semoga dapat memberi wawasan yang lebih bermanfaat!